33. THE SMOKE FORCES

2.7K 203 2
                                    

Seperti yang Seri katakan kemarin malam, ia menuruti permintaan sosok busuk yang menunjuk gerbang keluar rumah. Perempuan itu berjalan berdampingan dengan sosok itu di lorong. Hening menyelimuti mereka berdua, karena sekeras apapun Seri memecah keheningan, pasti akan berakhir dengan keheningan lagi. Penyebabnya adalah sosok di sebelahnya tidak menjawab apa yang dibicarakan anak bungsu itu.

Tas kecil yang di bawa Seri bergetar. Ponsel yang dibawa menyanyikan dering yang cukup lama. Terjadi panggilan telepon antara Seri dan Mika.

Ucapan selamat pagi dan selamat menikmati weekend di sampaikan oleh Mika. Ucapan sahabatnya yang kini di Jakarta menyadarkan Seri.

Ini hari Sabtu! Aduh ... sulit mendapatkan ijin untuk keluar rumah. Kecuali ... kalau aku pergi tanpa pamit, batin Seri.

"Oke, selamat menikmati weekend Mika! Aku pikir kamu melupakanku setelah pindah ke Jakarta," ujar Seri diiringi tawa.

"Mana mungkin aku melupakanmu! Ya ... walaupun sudah lama aku tidak menghubungimu karena sibuk sekolah dan dikerubungi oleh laki-laki gila," terang Mika.

"Begitu .... Omong-omong hari ini sepertinya kita tidak bisa bercengkrama lebih lama. Sebab aku harus menuruti perkataan hantu yang muncul terus-terusan," ujar Seri sembari menatap sosok busuk di sebelahnya.

"Tunggu? Kau membantu hantu untuk menyelesaikan masalah mereka? Sejak kapan kau mengurus hal seperti ini?" tanya Mika.

"Tidak, sebenarnya aku juga belum tahu apa tujuan hantu ini. Yang jelas dia telah membuatku tidak nyaman karena selalu muncul tanpa permisi. Tetapi,"–Seri menjauh dari sosok busuk di sebelahnya dan berhenti sekitar empat meter dari tempat asal–"aku merasa hantu ini memiliki  hubungan dengan keluarga Cakrawangsa."

"Yang benar? Hmm ... sulit untuk mempercayai sosok gaib. Mereka bisa saja menipu, tapi jika aku berada di posisimu ... aku pasti mengikuti kemana sosok itu ingin pergi. Sebab ... keluarga Cakrawangsa itu rumit?"

"Kau benar. Hah ... tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja. Aku bisa menjaga diriku, nanti kita sambung lagi ya, Mika," ujar Seri.

Perempuan itu hendak mematikan telepon. Tetapi, Mika menghentikan gerak tangan Seri di atas ponselnya.

"Tunggu! Sebelum kau benar-benar mengikuti hantu itu, aku ingin kau tenang. Apapun yang terjadi, sebab kau menjadi bodoh saat panik. Oke?"

"Kau mengejekku? Haha! Aku akan baik-baik saja, percayalah."

Seri mematikan ponsel sepihak. Ia tidak mau percakapannya dengan Mika melebar kemana-mana. Perempuan itu harus memikirkan cara keluar dari rumah Cakrawangsa.

Seri berpikir untuk meminta ijin kepada ayahandanya terlebih dahulu. Tidal ada salahnya mencoba. Perempuan itu tentunya sudah memikirkan rencana kabur jika ia tidak diberi ijin untuk keluar dari rumah.

"Kau pergi ke kamarku dulu. Ayah dan keluarga yang lain pasti bisa melihatmu. Aku tidak ingin ayah curiga saat melihatmu," pinta Seri.

Tanpa diminta dua kali, sosok busuk itu sudah menghilang. Tersisa Seri yang masih berjalan menuju ruang kerja ayahnya, sembari menyiapkan kata-kata yang akan ia ucapkan.

Rupanya, ia tidak perlu repot-repot untuk pergi ke ruang kerja ayahnya. Sebab Ian sedang berjalan ke arahnya membawa kresek hitam. Wajahnya seperti biasa, menatap Seri dengan datar.

Tunggu, bukankah biasanya ayah menatapku dengan tatapan tajam dan benci? Apakah kebenciannya sudah menghilang? batin Seri.

Jantung Seri berdetak lebih cepat, ketika melihat ayahnya berhenti di hadapannya. Seri menatap ayahnya dengan takut-takut. Sementara Ian mencoba membuka pembicaraan.

"Begini, ayah ak—"

"Pergi dari rumah Cakrawangsa hari ini. Kembalilah besok, malam nanti kau tidur di hotel saja. Ini, uang untuk semua keperluanmu hari ini. Ayah tambahkan nominalnya untuk kau bersenang-senang, mungkin," sela Ian.

Ian menyerahkan kresek hitam yang dibawanya, setelahnya ia beranjak dari hadapan Seri. Seri menerima kresek dengan perasaan bingung dan terkejut. Diintip olehnya isi dari kresek dan ia terkejut saat melihat dua gepok uang seratus ribuan.

"Ingat, jangan pulang sampai hari telah berganti," ujar Ian sebelum menghilang di belokan lorong.

"Ha? Apa maksudnya? Mengapa ayah memberikan uang sebanyak ini?" tanya Seri kepada angin.

Seri tadinya ingin menanyakan alasan ayahandanya memberikan dua gepok uang, tetapi ia ingat janjinya kepada si sosok busuk. Akhirnya, anak bungsu itu tidak memikirkannya. Perempuan itu memilih untuk memasukkan kresek hitam ke dalam tas kecilnya. Tas yang tadinya ringan kini menjadi berat.

Seperti tahu jika Seri sudah siap untuk keluar, sosok busuk muncul tiba-tiba di sebelah perempuan yang baru saja mendapatkan uang lebih. Kemunculannya tidak membuat Seri terkejut, yang membuat perempuan itu terkejut adalah keadaan sosok itu yang lebih bersih. Darah yang ada pada tubuhnya menghilang entah kemana, bau busuk yang biasanya menguar juga hilang, walaupun rupa dari sosok itu masih saja hancur dan mengerikan.

"Hah ... baiklah. Ayo kita keluar."

***

"Seri sudah pergi dari rumah ini. Ayo kita memanggil setan atau ... Iblis Cakrawangsa," lapor Ian kepada saudara-saudaranya serta sepupu-sepupunya.

"Apa kita perlu melakukannya?" tanya Bagus Cakrawangsa.

Semua keluarga Cakrawangsa telah berkumpul. Mereka datang karena Ian ingin memanggil Iblis Cakrawangsa. Tapi, mereka masih belum yakin. Pasti ada dampak jika memanggil sosok yang membuat perjanjian Cakrawangsa.

"Bukannya tidak mempercayaimu Ian, tetapi ... bukankah para tetua tidak pernah memanggil Iblis Cakrawangsa? Setahuku, mereka hanya didatangi oleh bawahan Cakrawangsa, mereka belum pernah dipertemukan dengan Iblis Cakrawangsa, Ian," ungkap Reason Cakrawangsa.

Ian terdiam. Pria itu tidak menanggapi ungkapan Reason. Ia malah mengeluarkan buku tebal bersampul merah darah, buku yang pernah di temukan Seri di perpustakaan.

"Aku mendapatkan ini di kamar ... tetua Cakrawangsa. Buku yang didalamnya berisi tulisan mengenai petunjuk untuk keturunan Cakrawangsa dan perjanjian Cakrawangsa," ujar Ian.

Ian membuka buku bersampul merah darah itu, darah mengalir dari dalam buku. Hal itu membuat para pria yang ada di sana terkejut.

R

uang yang mereka tempati untuk melakukan pemanggilan Iblis Cakrawangsa, menjadi semerah darah. Tempat mereka berpijak telah basah karena darah. Hal ini membuat semua pria disana bergidik melihat genangan darah yang berbau amis.

Simbol-simbol aksara Jawa muncul dari dalam buku. Aksara itu melayang dan berputar-putar di atap ruangan. Tidak lama setelahnya, asap hitam muncul dan sebuah kepala muncul dari aksara Jawa yang membentuk formasi lingkaran.

Kepala hitam dengan mata merah dan memiliki hiasan emas. Tidak hanya satu, melainkan berbentuk pasukan. Pasukan asap hitam berbentuk manusia yang memakai baju zirah emas.

Mereka jatuh dari lingkaran aksara secara bergantian hingga sebuah singgasana emas muncul, membawa sosok asap juga. Bedanya, sosok yang duduk diatas singgasana berwarna merah, asap merah dengan mata berwarna emas.

"Beraninya kalian hendak memanggil Iblis Cakrawangsa! Kalian hanyalah manusia yang tidak memiliki kuasa, YANG MULIA IBLIS CAKRAWANGSA TIDAK AKAN SUDI MENEMUI KALIAN," teriak asap merah itu.

Tumbal Keluarga CakrawangsaOnde histórias criam vida. Descubra agora