25. THE RUBY GEMS (2)

2.9K 233 6
                                    

"Kau pasti bingung, bukan?" tanya laki-laki itu.

Seri tidak menjawab, batu ruby yang ia bawa sudah tak lagi panas. Hanya saja, masih berpendar-pendar dengan ritme pelan. Perempuan itu masih berusaha mencerna yang baru saja terjadi dan baru saja di ungkapkan laki-laki di hadapannya itu, kecerdasannya seakan hilang di sini.

Laki-laki itu menyeruput tehnya, lantas tersenyum simpul. Jemarinya membuka halaman buku bersampul kulit pohon. Seri menunggu sembari mengamati keadaan luar dari jendela, warna langit jingga sudah hampir menjadi gelap.

Waktu senja, waktu di mana ... makhluk dari dunia yang berdampingan ... menjelajahi dunia manusia, batin Seri

Tak membutuhkan waktu lama, langit mulai gelap. Laki-laki tadi masih saja sibuk membuka halaman buku. Seri mengalihkan pandangannya dari jendela, perempuan itu mengangkat gelas tehnya dan meneguknya.

Perempuan itu hendak menghabiskan tehnya, tetapi gebrakan meja membuat teh yang sedang diminum olehnya tersembur. Seri bahkan tersedak dan terbatuk-batuk cukup lama. Sang pelaku malah tidak mempedulikan dan menutup jendela yang terbuka.

Lampu-lampu minyak dinyalakan. Seri masih tetap duduk dan tidak bersuara atau sekedar menanyakan 'mengapa laki-laki itu sangat terburu-buru dalam menutup jendela dan menyalakan lampu minyak?'.

"Apapun yang terjadi, tetap duduk dan jangan bergerak," pinta laki-laki yang sampai saat ini belum Seri ketahui namanya.

"Kenapa?" tanya Seri.

Bukannya menjawab laki-laki itu malah masuk ke dalam. Suara gaduh terdengar dari dalam, seperti suara barang-barang di lempar dan berjatuhan. Belum selesai kegaduhan di dalam sana, tiba-tiba tanah bergetar. Barang-barang di ruang tamu berjatuhan.

"Apa yang terjadi?" tanya Seri dengan suara keras.

Seri hendak masuk ke dalam, tapi ia mengingat pesan laki-laki itu. Perempuan itu menyadari jikalau dirinya tidak berada di jaman 2023, apapun yang mengerikan bisa saja terjadi. Seri sempat berpikir tempat ini adalah jaman dimana ilmu-ilmu hitam dan kesaktian-kesaktian masih banyak digunakan. Makanya, perempuan itu tidak ingin macam-macam.

Tanpa menggubris rasa takut dan paniknya, Seri tetap duduk di kursi. Laki-laki yang tadi membuat gaduh di dalam rumah, kembali ke ruang tamu. Dengan wajah tenang, seakan gempa yang terjadi tidak ada bahayanya.

"Baguslah, kau masih tetap diam walau hal ini terjadi. Aku jadi tidak perlu repot-repot mencari jiwamu jika kau bergerak sedikit saja," ujar laki-laki itu.

"Apa maksudmu? Tunggu, sebelum kau menjawab ... bisa sebutkan namamu? Akan lebih mudah jika aku tahu namamu," kata Seri.  

"Namaku ... Seto Sendaru. Ayahku ... bernama Daru," jawab Seto.

Seri mengangguk sembari membentuk jarinya menjadi simbol oke. Ia hendak mengatakan namanya, tetapi Seto membuat kode untuk diam. Perempuan itu mengikuti kode Seto dengan bingung.

Tanpa diduga, aura disana berubah menjadi sangat berat dan dingin. Warna merah dan hitam menghiasai jalan di luar. Suara erangan dan hembusan napas kasar terdengar dengan keras. Membuat Seri menutup mulut, mata dan telinganya dengan rasa takut.

Tidak hanya itu, gempa yang tadinya sempat berhenti, kembali lagi dengan guncangan yang lebih kuat. Seri berusaha sekuat tenaga untuk tetap berada di atas kursi.

Tidak berhenti di situ saja, kali ini terdengar ketukan dari balik jendela. Ketukan yang terdengar sangat ramaiz seakan-akan diketuk banyak orang dalam satu waktu. Seri penasaran dengan suara itu walau ketakutan menguasainya, mata perempuan itu melirik jendela sekilas.

Raut muka Seri berubah menjadi pucat. Dari luar, Seri melihat sosok besar dengan kepala yang menempel di permukaan jendela. Kepalanya hancur dan memiliki kucuran darah dimana-mana. Kuku dari sosok itu yang mengetuk-ngetuk jendela.

Walau sudah terbiasa melihat sosok yang mengerikan. Tentu saja hal yang muncul tiba-tiba bisa membuatnya terkejut dan takut. Tatapan perempuan itu kembali terarah pada Seto, laki-laki yang duduk di seberang berucap tanpa bersuara.

Jangan di tatap, tetap diam dan jangan takut? batin Seri.

Setelah membaca ucapan Seto yang tidak bersuara, Seri mengangguk mafhum. Mereka berdua kembali duduk dengan tenang, padahal kondisi jantungnya berdetak lebih cepat.

Cukup lama, hingga akhirnya gempa mereda dan sosok itu menghilang. Seri bernapas lega. Perempuan itu langsung meloncat dan mengambil posisi di sebelah Seto.

"Tadi itu apa?" tanya Seri.

"Itu adalah sosok yang mulai datang, setelah keluarga Cakrawangsa menyempurnakan perjanjian dengan ... Sang Cakrawangsa," jawab Seto.

"Tunggu, menyempurnakan? Apakah sebelumnya tidak sempurna?"

"Ceritanya akan sangat panjang. Lebih baik, aku menceritakan batu ruby yang membawamu ke masa ini," sela Seto.

Cerita dimulai. Pada awalnya, tiga pendiri atau orang yang berinteraksi dengan Cakrawangsa—setelah beratus-ratus tahun tidak menjalin hubungan dengan manusia—sudah menumbalkan putri-putri. Baru dua yang di tumbalkan, putri Daru dan Teja. Perjanjian berjalan selama beberapa bulan setelah dua tumbal itu.

Namun, perjanjian Cakrawangsa masih belum sempurna. Cakrawangsa membutuhkan tumbal seperti kesepakatan awal. Tumbal yang lahir ssat malam Jumat Kliwon, untungnya anak yang lahir pada hari itu lahir. Tetapi, mereka harus menunggu usianya 17 tahun. Pada tahun 1990, putri yang lahir di malam Jumat Kliwon berhasil di tumbalkan.

Putri yang di tumbalkan adalah putri dari kepala keluarga pertama yakni Aji. Tetapi, sesaat setelah penumbalan, Aji dan kedua saudaranya mati di tempat. Begitu juga dengan istri-istrinya.

"Dengan begitu ...perjanjian Cakrawangsa sempurna, tetapi memiliki dampak negatif bagi warga yang tinggal di sekitar rumah Cakrawangsa. Sosok yang kau lihat tadi adalah dampak yang aku maksud," ungkap Seto mengakhiri ceritanya.

"Sebentar, kau berkata 'Ayahku ... bernama Daru.' jangan-jangan umurmu sudah sangat tua!" pekik Seri.

"Tentu saja, iya. Wajahku tetap awet muda bukan?" ujar Seto dengan percaya diri.

Seri tidak menjawab, perempuan itu akhirnya selesai mencerna cerita Seto setelah beberapa menit. Sesaat setelahnya, perempuan itu menyadari sesuatu.

Istri-istrinya ikut meninggal? Lantas? Wanita tua dan wanita pemberi kunci yang aku temui saat itu ... Siapa mereka? batin Seri.

"Baiklah! Akan aku beritahu apa kegunaan dari batu ruby itu. Batu ruby hasil pencarianku dan ayahku. Tolong, jangan potong ceritaku," ujar Seto.

Seri tidak menjawab, pikirannya masih sibuk. Dia mendengar apa yang Seto bicarakan, tapi dia lebih fokus dengan pemikirannya.

"Batu ruby itu memiliki kekuatan. Batu yang tidak bisa hancur dan hanya bisa dipakai oleh orang yang terpilih. Kaulah! Orang yang terpilih! Kau hanya perlu, membawa ruby itu tanpa ketahuan. Membawanya bersamamu ... saat kau di tumbalkan," kata Seto.

Otak Seri bekerja 100%. Dia masih berpikir—memikirkan dua wanita yang ditemui—dan bisa menanggapi perkataan Seto.

"Hanya begitu?" tanya Seri.

"Ya, kekuatan batu ruby itu ... bisa merusak lingkaran penumbalan," balas Seto.

Tumbal Keluarga CakrawangsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang