Bab 1. Telat Lagi

36.9K 1K 8
                                    

"Maaf pak saya telat," seruku berdiri di depan pintu. Aku mengatur nafas ku yang terengah-engah sembari berusaha bersikap tenang kemudian mengambil langkah masuk kedalam kelas.

"Kamu mau kemana?" tanya pak Vand dengan intonasi tegas membuatku sedikit tergelak hingga aku gugup.

"Du-duduk pak"

"Yang mengijinkan kamu untuk duduk siapa?"

Ekspresi datarnya membuat ku makin gugup. Ku lihat beberapa teman-temanku terlihat tegang.

"Saya harus berdiri?" tanyaku

"Iya, silahkan berdiri di depan kelas ini"

"Ha! Tapi pak, saya ingin belajar"

"Yah, semua yang hadir di sini juga ingin belajar, dan mereka datang tepat waktu"

"Tapi pak...

"Keluar!" titah beliau tegas, ekspresi datarnya masih sama membuatku bertambah gugup kini di tempah takut untuk mengutarakan alasan ku telat.

"Maaf pak tapi Riana..." sela Bela temanku yang juga mengikuti kelasnya.

"Saya memang baru di sini dan tidak akan lama! Tapi bukan berarti kalian tidak mengikuti cara mengajar saya!" pungkasnya tegas. "Siapa yang keberatan saya menghukum teman kalian yang terlambat ini silahkan menemaninya di luar!" timpal nya bertambah-tambah tegas membuat seisi kelas terdiam takut bersuara.

Pak Vand kembali melihat ke arahku, lurus-lurus menatap ku dengan ekspresi serius juga datar di wajahnya yang kian bertambah.

"Kamu mau teman-teman mu ikut di hukum karena dirimu?" tentu saja aku tidak mau. Ku jawab pertanyaannya dengan gelengan. "Kalau begitu keluar"

Dengan terpaksa aku berbalik kearah pintu, keluar meninggalkan kelas dengan langkah lesu.

Tapi aku tidak akan pulang begitu saja. Ku putuskan menunggu kelasnya usai untuk memohon maaf. Akupun stay di samping pintu kelas.

Selang beberapa lama suara para pelajar riuh bersama langkah-langkah kaki yang terdengar ramai mendekat kearah pintu, mereka berhamburan keluar meninggalkan kelas, dan pastinya tak lama lagi pak Vand pun akan keluar.

"Pak.." panggilku saat beliau melintas di hadapanku. Ia berhenti dan menoleh ke arahku.

"Ada apa?" tanyanya.

"Saya benar-benar minta maaf pak..

"Kamu pulang saja, selesaikan pekerjaanmu yang membuat mu telat sehingga besok kamu bisa datang tepat waktu" potongnya lalu pergi begitu saja meninggalkan ku bahkan sebelum ku lanjutkan permintaan maaf ku yang sebesar-besarnya, juga mengatakan alasan ku telat.

"Rin!" panggil temanku Bela dan Ema mendekat. "Pak Vand ngomong apa sama kamu?" tanya Ema

"Dia menyuruhku untuk pulang" saat mengutarakan itu, rasanya aku ingin sekali menangis.

"Seharusnya kamu bilang biar pak Vand tahu kenapa kamu terlambat" imbuh Bela

"Dia tidak mau mendengar ku"

"Jadi kamu pulang?" lagi tanya Ema

"Iya, aku mau menyelesaikan kebunku, jadi besok bisa cepat-cepat ke kampus"

"Semangat!"

Kami berpisah di situ pulang ke kediaman masing-masing.

Tiba di depan pintu kediaman ku, aku berharap semoga kakek dan nenekku tidak bertanya hari pertama ku di kelas pak Vand.

"Kakek,.! Nenek,.!" panggilku seraya memasuki rumah, aku langsung menuju halaman belakang dimana kakek dan nenekku lebih sering menghabiskan waktu mereka di sana merawat kebun sayur milik kami.

"Riana kamu sudah pulang nak?" sahut nenek.

"Iya nek"

"Bagaimana hari pertama mu di ajari dosen dari kota itu?"

Aduh! Bagaimana ini? Ini yang ku takutkan, nenek bertanya.

"Ba-baik nek, oh iya sini Riana bantu"

Aku terpaksa berbohong agar nenek tidak bertanya lagi.

"Tidak usah nak, kamu istirahat saja, kamu kan sudah melakukan semuanya pagi-pagi biar kami saja"

"Tidak apa-apa nek"

Ku alihkan kesedihan ku karena tak di perbolehkan mengikuti kelas pak Vand dengan menyibukkan diri membantu kakek dan nenekku hingga siang berganti malam dan berganti pagi lagi.

Kembali aku melakukan aktifitas ku setiap paginya, membawa sayuran ke pasar lalu mengantarkan susu sapi segar ke pelanggan. Untuk pagi ini ku pastikan aku tidak akan telat ke kampus. Dan seperti biasa aku menumpang pada mobil pickup tujuan ibu kota.

"Terima kasih,." seruku pada sang sopir yang sudah langganan dengan sayuran hasil tanaman dari kampung ku.

Saat hendak ku langkahkan kaki memasuki gerbang kampus, ku dengar suara kucing mengeong terdengar lirih. Ku ikuti suara itu yang berasal dari taman seberang jalan.

"Ya ampun kasihan sekali kamu pus, kamu habis jatuh yah?"

Ku gendong kucing itu sembari melihat keadaannya yang tampak kurus dan lemas. Ku keluarkan bekal makan siang yang ku bawa dan memberikan pada kucing itu, bahkan beberapa kucing lainnya juga ikut mendekat, ku berikan saja semua isi kotak makan siangku.

Karena senang melihat kucing-kucing itu aku sampai lupa waktu.

Segera ku tinggalkan tempat ku berlari kedalam kampus. Aku yang awalnya pertama tiba untuk mengikuti kelas pak Vand, sekarang menjadi yang terakhir mengikuti kelas beliau.

Ku tenangkan diri bersandar pada dinding di samping pintu kelas yang di isi pak Vand. Aku tahu aku pasti akan di tegur dan di marahi lagi, dan aku siap karena aku memang salah.

"Pak,." panggilku gugup berdiri di depan pintu, bertambah gugup lagi saat beliau menoleh menatap ku datarnya. "Maaf, saya telat" sambung ku lalu tertunduk.

"Sepertinya kamu tidak serius yah ingin mengikuti mata pelajaran saya" balasnya.

"Tidak pak saya..

"Jangan masuk! Saya tidak menyuruh kamu masuk!" aku kembali mundur berdiri di tempat semula. "Jika lima orang saja seperti kamu saya tidak akan datang ke sini! Saya menerima tawaran ini karena saya sangat perduli dengan pendidikan! Saya datang untuk mengajari mereka yang mau belajar! Bukan seperti kamu yang menganggap remeh pendidikan!!" pekiknya memarahiku.
Aku hanya tertunduk diam, aku takut mengatakan alasanku telat takutnya membuat beliau makin marah.

"Untuk sekarang sampai saya kembali ke ibu kota saya tidak mau kamu mengikuti kelas saya!" timpalnya.

Ku angkat pandangan menatap beliau nanar, aku tercengang mendengar aku di keluarkan dari mata pelajarannya.

"Pak!" sela Bela

"Kalau kamu ingin membela teman kamu silahkan keluar dan jangan mengikuti kelas saya!"

Aku menoleh pada Bela memintanya diam saja, aku tidak mau ia juga nantinya bernasib sama seperti ku karena membelaku.

"Tunggu apa lagi, silahkan keluar dari kelas!" pengusiran beliau membuatku terperanjat.

Aku benar-benar bingung sekarang, bagaimana lagi caraku berbohong pada kakek dan nenekku jika aku tidak di perbolehkan mengikuti kelas Pak Vand. Padahal aku selalu mengatakan pada mereka aku sangat bersemangat ingin mengikuti kelasnya saat mendengar kabar beliau akan datang ke kampus.

Istri Tersembunyi Pak DosenWhere stories live. Discover now