Bab 5. Dosenku Pahlawanku

23.2K 734 4
                                    

Aku berlari sekuat tenaga seraya memanggil namanya kuat-kuat.
Syukurnya mobilnya berhenti, ia turun dari mobilnya melihat kearahku, ku tambah kecepatan berlari kearahnya.

"Ada apa? Kamu kenapa?" tanya pak Vand terlihat khawatir hingga sedikit panik menyentuh kedua pundakku yang mana aku membungkukkan badan menopang diri dengan kedua tangan pada lutut ku.

"Tanteku menerima lamaran orang itu" jawabku tersengal-sengal

"APA!"

"Pak tolong saya pak, saya mohon pak"

Aku tak kuasa lagi menahan air mataku, aku benar-benar takut sangat takut sekarang.

"Tenang lah, ayo"

"Tidak! Saya tidak mau!" tolak ku menolak kembali pulang ke rumah dimana masih ada orang tua itu di sana.

"Saya yang akan berbicara pada mereka"

Bujukan beliau membuatku sedikit tenang. Aku pun kembali pulang ke rumah dengan di tamani olehnya.
Pak Vand memarkir mobilnya lalu turun lebih dulu memintaku juga itu turun. Di bandingkan keadaan ku yang takut hingga tak tenang memikirkan nasibku , beliau justru terlihat tenang tampak mantap untuk bertemu dengan pak Berno itu.

Tanpa mengetuk pintu aku segera masuk dengan di dampingi pak Vand.

"Permisi" seru pak Vand di depan pintu menyela pembicaraan yang berlangsung. Aku mundur berdiri di belakangnya memegang kemejanya.

"Anda siapa?" Tanya tanteku baru pertama kali bertemu dengan pak Vand.

"Saya Ivandra, dosennya Riana"

"Ada perlu apa anda kemari?"

"Saya tidak bermaksud ikut campur urusan kalian, tapi Riana sendiri yang meminta tolong pada saya untuk berbicara dengan kalian"

"Apa?"

"Riana masih ingin berkuliah, dia belum ada keinginan untuk menikah, dia ingin fokus mengejar cita-citanya dulu" terang pak Vand sesuai dengan apa yang memang ku impikan.

"Pernikahan tidak akan menggangu pendidikannya, iya kan buk Sarla?" sahut pak Berno.

"Tapi akan berbeda jika dia masih single" balas pak Vand.

"Berkuliah yah berkuliah saja! Tidak ada hubungannya dengan menikah!" tepis pak Berno membuatku geram hingga aku mencengkram kemeja Pak Vand dari belakang.

"Tapi itu keinginan Riana, dia belum ingin menikah"

Pak Vand tetap kukuh membelaku.

"Riana, pak Berno akan memberikan apa saja untukmu" bujuk tanteku

"Kalau begitu tante saja yang menikah dengannya!" tolak ku kesal kembali bersembunyi di belakang Pak Vand.

"Riana!" bentak tanteku berdiri dari duduknya menghampiriku. Pak Vand merentangkan salah satu tangannya menahan tante ku. "Minggir anda! Ini urusan saya dengan keponakan saya!" pekik tante ku.

"Riana murid saya" pak Vand enggan bergerak dari hadapanku.

"Dan saya keluarganya!"

"Pidana tidak mengenal keluarga" balasan pak Vand kali ini membuat  tanteku tergemap tampak takut.

"Ap-apa maksud anda? Anda ingin melaporkan saya?! Atas tuduhan apa?"

"Bukan saya tapi Riana,. Riana mengatakan anda mendukungnya untuk menikah dengan dia" tunjuk pak Vand pada pak Berno. "Itu sikap pemaksaan dan tindakan tidak menyenangkan, semua itu ada undang-undangnya buk"

Ucapan berpendidikan pak Vand berhasil membungkam tanteku.

"Anda ingin melaporkan saya begitu? Keponakan saya yang bertugas di kantor polisi" sela pak Berno sombong.

"Akan lebih bagus lagi, biar dia yang memproses pamannya" lagi balas pak Vand tak gentar, rasanya aku ingin sekali bertepuk tangan mengapresiasi balasan-balasannya yang selalu berhasil membungkam mereka.

"KURANG AJAR!!" pekik pak Berno berdiri dari duduknya dengan menggeplak meja.

"Maaf pak, anda membuat neneknya Riana terkejut karena suara anda, tolong pelankan suara anda" lagi pak Vand membalas memikirkan keadaan nenek ku.

"SAYA TIDAK PERDULI!!"

"Lihat buk, orang yang ingin menikahi Riana tidak perduli dengan orang tua anda, bagaimana dia bisa menyayangi Riana"

Tanteku terdiam hingga pandangan nya tunduk tampak merenungi ucapan pak Vand.

"TOLONG PERGI DARI SINI!!" bentak kakek mengusir pak Berno bersama anak buahnya dengan melempari mereka dengan sayuran yang baru di petik nya.

Syukur nya keadaan rumah ku kembali kondusif atas bantuan Pak Vand.

"Riana..

"Cukup Tante! Kenapa Tante sangat bersikeras ingin menikahkan saya dengan orang itu!!" ku kumpulkan keberanianku menolak keinginan beliau.

"Dia akan membuatmu bahagia nak" papar nya.

"Saya atau Tante!? Apa yang orang tua itu berikan pada Tante sehingga Tante terus memaksa saya!? Saya tahu saya yatim piatu, makanya saya berbakti pada kakek dan nenek!"

"Riana...

"Sudah hentikan Sarla! Jangan memaksa keponakanmu lagi!" Tegur kakek dengan emosi meluap-luap, ia berjalan kearah ku dan pak Vand. "Terima kasih pak" ujar nya

"Sama-sama pak, kalian sudah tidak apa-apa?"

"Iya"

"Kalau begitu saya permisi, kalau ada apa-apa beritahu saya" pamitnya

"Terima kasih pak"

Ku antar pak Vand keluar hingga ke mobil nya.

"Saya akan kembali lusa, kamu tidak apa-apa? Bagaimana cara mu menghadapi mereka?"

Aku tergemap hingga langkah ku terhenti mendengar ucapan beliau. Aku mulai di serang bayang-bayang ketakutan tanpa bantuannya membungkam pak Berno.

Hanya pak Vand satu-satunya yang bisa menolongku, lantas aku harus bagaimana selanjutnya tanpa bantuannya.

Rasa sedih juga takut makin memenuhi diri, ku peluk beliau tak rela ia pergi.

"Kamu tidak apa-apa?" ia mengusap kepala juga pundakku di dalam pelukannya.

"Hanya pak Vand yang membela saya, hanya pak Vand yang bisa membungkam orang itu, jika pak Vand pergi saya tidak tahu harus bagaimana" air mataku luruh berjatuhan membasahi kemejanya, aku sebenarnya tak ikhlas ia pergi, tapi menahannya pun aku tak memiliki hak.

"Maaf sudah menahan pak Vand, Pak Vand juga butuh istirahat" ku uraikan pelukan melepaskan diri.

"Kamu ke kampus kan besok?"

Ku seka air mataku mengangguk ki ucapan nya. "Iya pak, pendidikan tetap harus" sergah ku, ia lalu mengusap puncak kepala ku memberi kata pujian.

Begitu beliau pergi aku kembali masuk kedalam rumah. Aku mulai berpikir keras bagaimana caranya aku menolong diriku sendiri.

Istri Tersembunyi Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang