Bab 10. Flashback Off

20.7K 644 0
                                    

Aku terbangun akan suara langkah-langkah kaki di depan kamarku yang berlantaikan kayu,.

Sesaat aku membuka mata, aku terkejut bukan kepalang mendapati seorang pria dewasa tertidur di sampingku. Aku segera bangun melihatnyanya lebih jelas yang ternyata pak Vand. Aku sempat lupa jika aku telah menikah, dan pria yang berbaring di sampingku tak lain adalah suamiku sendiri.

"Pak,.."

Ku goyang-goyangkan tubuhnya pelan untuk membangunkannya. Ia bergeming membuka mata perlahan. Matanya yang masih terlihat sangat berat di paksakan terbuka lebar-lebar. Saat kedua netra nya melihat ku di hadapannya, ia justru termangu menatap ku, lalu tangannya terarah mengusap pipi ku lembut. Rasanya aku senam jantung di pagi hari.

"Pak,.." ucapku pelan berusaha bersikap tenang menerima sentuhan dari suamiku.

"Iya,."

"Pak Vand tidak bangun siap-siap?"

"Oh iya saya harus ke kontrakan dulu"

Ia segera bangun mengusap wajahnya, juga mengucek kedua matanya. Lalu ia menoleh kearah ku yang juga ikut bangun, dan lagi mata kami bertemu di tengah kebingungan.

Tapi jika dipikir-pikir pak Vand terlihat lucu juga ketika bangun tidur. Rambutnya yang biasa memakai gel rambut kini acak-acakan, dan matanya yang memang agak sipit dengan kacamata kian bertambah sipit. Tapi satu yang tak berubah, beliau tetap terlihat tampan.

"Riana..."

Tante Sarla memanggil sembari membuka pintu membuyarkan tatapan di antara kami.

"Owh! Maaf saya lupa ada pengantin baru di kamar ini" ujarnya bercanda. "Ayo turun sarapan" tambahnya

"Iya"

Tanteku berlalu lebih dulu meninggalkan kami masih di atas tempat tidur.

"Pak ayo sarapan dulu"

"Iya, saya mau cuci muka dulu"

Sembari menunggunya di dalam kamar mandi, ku bereskan tempat tidur. Setelahnya bersama-sama turun ke lantai bawah ke halaman belakang bergabung bersama keluargaku yang lain.

"Ini dia pengantin baru kita, sini nak" seru mereka meyambut ku bersama pak Vand.

"Kok tidak ada yang membangunkan Riana sih" ucapku tak enak.

"Kami mengerti, tidak mungkin kami mengganggu pengantin baru" celoteh mereka.

"Bibi, ini masih suasana berkabung, mereka pasti akan bulan madu di kota nanti iya kan?" candaan tante Sarla membuat ku malu pada Pak Vand, terlihat ia pun demikian.

"Rin..." panggil tanteku yang lain meletakkan semangkuk sop di hadapanku. "Makan ini, sup ini tante buat khusus untukmu nak, di habiskan yah"

"Makasih, pasti akan Riana habiskan"

Aku pun menyantap sop itu dengan lahap.

"Pak Vand sop ini untuk anda"

Beliau juga memberikan semangkuk penuh pada pak Vand, tapi dengan bahan berbeda dengan sop yang ku santap.

"Terima kasih buk" sahut pak Vand

"Tante ini sop apa? Nenek tidak pernah membuat sop seperti ini sebelumnya" aku berencana meminta resepnya.

"Sop itu baik untuk menyuburkan kandungan"

Jawaban santai dan tersenyum penuh arti dari tante ku membuat aku tersedak. Entah apa yang beliau pikirkan membuat kan aku sop seperti itu. Sedangkan beliau sendiri tahu pernikahan ku dengan pak Vand atas permintaan kakek, bukan karena cinta.

"Silahkan pak"

Ku lihat pak Vand tampak ragu-ragu meneruskan menyantap sop nya yang telah berkurang setengah. Terlihat ekspresi wajahnya tampak curiga menatap semangkuk sop di atas meja di hadapannya.

"Itu bukan sop seperti yang Riana santap, karena sop Riana itu khusus untuk perempuan" papar tanteku membuat bahu pak Vand turun tampak lega, kembali ia menikmati sop nya. "Sop itu baik untuk menambah stamina anda, jadi tidak gampang loyo" imbuhan tante ku membuat pak Vand tersedak sop nya. "Saya sengaja membuat sop ini agar pernikahan kalian segera di karuniai anak" timpal beliau tersenyum sumringah membuat aku dan pak Vand tersenyum kecut sebagai balasan.

"Sudah, jangan terus menggoda mereka" sela nenek baru saja bergabung. "Kapan anda akan berangkat nak?" tanya beliau pada pak Vand.

"Setelah sarapan buk"

"Anda akan membawa Riana yah?"

"Ijinkan saya membawa Riana bersama saya"

Tutur kata nya lembut terdengar santun meminta ku pada nenek seakan aku ini sesuatu yang sangat berharga.

"Kenapa anda meminta ijin, Riana kan istri anda"

"Tapi saya juga harus meminta ijin pada keluarga karena saya akan membawa permata keluarga ini"

Seketika jantungku berdegup kencang mendengar ucapannya yang seolah menyanjungku. Andai pak Vand seorang penggoda, aku akan menganggap ucapannya itu hanya bualan, tapi karena yang berkata itu dosen pahlawan ku,. Aku percaya ia berkata jujur dalam menyanjung ku, meski mungkin ia tak bermaksud seperti itu.

"Anda benar, Riana sangat berharga bagi kami" ucap nenek mengusap kepalaku penuh kasih sayang.

"Kalau begitu saya pamit dulu ke kontrakan mengemasi barang-barang saya"

Pak Vand kembali ke kontrakan yang ia sewa untuk mengemasi barang-barang milik nya.
Sebelum itu beliau pamit terlebih dahulu pada sesama dosen rekannya mengajar lalu kembali ke kediaman ku.

"Jaga Riana yah nak, sayangi dan lindungi dia" pinta nenek pada pak Vand.

"Iya buk"

"Riana, patuh pada suamimu yah nak"

"Iya nek"

"Berbakti padanya"

"Iya nek"

Sekali lagi ku peluk nenek dan keluarga ku yang lain sebelum berpisah untuk ikut bersama suamiku.

Aku melambaikan tangan dari dalam mobil pada semua anggota keluargaku sebagai salam perpisahan. Perlahan mobil pak Vand pun bergerak meninggalkan mereka semua, kian jauh meninggalkan kampung halaman.

"Sabar yah" kata pak Vand sesekali mengusap puncak kepalaku sembari menyetir. Hingga tak terasa kami telah berkendara selama 5 jam. Ia pun menepikan mobilnya. "Riana bisa keluar sebentar, saya ingin berbicara" pintanya, aku turun mengekorinya.

"Ada apa pak?"

"Soal pernikahan kita... Keluarga saya tidak ada yang tahu, bisa tidak... Kita menyembunyikan hal ini dulu hingga waktunya tepat"

Baru pertama kali ini aku melihat beliau gugup, yang sebenarnya aku pun demikian.

"Baik pak, saya juga sebenarnya belum ada kesiapan bertemu dengan keluarga pak Vand sebagai istri pak Vand"

"Baiklah, pernikahan kita hanya kita yang tahu, begitu kita keluar dari rumah kita...

"Dosen dan pelajar" sahutku memotong.

"Betul"

Lagi ia mengusap puncak kepalaku seraya memberi senyum lembutnya tampak lebih lega, mungkin karena aku menyetujui permintaannya.

Kembali kami melanjutkan perjalanan sekitar 2 jam lagi. Begitu tiba di kediaman pribadinya, ia membawakan koper milik ku ke sebuah ruangan yang akan menjadi kamar pribadi untuk ku. Setelah nya kami memutuskan beristirahat di kamar masing-masing membuang penat

Istri Tersembunyi Pak DosenWhere stories live. Discover now