Bab 20. Menggombali Suamiku

19.3K 598 5
                                    

Kulipat kemeja-kemeja pak Vand suamiku dengan penuh kebahagiaan. Akhirnya aku merasakan harapan dari pernikahan terpaksa kami. Aku berharap hari ke hari hubungan kami akan semakin dekat selayaknya suami istri pada umumnya.

"Kok papi belum pulang yah pucih?" tanya ku cemberut pada kucingku yang ku elus-elus.

Cklet...

"Itu papi,." seruku melihat kedatangan beliau, pucih kucingku berlari kearahnya bermain di kakinya.

"Sebentar yah pucih, papi mau mandi dulu, sama mami dulu yah" sahut nya membalas menyebutku mami.

"Sini pucih" kembali pucih ke pangkuanku. "Pak,.." panggilku padanya yang memang berjalan kearah ku.

"Iya"

"Saya ada sesuatu untuk pak Vand"

"Apa itu?" beliau terlihat penasaran

"Pak Vand mandi dulu"

"Baiklah"

Sembari menunggunya membersihkan diri, ku siapkan kue pemberian dari buk Verni.

"Pak,.." panggilku di depan pintu kamarnya.

"Iya"

"Mau di buatkan teh?"

"Boleh, saya juga ingin teh buatanmu"

Ku buatkan beliau secangkir teh Jasmine, dan meletakkannya di samping kue dari buk Verni di atas meja ruang tengah di depan jendela yang memang selalu menjadi tempat bersantai.

"Wah,. Sudah siap rupanya" seru pak Vand tampak tak sabar ingin segera mencicipi.

"Silahkan pak"

"Ini yang kamu katakan ada sesuatu untuk saya?"

"Iya, di habiskan yah pak, kasihan buk Verni mengejar-ngejar saya hingga ke halte bus buat ngasih kue ini"

"Buk Verni?" dahinya mengkerut menyebut nama itu.

"Iya, buk Verni yang memberikan kue ini untuk pak Vand" ku lihat beliau tampak sedikit lesu mendengar kue itu pemberian dari orang lain. "Di cobain pak, buk Verni bilang saya harus memastikan pak Vand menghabiskan kue ini"

"Yang ada gula saya naik nanti"

"Haha.. Tidak usah banyak-banyak kalau begitu"

"Bantu saya menghabiskan kue ini yah"

"Tapi itu kan untuk pak Vand"

"Tapi tanpa kamu kue ini tidak akan sampai ke saya"

"Iya juga sih"

"Buka" titahnya, ia menyuapiku kue yang ia sendok. Tanpa berpikir panjang aku membuka mulut.

"Manis sekali" keluhku yang memang tak begitu menyukai makanan manis.

"Saya sepertinya tidak sanggup menghabiskan kue ini" beliau pun mengeluh, tampak dari ekspresinya pun tampak tak begitu menyukai kue itu.

"Yah sudah tidak usah di makan pak, nanti gula pak Vand naik,. Mau saya buatkan yang lain saja?"

"Tidak usah, kita nikmati teh ini saja"

Beliau menyingkirkan kue pemberian dari buk Verni, berganti dengan menikmati secangkir teh yang ku buatkan.

Ku topang dagu ku dengan kedua tangan di atas meja, di mana aku duduk bersila di atas lantai dan beliau duduk di atas sofa menikmati teh buatanku dengan gayanya yang tenang terlihat berwibawa. "Ohh,. kerennya suamiku" pujiku dalam hati.

"Tehnya jadi tidak manis" keluhnya menatapku lesu.

"Haha... Manisnya teh ini jadi hilang gara-gara kuenya buk Verni" ku tanggapi canda keluhannya melihat ekspresinya tampak lesu. "Saya akan katakan ke buk Verni untuk membawa yang lain saja"

"Tidak usah"

"Kenapa?"

"Saya tidak biasa makan makanan dari orang lain"

"Tapi buatan saya pak Vand makan kok"

"Karena kamu istri saya, kalau bukan seorang istri yang memasak, suami harus makan apa" beliau menatapku dengan menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa membuatku teringat dengan dua kedekatan kami.

"Pak Vand suka masakan saya karena enak atau karena saya istri pak Vand?"

"Dua-duanya,. Saya menyukai masakanmu karena kamu istri saya yang pintar memasak"

Aku benar-benar tersanjung mendengar pujiannya,. Aku merasa menjadi istri terbaik di dunia.

"Kamu kok tidak buat teh juga?" tanya nya

"Saya minum teh kalau lagi mau saja"

"Kalau sekarang?"

"Lagi.. Mau tidak mau sih"

"Loh, maksudnya"

"Lagi mau, tapi malas buatnya hehe.."

"Jangan malas-malas tidak boleh, harus rajin"

Tegurannya lebih ke perhatian menurutku. Dan aku suka di perhatikan seperti itu olehnya. Beliau  menggeser cangkir tehnya ke hadapanku.

"Pak Vand ngasih ke saya?"

"Hum, tapi jangan di habiskan, saya juga masih mau"

"Haha... iya"

Aku menenggak sedikit teh yang ku buatkan untuknya, lalu berakting berpura-pura terkejut.

"Kenapa?" beliau menatapku khawatir.

"Perasaan tadi waktu saya buat tidak seenak ini.." sahutku dengan ekspresi di buat serius. "Mungkin karena ini dari tangan pak Vand kali yah" candaku menggombal.

"Haha... Kamu gombalin saya?"

"Tidak, Ciee,.  Maunya di gombal"

"Haha... Istriku ternyata pintar menggombal juga yah"

Beliau mencubit hidungku pelan, rasa-rasanya darahku berdesir hebat, dan ku rasa kedua pipiku panas, pasti bersemu merah saat ini.

Istri Tersembunyi Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang