Bab 49. End

47.3K 743 42
                                    

Kami kembali ke kampus dengan perasaan baru lebih lepas nan lega. Kami tak perlu lagi sembunyi-sembunyi.

Begitu turun dari mobil, pak Vand menggandeng tanganku melewati pelajar juga dosen yang melihat kearah kami tersenyum-senyum,.
Entah mengapa aku merasa malu di perhatikan seperti itu.

"RIANA...!!"

Panggil Rika dan Mini berlari kearah ku kami bertemu dalam pelukan.

"Aku ketinggalan banyak cerita soal pernikahan kalian" ucap Mini yang baru kembali dari luar negeri mengikuti pertukaran pelajar.

"Kamu tahu darimana?" tanya ku

"Rika yang menjelaskan semuanya padaku, apa masih ada kabar lain yang tidak ku ketahui?"

Senyum Mini merekah memperlihatkan barisan giginya yang memakai kawat. Aku menoleh pada lak Vand yang tersenyum padaku.

"Riana akan menjadi seorang ibu"

Ucapan pak Vand membuat Rika dan Mini histeris loncat-loncat kegirangan.

"Serius Rin?" tanya mereka memastikan, ku balas anggukkan. "Aa.. Kamu bakal jadi ibu, aku keduluan" celoteh Rika, mereka kembali memelukku.

"Ayo masuk ke kelas" sela pak Vand. kami berempat jalan bersama ke kelas.

"Mini, Rika ayo" panggilku pada mereka yang terdiam di belakang berbisik-bisik entah apa yang mereka bahas. Bahkan menghampiri kami pun mereka terus tersenyum-senyum.

"PENGUMUMAN!" pemberitahuan dari saluran radio kampus, semua orang terdiam begitupun kami mendengar apa yang akan di sampaikan. "Selamat atas kehamilanmu Riana" isi pemberitahuan tersebut, aku menoleh pada Mini dan Rika yang tersenyum, aku yakin itu ulah mereka. "Selamat atas usahanya pak Vand" imbuh mereka. Pak Vand mengusap wajahnya kasar tersenyum kecut mendengar kelakuan anak didiknya.

"Siapa yang berulah?" tanya pak Vand pada Mini dan Rika, mereka segera mengangkat tangan dengan bangga mengakui itu ulah mereka. Pak Vand hanya menggelengkan kepalanya. "Segera ke kelas kalian" perintahnya.
Aku bersama Rika dan Mini berjalan lebih dulu ke kampus.

Sepanjang koridor teman-teman lainnya memberi ucapan selamat padaku bahkan beberapa dari mereka mengusap perutku.

"Usianya baru masuk 4 minggu, belum kentara" terang ku senang melihat mereka perduli dengan keadaan bayiku.

Tak lama aku merehatkan diri duduk di kursi ku, pak Vand pun tiba dan siap melakukan kewajibannya sebagai seorang pengajar.

Rasanya benar-benar bahagia sekali. Di rumah aku bisa melihat suamiku, di kampus aku pun bisa melihatnya,. Intinya setiap hariku selalu di isi olehnya.

"Bumil kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Mini duduk di samping kiriku.

"Ini pengaruh anakku yang senang melihat papahnya"

"Ibu dan anak sama-sama bucin" balas Mini.

"Setuju" timpal Rika duduk di samping kanan ku.

"Riana,.." panggil pak Vand.

"Iya lak?"

"Perutmu tidak apa-apa?"

"Tidak pak,. Cuma saya lupa bawa air putih"

"Bumil memang harus banyak-banyak minum air putih, itu baik untuk bayi juga bumil sendiri"

Sela salah seorang siswi yang telah memiliki anak, pak Vand segera menelpon pelayan kantin memesan sebotol air mineral untuk ku.

"Iya untuk Riana istri saya" katanya melalui sambungan telepon membuat seisi kelas riuh. "Sirik" canda pak Vand mengudang tawa.

"Lagian pak Vand bikin iri, mana kita masih banyak yang singel" seru salah seorang siswi.

"Iya nih" imbuh yang lain

Tok! Tok!

"Air putihnya pak"

Pak Vand membawakan sebotol air mineral pada ku.

"Ini air minumnya sayang" ucap beliau kembali membuat kelas riuh.

"Tidak asik ah,! Tidak jadi belajar kita!" gerutu mereka bercanda.

"Bagaimana bisa cepat ada jodoh kalau gampang merajuk" sahut pak Vand membuat pelajar pria setuju.

Setelah saling melempar canda beliau mulai mengajari kami dengan gayanya yang tenang dan berwibawa. Dan saat itu tak ada kata suami istri antara kami, beliau kembali pada kode seorang dosen yang ketat nan tegas terhadap apapun dan siapapun.

"Duluan yah Rin" pamit Rika dan Mini, kami berpisah di halaman parkiran.

Ku putuskan menunggu pak Vand di dalam mobil sembari menyejukkan diri dengan pendinginan. Selang hampir setengah jam pak Vand menyusul ku ke mobil.

Cup

Beliau mengecup dahiku sesaat menutup pintu.

"Capek yah nunggunya?"

"Saya butuh rebahan pak sesegera mungkin, pinggang saya pegal" gerutuku.

"Siap Nyonya, go home"

Beliau mengajak gas meninggalkan halaman parkiran kembali pulang ke rumah setelah melakukan tugas kami di kampus.

"Kira-kira anak kita cowok apa cewek yah?" tanya ku mengusap perutku yang masih rata.

"Apapun yang penting sehat, anak dan ibu sama-sama sehat"

"Pak,.."

"Iya sayang?"

"Saya lagi kepengen sesuatu"

"Apa itu?" aku diam ragu untuk meneruskan ucapanku, takutnya beliau tak percaya. "Apa sayang? Kamu butuh apa?"

"Tapi janji yah di kasi"

"Iya, apa itu?"

"Mmm.. saya mau mainin puting pak Vand"

Citttt...

Beliau menginjak rem tiba-tiba. "Maaf, kamu sama anak kita tidak apa-apa kan?" Beliau yang khawatir mengelus perut ku, menanyakan keadaan ku juga keadaan anaknya.

"Kamu serius ngidam itu?"

Ku lihat ekspresi di wajahnya tampak terkejut, tapi itu wajar sih, aku sendiri bingung dengan ngidam ku yang aneh-aneh. Ku rasa benar yang dikatakan Mini jika aku dan anakku sama-sama bucin ke pak Vand.

"Bagaimana? Boleh yah" mohonku sedikit mengerucutkan bibir

"I-iya, tapi tidak saat ini juga kan?"

"Lebih bagus lagi kalau tidak di tunda"

"Iya tapi masa di sini? Di rumah saja yah biar kamu bebas mainnya" bujuknya.

"Haha... Ok"

Di usap nya perutku. "Anakku ini maunya aneh-aneh yah" ucapnya. "Main pakai apa?" tanyanya.

"Mulut" jawabku bercanda

"Waduh,! Bisa-bisa yang di bawah hidup sayang"

"Haha... Sudah janji loh tidak akan menolak"

"Tapi kalau di bawah bangun tanggung jawab yah"

"Haha... Yah jangan di bangunkan"

"Boleh yah nak papah menjenguk mu" katanya pada perutku yang ia usap.

"Pak Vand,! Ih,!" ku pukul lengannya pelan. "Bicaranya kok begitu, anak kita bisa dengar tahu"

"Tunggu papah yah nak menjenguk mu haha..." beliau makin usil.

Sore itu menuju jalan pulang kami saling melempar canda, meninggalkan suara tawa kami berhamburan di jalan yang kami lalui.

Istri Tersembunyi Pak DosenKde žijí příběhy. Začni objevovat