Bab 45. Gejala Aneh

17.9K 517 6
                                    

"Apa rencana kita selanjutnya?" tanyaku menengadah menatapnya masih di dalam pelukannya.

"Bagaimana jika saya tidak akan menjadi dosen lagi?"

Beliau terlihat santai tak tampak takut jika itu benar terjadi.

"Yah pak Vand tetap suami saya"

Beliau terkekeh menguyel-nguyel kedua pipiku seperti seseorang yang gemas.

"Ayo tidur siang, sudah lama kita tidak tidur siang"

Kami pun memutuskan bersantai dengan berbaring di atas tempat tidur milik nya sembari bercerita. Lalu tiba-tiba pusing kepalaku melanda, entah mengapa sudah beberapa hari ini aku sering merasakan pusing juga kelelahan padahal kegiatanku setiap harinya sama saja.

"Kamu kenapa?"

"Tidak tahu pak, beberapa hari ini saya sering sakit kepala, rasanya juga saya mudah lelah"

"Selama ini kan kamu selalu sibuk mengurus rumah juga mengurus saya, belum lagi kegiatan kuliahmu, kamu pasti kecapean sayang"

"Mungkin,"

"Ayo kita ke dokter"

"Tidak usah, mungkin setelah tidur siang saya baikan lagi"

Aku berbalik membelakanginya, mencari posisi tidur lebih nyaman. Beliau memelukku, tangan nya menelusup kedalam baju yang ku kenakan, mengusap perutku lembut.

Aku heran juga bingung mengapa beliau melakukan itu padahal tak ada apa-apa di dalam yang ia usap.

"Pak,"

"Semoga segera isi yah" katanya di telingaku seakan berharap membuatku makin keheranan.

"Pak Vand mau saya hamil?"

"Iya, agar pernikahan kita lebih lengkap" ia makin mendekapku. "Kamu belum siap yah jadi ibu?"

"Kenapa tidak siap, semua kekhawatiran dan ketakutan saya sudah hilang, sekarang orang-orang tahu saya istri pak Vand, saya siap jadi ibu"

Memiliki anak bersama pak Vand salah satu keinginanku.

"Good, ayo usaha lagi?"

"Haha... Pak Vand ih,! Ayo"

Siang itu hari yang sangat membahagiakan bagi kami, meski kami mungkin tak akan kembali lagi ke kampus, tapi hikmahnya kami tak perlu sembunyi-sembunyi lagi. Pernikahan kami sekarang nyata dan di ketahui semua orang yang mengenal kami, sekarang namaku akan menjadi lebih panjang dari sebelumnya, ya itu Riana Davina Ivandra atau bisa di panggil Ny. Ivandra.

Melihat cahaya matahari perlahan terbenam, aku bangun dari tempat tidur berpindah ke kamarku. Ku bersihkan diriku sebelum menyiapkan makan malam. Tapi lagi-lagi sakit kepala menyerang, bahkan leherku rasanya geli sekali terus saja ingin muntah.

"Apa benar yah kata Pak Vand kalau aku kecapean?" Gumamku seorang diri, tiba-tiba sesuatu sarasa naik keatas leherku, aku segera ke wastafel membuangnya dengan muntah-muntah. Ada apa denganku? Aku tidak pernah merasakan seperti ini sebelumnya, rasanya sangat tidak enak sampai-sampai aku terus ingin muntah.

Ku putuskan berbaring sebentar sebelum memasak. Ku upayakan bangun menyiapkan makan malam, tapi rasa geli di leherku makin menjadi-jadi padahal aku belum makan apa-apa sedari tadi siang.

"Uwek... Uwek... Huuufft Apa aku sakit yah"

"Kamu kenapa?" tanya pak Vand berjalan cepat ke arahku terlihat khawatir, mungkin beliau mendengar aku mual-mual.

"Itu.. Saya tadi... Salah makan" kilahku tak ingin membuat beliau khawatir.

"Ya ampun sayang, saya pikir kamu kenapa?"

"Maaf, pak Vand lanjut tidur lagi saja"

"Saya sudah tidak mengantuk, oh iya sementara kamu menyiapkan makan malam biar saya pindahkan barang-barangmu ke kamar"

"Makasih sayang,"

Ia tersenyum berlalu ke kamarku mengemasi barang-barang milik ku memindahkan ke kamarnya. Semua kebutuhan pribadi ku di pindahkan ke kamar beliau, begitupun meja belajar

"Pak...! Makan malamnya sudah siap.." panggil ku dari arah dapur.

"Iya sayang,.! Saya mau mandi dulu"

Ku tunggu beliau di meja makan dengan perasaan letih, padahal itu hanya menyiapkan makan malam seperti yang selalu ku lakukan, tapi mengapa aku seletih seolah-olah membereskan seluruh ruangan.

"Aku harus ke dokter besok" ujarku lesu.

"Kamu sakit?"

Aku terkejut mendapati beliau telah berada di meja makan.

"Tidak, cuma saya merasa lelah saja, kepala saya juga sering pusing, saya juga sering mual-mual"

"Kita ke rumah sakit sekarang yan" beliau benar-benar terlihat khawatir.

"Besok saja yah pak, ayo duduk"

Ku layani beliau seperti biasanya, saat baru sesuap ia menikmati masakan buatan ku, dahi beliau mengerut sedikit memiringkan kepalanya seolah berpikir.

"Ada apa pak?"

"Kamu pake penyedap rasa instan yah?"

"Oh itu,. Saya tidak tahu rasanya geli sekali melihat bulir-bulir micin sama garam, jadi saya ganti penyedap rasa"

"Loh! Kok begitu?"

"Tidak tahu, saat saya menyendok buat ditambahkan ke masakan, saya langsung mual-mual"

"Hah! Sepertinya kamu benar-benar harus ke dokter"

"Oh iya pak"

"Iya"

"Pak Vand bisa buat teh sendiri dulu?"

"Kenapa?"

"Bulir-bulir gula itu.."

"Gula juga?"

Ekspresi terkejut di wajahnya membuatku tersenyum.

"Iya, maaf yah"

"Kita benar-benar harus ke dokter besok"

"Haha... Maaf yah pak masakannya pasti tidak enak"

"Kalau begitu senyum lah agar makanan ini enak"

Aku justru tertawa terbahak-bahak mendengar bualan nya. Baru kali ini ku dengar beliau menggombali.

Setelah makan malam bersama-sama kami merapihkan barang-barang ku di kamarnya. Lebih tepatnya beliau yang merapihkan dan menata barang-barangku, bahkan beliau juga yang menyusun pakaianku ke dalam lemarinya, aku hanya duduk di atas tempat tidur, kadang juga berbaring.

Bukan karena kurang ajar tapi beliau yang tak mengijinkan aku bergerak, aku di perintahkan istirahat saja.

"Ahhh,.. Beres" erangnya meregangkan tubuhnya, tampak sangat kelelahan sedari tadi bergerak kesana-kemari.

"Sini pak istirahat" panggilku menepuk-nepuk tempat tidur.

"Sebentar, saya mau mandi dulu"

"Kan sudah mandi tadi"

"Gerah sayang, keringat"

Beliau pun masuk kedalam kamar mandi kembali membersihkan dirinya.

Istri Tersembunyi Pak DosenWhere stories live. Discover now