Bab 41. Menolak Menerima 🔞

19.9K 513 4
                                    

Beliau tak membiarkan tanganku terlepas dari tangannya barang sebentar saja hingga kami memasuki halaman rumah.

Kami terkejut mendapati mobil mertuaku juga mobil Emilia terparkir di halaman kediaman kami. Di samping ku pak Vand menghela nafas gusar.

"Bagus lah jika semua orang ada di sini" seru beliau menoleh kearah ku memberikan selarik senyum kentara sekali beliau gugup.

Ia turun lebih dulu membukakan pintu untuk ku, dan kembali menggenggam tangan ku erat, bersama-sama memasuki rumah.

"Selamat malam.. Kebetulan semua ada di sini, aku ingin menyampaikan sesuatu" kata pak Vand berdiri di depan semua orang yang seolah menunggu kedatangan kami.

"Mengatakan kalian telah menikah" potong buk Gina.

"Syukurlah jika semuanya telah tahu, mohon restui kami" sergah pak Vand

"Seharusnya kamu menjelaskan itu tiga bulan yang lalu!!" bentak buk Gina geram, entah dari mana beliau mengetahui usia pernikahan kami.

"Riana!" panggilannya padaku. "Saya menyayangi kamu karena saya salut dan prihatin sama kamu! Tapi bukan berarti saya akan menerima kamu menjadi menantu!!"

"Jangan salahkan Riana mah" sela pak Vand menyembunyikan ku di belakang nya.

"Lalu salah siapa!? Salah kami karena kami sangat mempercayainya! Bagaimana bisa kamu membodohi kami Ivand! Jika bukan tantenya Riana yang mengirim sesuatu kesini beserta surat yang mendoakan pernikahan kalian kami akan terus di bohongi!!"

"Maaf, tapi kami saling mencintai mah"

"Apa yang kamu harapkan Riana dari pernikahanmu dengan anak saya!? Restu? Posisi menantu dan menjadi bagian dari kami? Tidak! Posisi itu tidak pantas untuk mu!"

Aku hanya bisa diam menerima kemarahan beliau yang kecewa. Aku tak tahu harus mengatakan apa, karena semua ini memang salah iami, yang tak jujur sedari awal, juga ini keinginan kakek ku.

"Mah, bicaralah padaku, Riana tidak salah apa-apa" pak Vand sama seperti dulu, tetap kukuh membelaku.

"Kenapa? Kamu tidak terima mamah berbicara dengannya sebelum mengatakan menantu!!"

"Tidak buk" selaku

"DIAM KAMU!!"

Aku terperanjat terkejut, kembali aku bersembunyi di belakang pak Vand.

"Mamah minta akhiri pernikahan kalian!" titah beliau

"Tidak mah, aku mencintai Riana" pak Vand menolak, tetap kukuh mempertahankan pernikahan kami.

"Mamah minta sekali lagi, akhiri pernikahan kalian! Atau kamu akhiri hubungan dengan mamah Ivand!"

Ku lepaskan tanganku dari tuhan pak Vand mendengar ancaman mamah mertua ku yang tentu hanya satu pilih nya, ya itu dirinya,. Dan memang sepantasnya pak Vand memilih keluarganya di bandingkan diriku.

"Tidak ada pilihan apapun yang sebanding dengan orang tua, aku akan selalu memilih mamah,. Tapi aku tidak bisa meninggalkan istri ku mah" terang pak Vand lirih di beri pilihan sulit.

"Ayo, Ivand tidak lagi menganggap kita keluarganya"

Buk Gina dan yang lain berdiri dari dudukan mereka hendak pergi.

"Mah, jangan seperti ini" pinta pak Vand lirih, menahan tangan mamah nya menatap beliau memohon.

"Mulai lah untuk tidak memanggil mamah"

Seperti aku yang tercengang mendengar ucapan mamah mertuaku, pak Vand pasti tak kalah tercengang mendengar ucapan ibunya yang seolah memutuskan ikatan ibu dan anak antara mereka.

"Sekarang bagaimana pak? Semua orang kecewa" aku khawatir ikatan antara mereka benar-benar putus karena aku.

"Masih ada pernikahan kita, biarkan mereka tenang dulu" bujuk nya menggenggam tanganku, menatap ku sedih. Dengan menyatukan tangan kami dalam genggaman, beliau membawaku ke kamarnya.

Sesaat menutup pintu kamar, beliau justru terdiam, pandangan nya tunduk tampak lesu,. Aku tahu beliau pasti sangat bingung saat ini.

Ku bawa ia ke tempat tidur, ku dudukkan ditepi tempat tidur. Ku tanggalkan sepatu, kaos kakinya, juga kemejanya dan ikat pinggangnya. Terakhir ku lepas jam tangan yang ia kenakan agar beliau bisa beristirahat dengan nyaman.

"Istirahat yah pak"

Ku rebahkan tubuh beliau, dan ku tarik selimut menutupi tubuhnya.

Ia menyentuh wajahku, serta menatap ku dengan bola matanya yang bergetar di penuhi kebingungan.
Lalu tiba-tiba beliau bangun memagut bibirku.

Ku rasa ini bukan waktu yang tepat untuk hal seperti itu, tapi jika aku bisa menenangkan dan menghiburnya dengan hal itu maka akan ku berikan.

Aku diam tanpa perlawanan saat beliau merebahkan ku, melucuti pakaianku satu persatu lalu menurunkan tubuhnya yang tak memakai apa-apa di atas ku.

Beliau menatapku lekat, menyatukan dahi kami seraya menggerakkan ku untuk yang ketiga kalinya dengan perasaan berbeda kali ini di liputi kesedihan dan kebingungan yang sama-sama kami rasakan.

Ku lihat beliau sedikit tenang seolah diriku bisa menjadi obat untuknya, tapi jika memang demikian, akan ku lakukan meski beliau tak sakit sekalipun.

Terkadang gerakannya menghipnotis ku melenguh nikmat, terkadang juga gerakannya membuatku merintih perih seperti seseorang yang sedang marah.

"Saya menyakiti mu?" tanyanya

Air mataku terjatuh melihat kebingungan di wajah suamiku.

"Tidak pak"

"Lalu kenapa kamu menangis?"

"Saya bahagia kita kembali bersama"

"Riana..

"Ssttt..." ku tutup mulutnya tak ingin ia tersiksa oleh kekhawatirannya untuk saat ini. "Biarkan saya mengobati pak Vand"

Ia tersenyum makin menurunkan tubuhnya bergerak lebih tenang dan bergairah, mengobati dirinya dari sedih yang ia rasakan.

Di sela sedih yang berkecamuk, perasaan nikmat mengalihkan ku. Ku tatap wajahnya yang kini terlihat lebih baik, sesekali ia tersenyum menatapku sayu terlihat puas.

"Lakukan pak, lakukan apa yang pak Vand inginkan"

Ku biarkan beliau mengobati dirinya dengan caranya.

"Saya sangat mencintai kamu Riana" katanya mengerang, makin melajukan temponya membuatku bergerak hebat di bawah kukungan nya.

"Saya juga pak"

Wajah kami bertemu, deru nafas kian berat nan bergetar, tapi tak mengurangi temponya, hingga bersama-sama menuju puncak yang kamu dambakan.

Istri Tersembunyi Pak DosenWhere stories live. Discover now