Bab 7. Pak Vand Suamiku

21.3K 690 2
                                    

Seketika tanganku dan tangan Pak Vand terlepas mendengar ucapan kakek. Meski aku sangat mengagumi pak Vand selaku dosenku, tapi tak ada keinginanku memiliki kedekatan khusus dengan beliau, apa lagi sampai terikat tali pernikahan.

"Kakek, apa maksud kakek?"

Aku masih tidak percaya dengan apa yang kakekku ucapkan barusan.

"Maaf pak, saya tidak mengerti dengan maksud anda"

Pak Vand pun tampak demikian

"Saya ingin ada seseorang yang menyayangi cucu saya, juga melindunginya, dan saya melihat itu dari anda" nafas kakek terdengar sesak, berucap kesusahan.

"Saya melakukan itu karena Riana siswi saya" sergah pak Vand

"Kakek, kakek istirahat saja yah" bujuk ku menyela, aku tidak ingin membuat pak Vand terbebani akan permintaan kakek.

"Kalau kakek istirahat kakek tidak akan bangun lagi nak"

"Kakek jangan bilang seperti itu" aku kembali menangis hingga sesegukan.

"Pak,." panggilnya lagi dengan nafasnya yang kian sesak membuat kami semua khawatir. "Pak, saya tidak pernah memohon pada siapapun, hanya pada anda saya melakukannya" imbuh kakek terus memohon pada pak Vand, lagi kembali ia menyatukan tangan kami lebih erat.

"Riana, menikahlah nak dengan pak Vand, itu permintaan terakhir kakek" aku benar-benar sedih juga bingung sekarang. "Pak, saya serahkan cucu saya pada anda" kakek pun meminta lagi pada pak Vand. Di mana keadaan beliau makin mengkhawatirkan.

"Dokter bagaimana dengan ayah saya?" tanya tanteku pada dokter yang juga berada di dalam ruangan bersama kami.

"Apa tidak sebaiknya kita lakukan saja keinginan beliau?"

Dokter malah mengusulkan seolah mendukung keinginan kakek.

"Tapi bagaimana bisa kami memaksa seseorang untuk menikah" sahut tanteku.

"Yang saya khawatirkan hidup kakek Gun tidak akan lama lagi"

Ucapan dokter membuat suasana makin genting. Aku benar-benar kebingungan dan hanya bisa menangis saat ini.

"Saya akan melakukannya" sela pak Vand mengguncang keheningan, membuat semua pasang mata mengarah padanya, menatap ia tercengang.

"Maksud pak Vand?"

"Kita lakukan keinginan kakekmu"

Ia menyetujui, tapi terlihat setengah hati. Aku diam sejenak berpikir akan hal itu, apa keinginan kakek ku itu benar untuk kami lakukan?.

Setelah bergelut dengan perasaan ku sendiri, aku mengangkat pandangan menatap pak Vand dosenku yang ku anggap pahlawan,. Aku akan percaya padanya, begitupun soal permintaan kakek.

"Bisa kami mengadakan pernikahan di depan kakekku?" tanyaku pada dokter tak ingin berpikir lebih lama lagi, hanya membuat keadaan kakek makin buruk.

"Bisa, tapi harap tidak mengganggu pasien yang lain"

Tanteku mulai menghubungi beberapa anggota keluarga terdekat meminta datang ke rumah sakit sebagai saksi. Aku dan pak Vand meninggalkan ruang perawatan menunggu di depan kamar kakek di rawat.

Sesekali aku menoleh pada nya yang melamun menatap lurus ke depan,. Aku mengerti, ia pasti masih bingung dengan situasi ini, dan tak sepenuhnya yakin, karena aku pun begitu.

"Riana, Pak Vand, ayo masuk" panggil tante ku di depan pintu.

"Iya tante, kami ingin bicara dulu"

Tanteku mengangguk ki membiarkan kami berbicara berdua terlebih dahulu. Aku bangun dari duduk ku berpindah duduk di samping pak Vand. Ia menoleh menatap ku.

"Pak Vand yakin dengan hal ini?" aku ingin memastikan lagi meski aku tahu kami sama-sama terpaksa.

"Kakekmu mungkin tidak memiliki banyak waktu lagi, melihatmu menikah adalah keinginan terbesarnya"

Kembali ia menatap lurus-lurus ke depan, pada dinding bercat putih.

"Tapi pak, pernikahan itu akan mengikat kita"

"Saya tahu, saya tahu itu, saya akan bertanggung jawab sama kamu"

Ia kembali menoleh kearah ku, mengukir senyum memperlihatkan ia siap dan tak apa-apa dengan pernikahan yang akan kami lakukan.

"Saya akan berusaha berbakti pada pak Vand" ujarku bersungguh-sungguh berjanji pada diri sendiri akan berbakti dan berguna untuknya nanti. Bersama kami memasuki ruang perawatan.

"Bagaimana siap saksi?" tanya penghulu, para saksi tak lain anggota keluargaku menyahut berkata siap. Aku pun kembali gugup mendekati ijab kabul akan berlangsung.

"Kedua mempelai siap?"

Aku menoleh pada pak Vand yang juga menoleh padaku, kami berdiri berdampingan di samping kakek yang terbaring makin lemas.

"Siap" jawab kami bersamaan

Pak Vand mengulurkan tangan menyambut tangan penghulu di atas tubuh kakek yang kian lemas mengkhawatirkan.

Aku dan saksi terdiam mendengar ijab kabul berlangsung. Lagi aku menoleh pada pak Vand yang mantap mengucapkan ijab kabul tanpa ada hambatan apapun.

Aku tidak menyangka, aku benar-benar akan dipersunting oleh dosenku sebentar lagi.

"SAH!!!"

Seru semua saksi menandakan kami resmi menjadi sepasang suami istri.

Sejenak kami kembali terdiam saling memandang,. Kini aku tak hanya memiliki kewajiban sebagai seorang pelajar, tapi juga seorang istri,. Dan ku harap pak Vand menerima ku sebagai istri nya, bukan semata-mata demi kakek.

Aku dan pak Vand meminta restu pada kakek dan nenek, tak lupa juga pada anggota keluargaku yang lain.

"Jaga dan sayangi cucu saya" pinta kakek pada pak Vand, keadaan beliau bertambah lemas.

"Iya pak" sahut pak Vand suamiku terdengar bersungguh-sungguh.

"Hormat dan berbaktilah nak pada suamimu" pesan kakek pada ku.

"Iya kek"

Ku genggam dan ku cium tangan kakek yang keriput nan lemah, hingga meluruhkan air mata ku membasahi punggung tangan beliau. Lalu ku rasa tangan kakek kian lemas bertambah lemas hingga beliau menutup mata untuk selamanya.

Istri Tersembunyi Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang