Bab 35. Bertengkar

16.9K 515 10
                                    

Setelah pesanku beliau terlihat lebih menjaga jarak dari mantan istrinya, tak seperti tadi ia seakan lupa ada aku istrinya satu meja dengannya.

"Saya duluan yah mah" pamit Emilia menyebut mantan calon mertuanya dengan sebutan mah,. Ia pun cipika-cipiki dengan buk Gina dan Ivanka, dan hendak mendekati pak Vand,.

"Ehhem!"

Aku berdehem cukup keras memberi kode pada pak Vand, beliau melirik ku sepintas lalu meraih tangan Amelia yang hendak menyentuh nya mungkin juga untuk cipika-cipiki, menggantinya dengan salaman.

"Iya nak hati-hati, coba kamu tidak bawa mobil, bisa di antar sama Ivand" sahut buk Gina tampak jelas beliau sepertinya masih menyukai mantan menantu nya itu.

"Terima kasih buk, lain kali saja mungkin"

Mereka semua tersenyum seraya melambaikan tangan pada Emilia yang pergi lebih dulu dengan mengendarai mobil nya seorang diri.

"Emilia sangat senang bertemu denganmu nak, cobalah untuk lebih santai lagi padanya" kata buk Gina  seolah mendukung mereka kembali bersama. Aku tak boleh diam saja atau aku akan di tikung oleh masa lalu suamiku.

"Riana mau saya antar?" Ucap Ivanka menawari ku.

"Biar saya yang mengantar Riana" sergah pak Vand menawarkan diri, kami pun pulang bersama ke rumah seusai makan siang dan aku pun makan hati.

"Kamu tidak ke kampus?" tanya pak Vand sembari menyetir.

"Pak Vand sendiri tidak ke kampus?" aku berbalik tanya.

"Saya ini dosen"

"Hanya karena pak Vand seorang dosen bukan berarti pak Vand boleh seenaknya membuat saya dan teman-teman lainnya menunggu"

"Bukan berarti kamu juga tidak mengikuti pembelajaran,!"

"Saya belajar kok, saya belajar untuk menjaga pernikahan saya,!"

"Pembelajaran yang saya maksud bukan itu,!"

"Tentu bukan itu karena pak Vand tidak memikirkan pernikahan kita,!"

Beliau menepikan mobilnya menoleh menatapku marah.

"Apa maksud kamu?! Saya juga memikirkan pernikahan kita!"

Kami mulai beradu argument dengan intonasi tinggi, saling mengembalikan kata-kata dengan kemarahan.

"Oh ya,? Kalau pak Vand memikirkan pernikahan kita pak Vand tidak akan ada di sana! Alih-alih membahas lebih dulu pada saya selaku istri pak Vand, pak Vand justru pergi diam-diam!"

"Saya tidak pergi diam-diam!"

"Sama saja! Pak Vand tidak membahas lebih dulu pada saya apa lagi meminta ijin!"

"Itu hanya pertemuan biasa! Tidak perlu meminta ijin!"

"Yang biasa ke berapa!? Apa obrolan biasa seperti tadi!? Mantan istri pak Vand terus bersikap menunjukkan perhatiannya untuk apa!? Seharusnya tidak usah karena dia hanya masa lalu!!"

Aku benar-benar kesal lebih ke marah. Mungkin ini pertengkaran pertama kami selama menikah.

"Hanya bersilaturahmi!!"

Balasan nya tak kalah lantang dengan nada tinggi terdengar marah.

"Kok pak Vand jadi marah sama saya karena saya bahas mantan istri pak Vand!"

"Sikapmu terlalu berlebihan Riana! Kekanak-kanakan!"

"KARENA SAYA MENYAYANGI PERNIKAHAN KITA!!" aku benar-benar kesal, hingga dadaku kembang kempis hebat. "Kenapa? Pak Vand bahkan tidak mau membalasnya kenapa? Sekarang pak Vand goyah setelah kehadiran mantan istri pak Vand?"

"Riana saya...

Hendak ku buka pintu untuk turun saja, beliau justru menguncinya dari dalam.

"Pak buka!"

"Riana jangan kekanak-kanakan!"

"Beginilah saya apa adanya yang mencintaimu pak! Buka pintu nya pak!"

"RIANA!!

Tak ku perduli, aku bergerak kearah nya membuka sendiri kunci pintu mobil itu lalu aku turun menatapnya kesal dari tempat ku berdiri. Kedua tangan ku mengepal di kedua sisi meredam marah. Dan tanpa bertanya atau apa lah beliau kembali menutup pintu lalu melajukan mobilnya meninggalkanku di sana, di tepi jalan, di bawah terik matahari.

Air mata ku yang ku tahan terjatuh dengan bebasnya melihat beliau tega meninggalkanku. Mau ku ia membujuk ku lalu meminta maaf dan berjanji tak akan lagi menemui mantan istri nya, bukan malah di tinggal begitu saja. Aku merasa pernikahanku benar-benar akan hancur sebelum memiliki tempat di hati keluarganya.

Ku pejamkan mataku berusaha menghentikan air mataku yang terjatuh tak tertahankan. "Aku mohon kembalilah" pintaku dalam hati hingga tubuhku terselak-selak menahan tangis.

Di tengah harapku terdengar bunyi kendaraan berhenti tepat di depanku. Ku buka mata melihat itu mobil pak Vand suamiku kembali. Beliau segera turun dari mobilnya berjalan cepat kearah ku memelukku erat.

"Maafkan saya, maafkan saya" katanya terdengar bersalah.

"Kenapa pak Vand meninggalkan saya?" tangisku makin tak terbendung.

"Maafkan saya"

"Pak Vand ingin membuang saya?"
tangisku bertambah-tambah pecah, begitupun pelukannya bertambah erat.

"Tidak"

"Kalau pak Vand ingin mengakhiri pernikahan kita tinggalkan saya dengan cara baik-baik bukan langsung berpaling pada orang lain"

Ia menguraikan pelukan, menangkup kedua pipiku, menatapku lekat dengan matanya yang basah tampak beliau juga menangis.

"Sedikitpun saya tidak ada niat untuk mengakhiri pernikahan kita, saya mencintai kamu, saya mencintai pernikahan kita, saya tidak akan meninggalkanmu" terangnya terdengar bersungguh-sungguh.

"Kalau begitu tolong berhenti bertemu dengan mantan istri pak Vand, saya mohon"

"Iya, saya janji" ia mengecup dahiku dalam nan lama seakan tak ingin lepas. "Nah menangis lagi kan" ucapnya mengeringkan kedua pipiku.

"Saya menangis karena pak Vand,!" kesal ku memukul dadanya.

"Maaf, sudah yah nanti matamu bengkak" bujuknya mencubit pipiku.

"Biarin,! Biar pak Vand selalu merasa bersalah karena pak Vand saya menangis,!"

Ia tersenyum kembali menarikku kedalam pelukannya.

Istri Tersembunyi Pak DosenWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu