Bab 27. I Love You

17.3K 568 2
                                    

Ku buka pintu kamarku untuk pertama kalinya setelah hampir dua bulan ku tinggalkan. Pak Vand masuk sembari melihat-lihat foto-foto yang ada di dalam sana, di mana aku tengah menyiapkan tempat tidur untuk kami.

"Pak,.." panggilku dari arah tempat tidur.

"Iya"

"Sini istirahat"

Ia meninggalkan tempat nya berjalan kearah ku lalu naik keatas tempat tidur berbaring lebih dulu. Ku tarik selimut menutupi tubuhnya setelah itu aku turun dari tempat tidur, tapi ia menahan tangan ku.

"Kamu mau kemana?" tanya nya

"Mau...

"Tidur di sini saja yah" potongnya.
Entah mengapa aku merasa malu mendengar suamiku mengajak tidur bersama. "Apa yang kamu pikirkan?" tanyanya usil

"Ti-tidak"

"Mikirin apa hayo,? Mukamu jadi merah begitu"

"Tidak, saya tidak memikirkan apa-apa" aku kembali mencoba turun dari tempat tidur

"Di sini saja" pintanya lagi

"Iya, saya mau ambil sesuatu dulu untuk pak Vand"

Ku tinggalkan beliau turun ke lantai bawah mengambil ranselku lalu kembali lagi ke atas kamar. Ku dekati beliau yang duduk di atas tempat tidur yang tampaknya menunggu.

"Ini Pak" ku berikan padanya apa yang telah ku perbaiki sebagai permintaan maaf.

"Apa ini?"

"Buka saja"

Ia meraih kotak kacamata itu lalu membuka nya, di mana aku terus tersenyum menunggu reaksinya membuka kotak yang ku berikan itu. Aku harap ia suka dengan hasilnya.

"Saya bisa beli lagi kok" sahutnya.

Bukannya mengatakan terima kasih melihat kacamatanya yang kembali baik, beliau malah ingin membeli yang baru. Aku sempat kecewa, aku merasa usahaku sia-sia.

"Yah,. Rugi dong, mana saya tunggu sejam lagi" cemberut di wajahku tak ku buat-buat, aku benar-benar lesu, tanggapannya tak sesuai ekspektasi ku.

"Seharusnya tidak perlu"

"Yah sudah jika pak Vand mau beli yang baru, biar saya simpan yang itu"

Aku hendak mengambil kacamata itu dari tangannya tapi ia malah menjauhkannya dari ku.

"Untuk apa saya beli yang baru kalau ini sudah bagus, di kacamata ini juga ada perhatian dari istriku" Aku lega usahaku tak sia-sia. "Saya simpan dulu yah, kan mau tidur
Ia meletakkan kacamata itu ke atas nakas di samping tempat tidur lalu kembali ke posisinya berbaring menatapku. Lagi-lagi seluruh sendi-sendi tubuhku rasanya melemah di tatap seperti itu olehnya.

"Ayo tidur"

Ia menarik tangan ku. Ku turun kan diriku menggapai bibirnya, memagut nya pelan seperti pertama kali aku melakukan itu dengannya. Ia menahan rambutku mungkin agar tak mengganggu apa yang sedang kami lakukan. Dengan mata terpejam aku benar-benar menikmati ciuman kami, aku tak merasa malu ataupun canggung, karena ia membalas lebih bergairah lagi.

Dengan ringan ia mengangkat ku melewati tubuhnya, merebahkan ku di samping nya tanpa menghentikan gerakan bibirnya ia hendak melepaskan bajuku.

"Pak!" ku tahan tangannya. "Saya masih halangan" seketika ia menjadi lesu. Ia berbaring terlentang di sampingku menghela nafas panjang.

"Haha... Maaf yah pak"

"Sudah, ayo tidur" ia menarikku kedalam pelukannya, memeluk ku erat sebagai ganti mungkin tak bisa menyentuh ku lebih.

Ku buka mata menengadah menatapnya di dalam pelukannya, ku lihat ia memejamkan matanya terlihat nyaman. Aku lega kami kembali berbaikan. "Ayo tidur" titahnya membenamkan wajahku ke dada bidangnya.

Keesokan harinya setelah memastikan keadaan nenek sudah jauh lebih baik, kami kembali pulang ke kota bersama-sama di sore hari.

Berkali-kali ku lirik ia yang sedang menyetir. Ketika ia diam terfokus akan suatu hal, kharismanya sangat kental. Ia terlihat tenang dan berwibawa.

"Kenapa kamu melihat saya terus?" Pertanyaan nya membuatku tersadar dari memandanginya.

"Ingin saja"

"Awas, nanti kamu suka sama saya"

"Saya memang suka sama pak Vand" jawabku lampang membuat ia menghentikan mobilnya tiba-tiba lalu menoleh padaku.

"Apa tadi?"

"Saya suka sama pak Vand"

Ekspresinya makin jadi terkejut, guratan di dahinya kentara seakan tak mempercayai ucapanku.

"Pendengaran saya yang bermasalah atau kamu memang mengutarakan perasaan pada saya?"

Aku tertawa kecil mendengar beliau mengira aku membual setelah dulu aku pernah menggombali nya.
Ku tangkup kedua pipi nya, mendekat kan wajah ku pada wajah nya.

"I love you pak" ujarku jujur penuh perasaan. Beliau makin jadi menatap ku heran. Saat itu juga ku lepaskan kedua tanganku membuang pandangan ke luar jendela. Aku sedih juga malu beliau tak merespon ucapanku. Mungkin beliau tak memiliki perasaan yang sama dengan ku.

"Kenapa?" tanya nya mengusap kepala ku

"Maaf jikalau ucapan saya kurang ajar menurut" aku tak berani juga tak mau menatapnya.

"Tidak kok, ucapan mu tidak salah, sudah benar seorang istri mencintai suaminya"

Aku kembali menoleh kearahnya.

"Lalu bagaimana perasaan seorang suami pada istrinya?"

Berganti ia yang menangkup kedua pipiku, menatap ku dekat.

"Saya juga" jawabnya

"Juga apa?" aku ingin memastikan maksudnya sama dengan maksudku.

"Juga mencintai kamu"

"Lebih jelasnya"

"I love you too Riana"

Betapa bahagianya aku beliau menerima cintaku menandakan kami berpacaran. Ku sentuh kedua pipinya dan mengecup bibirnya, lalu ku peluk ia erat.

"Puaskan peluk di sini, atau di lanjut di rumah?"

"Di rumah"

Ku lepaskan pelukan membiarkannya mengemudi. Sesekali ia mengusap puncak kepalaku juga mencubit pipi ku seakan gemas, dan tak hentinya menorehkan senyum, tampaknya beliau pun bahagia dengan cinta yang tumbuh antara kami.

Istri Tersembunyi Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang