Bab 23. Izin Bekerja

18.1K 534 2
                                    

Begitu turun dari mobil, kamu kembali terdiam di samping pintu masing-masing melempar tatapan. Lalu aku berjalan lebih dulu dan di susul olehnya.

Sesaat menutup pintu beliau segera berbalik kearah ku dan menyambar bibirku tiba-tiba.

Dengan ringan beliau menggendongku di depan, ku lingkarkan kedua kakiku ke tubuhnya, begitupun kedua tangan ku mengalung pada leher nya menahan diri membalas pagutan nya sembari ia berjalan kearah kamarnya.

Ia merebahkan aku keatas tempat tidurnya, lalu menindihku makin aktif menggerakkan bibirnya. Ku tepuk-tepuk pundaknya.

"Pak hmmpp saya lagi datang bulan"

"Hah! Oh iya, saya lupa" seketika beliau menjadi lesu,. Ia merebahkan diri berbaring di sampingku sama-sama menatap langit-langit kamarnya.

"Maaf yah pak, saya tidak bisa melayani pak Vand"

Aku merasa tak enak melewatkan kewajiban dalam melayaninya.

"Iya, tidak apa-apa, seharusnya saya bisa menahan diri meskipun kamu tidak datang bulan, kamu pasti masih kesakitan karena kemarin malam"

"Saya mau pungut jemuran dulu"

Segera ku tinggalkan beliau, menghindari perasaan yang tak karuan menyebabkan jantungku seakan hendak copot, hampir sekali kami mengulang kejadian tadi malam.

Aku hanya memungut jemuran lalu kembali kedalam kamar beristirahat. Rasanya perutku kian nyeri. Tak ingin membuat pak Vand berharap aku telah menyiapkan makan malam, ku putus kan mengirim pesan jika aku tak bisa banyak bergerak dulu.

"Pak, maaf yah saya tidak bisa masak untuk makan malam, perut saya nyeri sekali" pesanku. Tak lama berselang beliau datang ke kamarku.

"Riana.." panggilnya di ambang pintu, beliau masuk duduk di sampingku. "Kamu tidak apa-apa?" seraya beliau mengusap lembut kepalaku.

"Perut saya nyeri sekali pak" keluhan ku mungkin terdengar manja, tapi keluar begitu saja.

"Mau di belikan sesuatu?"

"Tidak usah pak"

"Memang kamu tidak butuh sesuatu?"

Aku ingat aku belum menyetok pembalut, tapi tak mungkin meminta beliau membelikan untukku. Tapi jika bukan ia yang membelikan aku tidak memakai pembalut.

"Saya butuh sesuatu" sergah ku

"Apa?"

"Pembalut"

"HAH!! Benda khusus perempuan!" Pekiknya terkejut, membuatku tak kalah terkejut pula.

"Tidak apa kalau pak Vand tidak bisa, biar saya saja yang membelinya" aku berusaha bangun sembari menahan nyeri hebat di perut ku.

"Tidak, tidak, kamu istirahat saja, biar saya yang belikan"

Beliau segera pergi membelikan untuk ku. Tak lama keluar dari kamar ku dengar suara kendaraan milik nya, ia benar-benar pergi membelikan untukku, eh! aku lupa memberi tahu detail pembalut yang ku inginkan, segera aku keluar menyusulnya.

"Pak...!"

"Iya"

"Pembalut daun sirih yang biasa, dengan pembalut malam, sama-sama pake sayap yah"

Ia malah melongo menatap ku.

"I-iya" jawabnya, terlihat jelas ia seperti masih mencerna ucapan ku.

Sembari menunggunya aku kembali rebahan menahan nyeri meringkuk dengan berbagai gaya hingga akhirnya aku ketiduran dan terbangun di pagi hari.

Istri Tersembunyi Pak DosenWhere stories live. Discover now