Bab 48. Jangan Sentuh Suamiku!

21.2K 528 1
                                    

"Alih-alih menyalahkan mamah, Riana justru mengerti dengan sikap mamah yang belum bisa menerimanya. Riana tidak pernah membahas tentang mamah pada ku dengan kemarahan karena dia menghargai mamah, dia tetap menganggap mamah mertuanya meski mamah tidak menganggapnya menantu" terang pak Vand makin meluruhkan air mata ibu nya, mungkin karena menyesali perbuatannya,. Ku harap demikian.

"Maaf kan mamah Vand, maafkan mamah nak, semoga orang suruhan papahmu bisa menemukan di mana Riana"

Pak Vand hanya mengangguk berlalu kedalam kamar mandi terlepas dari kamera yang ku pasang. Aku harap beliau tak melakukan hal yang tidak-tidak di dalam sana seorang diri dengan keadaan nya yang sedang bersedih seperti itu.

"Apa-apaan ini!" pekikku heran melihat dari kamera halaman depan Emilia datang. Aku mulai risau melihat mamah mertuaku mempersilahkan ia masuk kedalam rumah.

Meski telah ku dengar beberapa kali mamah mertuaku menyesal dan telah menerimaku, tapi aku tetap was-was beliau akan goyah dan kembali menyatukan suamiku dengan Emilia itu, terlebih lagi saat ini aku tak ada di rumah.

Aku tak bisa tinggal diam lagi, aku harus pulang, aku tak ingin ayah dari anakku di dekati wanita lain. Bersegera ku kemas pakaianku kedalam tas dan meninggalkan kamar hotel berlari ke tepi jalan menunggu taksi yang tepat ku pesan.

"Mbak Riana" sapa seorang sopir taksi. Segera kau naik dan memberitahu kan alamat kediaman pak Vand.

Baru saja taksi yang ku tumpangi tiba, aku segera turun tanpa menunggu kembalian.

Tanpa mengetuk pintu aku segera membuka daun pintu lebar-lebar bersegera menyusul suamiku yang ku rindukan. Dan betapa geramnya aku melihat Emilia memeluk suamiku.

"YAK!!" pekikku geram membuat  semua orang mengerjap menoleh menatap ku terkejut. Segera aku mendekat menarik keras Emilia menjauhi suamiku. "JANGAN SENTUH SUAMIKU!!" bentak ku menatapnya nyalang.

"Saya...

"Mbak pikir karena saya tidak ada di rumah berarti mbak bisa mendekati suami saya IYA!!"

"Riana,." pak Vand menarik ku dari menekan lengan Emilia. "LEPAS!" bentak ku pada beliau "Sebagai seorang istri saya punya hak untuk mengusir seseorang yang ingin merusak pernikahan saya! PERGI!!" Tak bisa ku tahan kemarahan ku saat ini.

"Sa-saya minta maaf, saya kesini untuk berpamitan dengan Ivand, tante juga om, saya akan kembali ke jepang" terang Emilia membela diri.

"Tunggu apa lagi, pergi lah segera!" Aku mungkin terdengar tak sopan.

"Saya pamit yah om, tante, Ivand"

Aku lega pengganggu rumah tangga ku akhirnya pergi. Kini tak ada lagi masa lalu yang akan mengancam pernikahan kami.

Aku menoleh pada pak Vand yang menangis menatapku. Juga kedua mertuaku pun menangis seraya tersenyum.

"Kamu kemana saja? Kenapa kamu pergi tanpa mengatakan apa-apa pada saya, kamu marah sama saya? Iya kamu marah sama saya?" cecar pak Vand nya yang kesal membuatku tersenyum. Ku tatap matanya yang di penuhi kesedihan.

"Maafkan saya pak"

"Jangan lakukan itu lagi Riana,!"

Aku tersenyum mengangguk, aku takkan kemana-mana lagi.

"Jangan pernah lagi pergi tanpa pamit padaku. Kau tidak memikirkan anak kita yang kamu bawa kesana-kemari"

Lagi aku tersenyum mendengar ceracau nya memarahiku.

"Maaf," ku usap kedua pipinya yang basah.  

"Riana" panggil mamah mertuaku menyela pertemuan haru kami.

"Iya buk"

"Mamah nak, panggil mamah"

Ucapan beliau terdengar seperti sebuah perintah, beliau mengikis jarak antara kami lalu memelukku kembali menangis. 

"Terima kasih mamah telah menerima saya"

"Mamah yang harusnya berterima kasih, selama ini kamu selalu membuat anak mamah bahagia..." beliau melepaskan pelukan berganti menangkup kedua pipiku. "Dan sekarang kamu memberi kami kebahagiaan akan hadirnya seorang cucu lagi" sambung nya.

Aku benar-benar bahagia, akhirnya sekian lama perjalanan asmaraku bersama pak Vand, mulai dari menyembunyikan pernikahan kami hingga tak mendapat restu, kini semua rahasia itu berakhir dengan di terimanya diriku sebagai istri pak Vand di depan semua orang.

"Bagaimana keadaan cucu kami?" tanya papah mertuaku ikut mendekat seraya mengusap kepalaku

"Baik pah"

Aku benar-benar bahagia, akhirnya kedua mertuaku menerima ku.

"Istirahatlah nak dengan Ivand, kamu pasti capek, sementara itu mamah siapkan makan malam"

"Biar Riana bantu mah"

"Jangan nak, anggap saja sebagai permintaan maaf mamah"

"Riana sudah memaafkan mamah kok"

Beliau tersenyum menyentuh pipiku. Menatap ku hari. "Terima kasih nak,. Kalian istirahat dulu, kasihan anakmu pasti rindu pada papahnya, lebih kasihan lagi papahnya pasti sangat merindukan kamu"

Aku menoleh pada pak Vand, beliau menatapku tersenyum lalu mengulurkan tangannya dan membawaku ke kamar.

Di dalam kamar kami hanya terdiam daling memandang.

"Pak Vand kenapa?" aku tersenyum melihat wajahnya yang cemberut terlihat lebih ke kesal.

"Saya marah sama kamu" sahut nya ketus, dengan ekspresi sedih di wajahnya membuatku terkekeh. "Saya serius marah sama kamu Riana,!" timpalnya. Ku dekati beliau berdiri di hadapannya.

"Kenapa suamiku marah?"

"Kamu pergi kemana saja hah!? Kemana kamu pergi dengan anak kita!?"

Aku menundukkan pandangan menatap perutku yang ku usap. "Nak, mamah di marahi sama papah mu" aduku cemberut.

"Tidak nak tidak, papah tidak memarahi mamah mu, tapi papah menegur mamah mu yang nakal ini" sangkal nya mencubit hidungku. Bahagia sekali rasanya bisa bersama lagi dengan seseorang yang ku cintai.

"Bagaimana keadaan anak kita?" lagi beliau bertanya, tapi kali ini dengan ucapan nya yang seperti biasa,. Lembut dan penuh perhatian.

"Baik, sangat baik"

Setelah membersihkan diri kami bergabung ke meja makan.

Istri Tersembunyi Pak DosenWhere stories live. Discover now