Bab 11. Rindu

20.2K 647 2
                                    

Tit...!

Alarm mesin cuci membuyarkan ingatanku akan kejadian-kejadian sebelum aku datang ke kota, hingga bertemu pak Vand, dan menjadi istri beliau.

Ku keluarkan cucian dari dalam mesin cuci lalu menjemurnya di halaman belakang. Terakhir membersihkan diri lalu bersantai.

"Harus apa lagi yah?"

Aku berbaring terlentang di atas tempat tidur bingung harus melakukan apa,. Jika di kampungku aku sudah menghabiskan waktu di kebun sayur, mengobrol bersama kakek dan nenek, membantu bibi yang sedang memanen sayuran juga berjalan-jalan bersama Bela dan Ema.
Tapi sekarang semua kebiasaanku berubah semenjak aku menjadi seorang istri dan datang ke kota.

Untuk melepas rindu pada nenek,  aku melakukan panggilan video. Tapi justru membuatku makin rindu. Masih teringat dengan jelas kasih sayang beliau padaku selama ini membesarkan ku dengan penuh kasih sayang.

Aku menengadah menatap langit-langit kamar menahan air mataku yang sangat ingin terjatuh. "Nenek,.." cicit ku lirih kembali meluruhkan air mataku.

Tak ku tahan air mataku untuk saat ini, ku tumpahkan semua perasaan rinduku dengan menangis hingga aku ketiduran dan terbangun di pukul empat sore. Bangun ku aku kembali di gelayuti perasaan rindu pada nenek dan kakek. Aku tak menyangka aku benar-benar jauh dari mereka, terutama nenek.

Tok! Tok! Tok!

Segera ku keringkan kedua pipiku tak mau pak Vand tahu aku menangis. Aku juga berusaha bersikap tenang sebelum membuka pintu.

Cklet...

"Sore pak?" seruku dari balik pintu yang hanya kubuka setengah.

"Kamu kenapa?"

Ia membuka pintu lebih lebar menatap ku khawatir.

"Saya ingat sama kakek"

Bibirku bergetar hebat, kembali kesedihan menggelayuti ku hingga meluruhkan air mataku.

"Kakek sudah tenang sekarang, kita sudah melakukan permintaannya, dia pasti damai sekarang"

Beliau mengeringkan kedua pipiku, juga mengusap puncak kepalaku.

"Nenek,."

"Ada tantemu yang menjaganya, nenek juga di kelilingi tetangga yang baik-baik kan, kalau ada apa-apa mereka pasti menghubungi kita"

Tangannya tak pernah terlepas dari mengusap puncak kepalaku,. Dan usapannya itu berhasil menenangkan ku, mampu menepis semua kekhawatiran yang sedari tadi ku rasakan. Dan entah dorongan dari mana aku mengikis jarak antara kami, aku memeluknya, menumpahkan air mataku di dada bidangnya.

"Sudah, ini memang masih sulit karena kamu baru pertama kali berpisah dengan mereka, sudah yah, nanti kepalamu sakit menangis terus" lagi bujuknya membalas pelukan ku lebih erat hingga menopang dagunya di atas puncak kepalaku. "Kamu sudah makan siang kan?"

Pertanyaannya membuatku teringat aku belum menyiapkan makan malam. Aku pun menguraikan pelukan.

"Saya belum masak pak untuk makan malam"

"Bukannya kita kekurangan stok yah di kulkas"

"Oh iya, saya juga bingung mau masak apa"

"Saya sengaja tidak menyetok bahan, rencananya nanti setelah tiba akan berbelanja"

Aku senang mendengar beliau akan berbelanja, maka itu akan menjadi jalan-jalan pertamaku di kota

"Saya siap-siap dulu yah pak" aku segera ke kamarku hendak bersiap-siap.

Istri Tersembunyi Pak DosenWhere stories live. Discover now