Bab 47. Maafkan Saya Pak

19.8K 549 1
                                    

Selang beberapa menit ku lihat melalui monitor mobil milik orang tua pak Vand memasuki halaman rumah. Ku lihat mereka turun dengan tergesa-gesa lalu mondar mandir di depan teras tampak tak tenang. Tak lamanya mobil yang di kendarai pak Vand memasuki halaman di mana waktu baru melewati pukul 2 siang, seharusnya beliau belum pulang.

Dengan langkah tergesa-gesa pak Vand mendekati kedua orang tuanya. Entah apa yang mereka bahas aku tak dapat mendengarnya, aku tak memasang microphone di situ. Kemudian mereka berpindah kedalam rumah.

"Riana hanya mengatakan itu pada mamah lalu menutup telponnya, saat mamah hubungi kembali nomornya sudah tidak aktif" kata buk Gina menerangkan terdengar khawatir. Aku mendengarnya dengan jelas melalui microphone yang ku pasang bersama kamera tersembunyi.

"Riana pasti sakit hati karena ucapan dan sikap mamah, sekarang mamah puas istriku pergi"

Ku lihat air mata pak Vand terjatuh terlihat jelas di layar monitor. Ku lihat beliau mencari-cari keberadaan ku ke setiap ruangan seraya memanggil-manggil namaku.

"Riana kamu dimana sayang...!" teriaknya memanggilku terdengar pilu.

"Maafkan saya pak, saya terpaksa melakukan ini, dan saya janji ini tidak akan lama" sahutku berbicara padanya melalui monitor.

Beliau masuk kedalam kamarnya, mengusap wajahnya kasar terlihat frustasi. Terlihat beliau menghela nafas berat lalu menatap lurus ke depan, ke arah nakas di mana surat hasil periksaan ku, ku letakkan. Beliau meraih surat itu dan membacanya.

Seketika ia menjatuhkan dirinya tersungkur ke lantai menangis menatap surat itu.

"Ada apa Vand?"

Kedua orang tuanya segera mendekat membantunya berdiri.

"Riana pergi bersama anak kami mah" lirih pak Vand.

"Ap-apa maksudnya?"

"Riana hamil,. Dia mengandung,. Dia pergi bersama anak kami,!" kesedihan pak Vand makin jadi.

"Tapi kenapa? Seharusnya Riana tidak kemana-mana saat mengandung seperti ini"

"Bagaimana Riana bisa tetap tinggal jika mamah membencinya,! Riana pergi untuk melindungi anak kami dari mamah yang membencinya" kesal pak Vand marah pada ibunya.

"Mamah tidak membenci anakmu"

"Tapi mamah membenci ibunya. Bagaimana Riana bisa tenang menjalani hari-harinya jika kebencian mamah selalu mengusiknya"

Ku lihat kedua mertuaku tertunduk diam. Terlihat sepertinya mamah mertuaku menyesal, entah menyesal karena sikapnya padaku atau karena kini aku hamil.

"Maafkan mamah Vand"

"Mamah tidak salah pada ku, tapi pada istriku. Mamah setengah mati membenci Riana padahal Riana tidak pernah merugikan mamah sedikitpun,. Ada apa dengan mamah? kenapa mamah sejahat ini pada pernikahan kami!"

Pak Vand melenggang pergi dari rumah meninggalkan kedua orang tuanya yang menangis.

"Maafkan mamah nak, maafkan mamah Riana"

tangis mamah mertuaku meminta maaf terdengar jelas melalui monitor.
Aku sedikit lega mendengarnya, tapi aku belum akan muncul atau menemui mereka.

Tin!

"Pak Vand ada di losmen yang pernah mbak sewa"

Pesan dari seseorang yang ku bayar untuk mengikuti kemana saja pak Vand pergi saat terlepas dari pengawasan kamera yang ku pasang.

"Pak Vand menghubungi buk Sarla" pesannya lagi.

Aku tak risau tanteku akan khawatir karena aku telah memberitahu kan hubungan ku dengan mertuaku pada beliau, aku juga telah menjelaskan pada tanteku tentang rencanaku ini, dan beliau pun mendukung ku dengan menyembunyikan rencana ku ini dari nenek.

Tak semenit pun ku lepaskan pengawasanku pada suamiku melalui layar monitor saat beliau kembali ke rumah.

Aku merasa amat sakit melihat suamiku bersedih seperti itu, ingin rasanya aku muncul dan memeluknya erat.

"Kau bilang kau tidak akan meninggalkan ku, kau justru pergi bersama anak kita, kau kemana Riana?"

Kata-katanya terdengar memilukan, berucap pada foto kami yang terbingkai di atas nakas.

"Vand, makan dulu nak" panggil mamah mertua ku di depan pintu kamar.

"Aku tidak lapar mah"

"Makan dulu nak sedikit" bujuk beliau. "Iya nak, papah sudah meminta orang kepercayaan papah untuk mencari Riana" sela ayah mertuaku.

"Bagaimana aku bisa makan mah saat aku tidak tahu apa Riana dan anak kami sudah makan"

Lagi ku lihat kedua mertuaku kembali diam tertunduk tampak menyesali perbuatannya, dan hal itu lah tujuan rencana ku ini.

Hingga pagi menjelang ku lihat pak Vand hanya mengambil sepotong roti untuk sarapannya lalu berangkat ke kampus mengajar. Dan lagi ku lihat kedua mertuaku terdiam.

Foto-foto mengajar pak Vand yang lesu tampak kehilangan semangat yang di kirim oleh Rika membuatku goyah dan bertanya pada diri sendiri apa yang ku lakukan ini benar?.

"Kamu ingin menunjukkan pada mertuamu ikatan kalian atau kamu ingin menyiksa suamimu?" pesan dari Rika menyertakan foto pak Vand yang lebih banyak diam di mejanya dengan pandangan kosong.

"Aku hanya ingin memperlihatkan seperti aku yang membutuhkan pak Vand, pak Vand pun membutuhkanku"

Aku mencoba menjelaskan pada Rika maksud rencanaku.

Kembali ku memperhatikan layar monitor melihat pak Vand kembali pulang ke rumah. Segera mamah mertuaku menyambutnya tapi pak Vand hanya melewatinya begitu saja, langkahnya lesu masuk kedalam kamar.

"Apa kau dan anak kita baik-baik saja?"

Lagi beliau berbicara pada foto kami. Hatiku benar-benar sakit sekali melihat suamiku seperti itu.

"Vand.." panggil buk Gina di ambang pintu.

"Iya mah"

"Maafkan mamah nak,. Andai mamah tahu di mana Riana saat ini, mamah sendiri yang akan menjemput menantu mamah" ku lihat mamah mertuaku benar-benar terlihat menyesal hingga beliau menangis tersedu-sedu, dan itu seperti apa yang ku harapkan. "Mamah akan meminta maaf padanya" imbuhnya lagi

"Tanpa mamah meminta maaf Riana sudah memaafkan mamah, mamah tahu kenapa...?"

Istri Tersembunyi Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang