2. Perubahan Strategi

10.2K 937 29
                                    

Seperti biasa, cerita awal pasti update rutin 😂

Gais, cerita ini banyak pemerannya ya, jadi jangan sampe salah orang 🫶🏼

Selamat membaca ❤️

***

Kediaman Haryadi tampak ramai hari ini. Penjagaan ketat harus terus diawasi. Banyaknya wartawan yang meliput membuat keadaan semakin tak terkendali. Apa lagi ketika mobil Ndaru mulai mendekati. Seketika riuh pun sulit diatasi.

Haryadi bukan hanya seorang hakim yang luar biasa, tetapi juga berasal dari keluarga yang tak biasa. Kepergiannya tentu menimbulkan kehebohan nyata. Yang tentu akan dimanfaatkan banyak orang untuk mencari muka.

Mobil yang membawa Ndaru mulai memasuki kediaman Haryadi. Dia menatap para wartawan yang berkumpul di depan pagar dengan seksama. Ndaru tahu jika kakaknya memang orang hebat, tetapi dia tidak tahu jika akan seramai ini. Sepanjang perjalanan menuju rumah, sudah berapa kali Ndaru melihat kiriman karangan bunga. Entah dari siapa saja.

"Pemakaman Pak Arya akan dilakukan nanti sore, Pak. Bapak bisa masuk sekarang untuk melihat Pak Arya yang terakhir kalinya dan bertemu keluarga Bapak."

Ndaru masih bergeming. Dia menunduk lalu menarik napas dalam. Berusaha menguatkan diri sebelum masuk ke dalam rumah yang sudah ramai dengan sanak saudara. Jujur, Ndaru belum siap.

"Pak?" Gilang terlihat khawatir.

"Saya masuk dulu."

Setelah itu Ndaru benar-benar turun dari mobil. Seketika suara teriakan serta cahaya kamera langsung tertuju padanya. Dari mana lagi jika bukan berasal dari para wartawan? Celah pada pagar sedang mereka manfaatkan.

"Pak Handaru! Bisa wawancara sebentar, Pak?!"

"Pak, lima menit saja, Pak!"

"Pak, apa benar kecelakaan Pak Haryadi berkaitan dengan kasus Benasaka?"

Kira-kira seperti itulah pertanyaan-pertanyaan yang wartawan teriakan. Namun Ndaru tidak menggubrisnya. Dia bergegas masuk ke dalam rumah dan suara lantunan doa mulai terdengar. Seketika langkahnya menjadi pelan. Tatapan Ndaru terpaku pada tengah ruangan. Pada sosok kakaknya yang terbujur kaku.

"Sudah datang, Mas?"

Suara itu membuat Ndaru menoleh. Dia menahan napas saat melihat pria tua yang memanggilnya. Pria itu adalah Harris Putra Atmadjiwo, ayahnya. Tampak memprihatinkan dengan mata sembabnya.

"Pa?" Ndaru mendekat dan memeluk pria itu. Sama-sama berusaha untuk menguatkan.

"Kakak kamu, Mas. Kok bisa ini terjadi?" bisik pria itu lagi kembali menangis.

"Maafin aku, Pa."

Ndaru tahu kata maafnya sangat ambigu. Yang pasti dia hanya ingin mengatakan itu sekarang. Dia sedang menyalahkan diri sendiri. Andai saja, andai saja Haryadi tidak berniat menemuinya di Surabaya, tentu kecelakaan maut itu tidak akan terjadi.

"Ngapain kamu ke sini?!" teriakan itu mengejutkan Ndaru.

Dia menatap kakak iparnya yang terlihat marah. Keadaannya sama seperti ayahnya, sangat memprihatinkan. Namun percayalah, Ndaru juga tak jauh berbeda.

"Ini semua gara-gara kamu!" Putri mendekat dan memukul dada Ndaru kencang. "Andai kamu nggak minta Mas Arya datang. Dia nggak akan pergi ninggalin Mbak!"

Meski begitu, Ndaru tidak merasakan sakit. Hatinya yang jauh lebih sakit.

"Putri. Sudah, Put." Sang mertua berusaha melerai.

Duda Incaran ShanaWhere stories live. Discover now