6. Permintaan Tak Terduga

6.9K 873 55
                                    

Terpantau masih rutin yaa 🤣

***

Pagi ini Shana memilih untuk bermalas-malasan. Dia duduk di meja makan sambil menatap Erina yang sibuk ke sana-ke mari. Tampak bersiap untuk berangkat bekerja. Profesinya yang merupakan seorang chef selebriti tentu membuatnya cukup sibuk. Bahkan Erina memiliki tiga program acara unggulan di televisi. Yang berhubungan dengan kuliner tentu saja.

"Gue udah bikin sarapan. Lo tinggal makan aja."

Shana menyandarkan kepalanya dengan malas. "Gue pingin makan ketoprak."

Erina berdecak. "Makan yang ada. Gue harus berangkat sekarang."

Shana kembali menegakkan kepalanya. "Gue beneran nggak boleh keluar?"

"Boleh, kalau lo mau dikeroyok wartawan."

Shana berdecak, "Gila, ya? Masih aja rame bahas masalah kemarin."

"Lo yang gila! Ngapain nyosor bibir orang? Mana yang disosor klan Atmadjiwo. Apa nggak heboh satu negara?"

Shana mengusap hidungnya kasar. Sepertinya memang lebih baik dia diam. Seketika kepalanya pening saat Erina kembali mengomel.

"Gue nggak bisa nulis apa-apa. Kepala gue berisik banget. Mana udah ditagih editor." Shana kembali menjatuhkan kepalanya di atas meja.

Erina mendekat dan menyentuh kening Shana. Masih terasa hangat. Memang semalam adiknya itu mendadak demam, membuatnya panik dan ingin segera membawanya ke dokter. Beruntung Shana menahannya dan hanya meminum obat demam.

"Mau ke dokter?" Kali ini suara Erina melunak.

Erina Keswari adalah tipikal kakak pada umumnya. Hobi mengomel dan marah-marah, tetapi jauh di dalam hatinya, dia sangat menyayangi adiknya. Usia Shana sudah 26 tahun, tetapi Erina tetap memperlakukannya seperti balita.

"Kita ke dokter," ucap Erina saat Shana tidak menjawab.

"Gue nggak mau. Katanya masih banyak wartawan di depan komplek?"

Erina berdecak. "Ya, gimana lagi? Siapa tau mereka luluh liat wajah pucet lo."

"Yang ada makin kepo," gerutu Shana.

Benar juga.

"Dito masih hubungi lo?" tanya Erina kembali meletakkan tasnya. Dia berjalan ke dapur untuk membuat teh hangat. Dia belum bisa meninggalkan Shana begitu saja dalam keadaan seperti ini.

"Tiap menit, tapi udah gue block nomernya."

"Pantes."

"Kenapa?" Shana kembali mengangkat kepalanya.

"Dia telepon gue semalem."

"Lo angkat?" tanya Shana.

Erina menggeleng cepat. "Gue block."

"Bagus." Shana kembali merebahkan kepalanya.

"Minum dulu." Erina memberikan secangkir teh hangat. "Gue nanti pulang malem. Telepon aja kalau demam lo masih belum turun, biar gue pulang bawa dokter."

"Iya. Udah, berangkat sana!" usir Shana.

"Inget, jangan keluar rumah."

"Iya, Mbak," jawab Shana sabar.

"Gue berangkat." Erina mencium kepala Shana sebentar dan berlalu pergi.

Setelah mendengar mobil Erina menjauh dari rumah, Shana mulai duduk tegak. Dia meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.

Duda Incaran ShanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang