24. Suara Hati Istri

8K 995 74
                                    

Hai, aku kembali 🥹
Maaf banget tiba-tiba ilang. Aku sibuk banget satu minggu kemarin, biasalah akhir bulan kerjaan lagi banyak 😭 udah lah langsung baca aja.

Selamat membaca ❤️

***

Tidak semua orang bisa mengutarakan isi hati. Apa lagi mengenai hal yang sensitif. Sudah banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini. Membuat Putri lebih memilih untuk memendam masalahnya sendiri.

Untuk yang kesekian kalinya, Putri kembali membaca berkas yang ayahnya berikan. Berkas yang berisi mengenai perkembangan kasus korupsi Proyek Benasaka. Bukan hal sulit untuk Darma mendapatkan akses tersebut. Dengan uang, semuanya akan menjadi mudah.

"Kasus Benasaka sudah mendekati titik terang. Kamu yakin ada hubungannya dengan kematian Arya?" tanya Darma.

Putri terdiam, mencoba mencari celah yang mencurigakan. Namun seperti yang televisi beritakan. Akhir sudah bisa ditebak, pemimpin Proyek Benasaka pasti berakhir tidak bersalah.

Berbeda dengan ucapan suaminya sebelum meninggal.

"Cuma ini yang Papa dapatkan?" tanya Putri.

Darma mengangguk. "Kalau kamu masih belum puas, Papa bisa cari informasi lebih dalam, tapi kamu harus sabar. Kamu tau Benasaka itu punya siapa. Jangan sampai Pak Nurdin tau kalau kita sedang menggali informasi tentang mega proyeknya."

Hela napas kasar lolos begitu saja dari mulut Putri. Mendadak keningnya berdenyut. Setelah menunggu beberapa hari, ia hanya mendapatkan informasi yang tidak berguna. Sama sekali tidak menjawab pertanyaannya akhir-akhir ini.

"Apa mungkin Pak Nurdin ikut campur, ya, Pa?" Setetika nama itu terlintas di pikiran Putri.

Darma menggeleng ragu. "Nggak mungkin Pak Nurdin mempertaruhkan proyeknya sendiri. Yang ada malah rugi."

Putri berdecak dan menutup map yang ia baca. Memasukkannya ke dalam tas dan mulai berdiri.

"Mau ke mana?" tanya Darma.

"Aku mau jemput Satria di sekolah. Bentar lagi dia pulang."

Darma menghela napas kasar dan ikut berdiri. Mengantar anaknya untuk keluar dari ruangannya. "Kamu mau nyetir sendiri? Kalau mau Papa bisa minta sopir kantor untuk antar kamu."

Putri menggeleng dengan senyuman. "Aku bisa, Pa."

Darma tampak ragu, tetapi mencegah Putri sama saja berbicara pada tembok. "Hati-hati di jalan. Nanti malam minggu kamu nginep di rumah Papa. Papa kangen main sama Satria."

"Aku pergi dulu." Putri mengangguk lalu berpamitan.

Sebagai seorang ayah, tentu Darma sedih melihat perubahan anaknya. Senyum ceria hilang dari hidup Putri, seperti ikut dibawa pergi oleh sang suami. Darma pernah merasakannya, saat kehilangan istri tercintanya karena penyakit mematikan.

***

Di dalam ruang kerjanya, Ndaru tampak serius mendengarkan penjelasan Gilang. Mereka seperti satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Bahkan meja Gilang yang berada di depan ruangan pun terlihat tak berguna. Gilang lebih sering berada di ruangan Ndaru.

Seperti saat ini. Sebagai asisten pribadi, Gilang harus sigap dengan segala perintah Ndaru. Terkait hal pribadi sekalipun.

"Untuk daftar preschool Mas Juna sudah saya kirim via email, Pak. Sesuai permintaan Pak Ndaru, preschool yang saya masukkan tidak begitu jauh dari rumah dan keamanannya sangat terjamin. Banyak cucu pejabat yang bersekolah di sana mengingat jika sekolah tersebut juga berbasis internasional."

Duda Incaran ShanaWhere stories live. Discover now