20. Handaru Gama Atmadjiwo

7.3K 973 121
                                    

Aduh, belum lebaran tapi udah banyak minta maafnya aku 😭

Weekdays kemarin aku sibuk banget, baru bisa free weekend, tapi sabtu kemarin aku buat istirahat sebentar. Baru bisa update lagi hari ini. Pokonya doain aja semua lancar biar aku bisa update sesuai jadwal ❤️

Ini lumayan panjang, selamat membaca ❤️

***

Perubahan hidup memang tak bisa dihindarkan. Apa lagi setelah pernikahan. Namun pada kenyataan, tidak ada banyak perubahan. Pada kasus Ndaru dan Shana, semuanya berjalan sesuai kesepakatan.

Hari ini Shana bangun jam 11 siang. Dia baru saja memejamkan matanya setelah subuh. Waktu tidurnya benar-benar buruk. Apa lagi setelah tinggal di rumah Ndaru. Kemewahan yang ada belum memberikan ketenangan yang ia damba.

Sambil bersenandung, Shana menuruni anak tangga. Sesekali tangannya bergerak untuk membetulkan kacamata yang bertengger di wajahnya. Sebenarnya pandangan Shana tidak terlalu buruk, hanya saja matanya akan terasa panas tanpa kaca mata. Mungkin karena sudah terbiasa menatap layar laptop selama berjam-jam.

"Selamat pagi, Bu," sapa Suster Nur yang tengah membereskan tumpukan mainan di karpet ruang tengah.

Shana tersenyum malu. "Sudah siang ini, Sus."

Suster Nur hanya tersenyum. Dia sudah mengetahui kebiasaan Shana yang sulit tidur di malam hari. Pernah dia mendapati atasannya itu berada di dapur dengan laptopnya saat ia akan mencuci tempat susu di tengah malam.

"Mas Juna di mana, Sus?" tanya Shana.

"Mas Juna lagi tidur siang, Bu."

Mendadak bahu Shana turun karena sedih. Dia sudah siap bermain dengan anak menggemaskan itu. Akhir-akhir ini Shana rutin bermain dengannya. Berhubung dia tidak memiliki kegiatan di luar rumah jadi ia memanfaatkan waktunya untuk bermain dengan Juna. Lagi pula Ndaru juga tengah bekerja, jadi Shana bisa bebas.

"Bu Shana?" panggil Bibi Lasmi dari luar. "Sudah bangun, Bu?"

Lagi-lagi Shana meringis. Dia terlihat seperti orang malas. Padahal kenyataannya jadwal produktifnya memang di malam hari.

"Kenapa, Bi?"

"Mas Gilang ingin ketemu, Bu. Sudah ada di luar."

"Oh." Dengan cepat Shana berdiri. "Tolong, suruh masuk aja, Bi. Saya ambil kardigan dulu."

Shana berlalu kembali ke kamarnya. Mengambil pelindung kain yang lebih tertutup dari pakaian yang ia pakai. Kali ini bukan baju tidur tipis yang Shana pakai, melainkan pakaian ternyaman di dunia, yaitu daster di atas lutut tanpa lengan.

Shana kembali turun ke lantai satu, menuju ruang tamu di mana Gilang sudah duduk santai di sana.

"Maaf, Mas. Jadi lama nunggunya."

Gilang berdiri dan tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, Bu."

"Mas Gilang nggak mau panggil saya kayak biasa? Saya lebih muda dari Mas Gilang, loh." Akhirnya Shana memiliki waktu untuk menanyakan hal ini. "Semua orang mendadak panggil saya Ibu. Padahal saya masih unyu."

Gilang tersenyum geli. "Dibiasakan saja, Bu. Biar bagaimana pun Ibu Shana sekarang adalah Nyonya Handaru Atmadjiwo."

Shana mendengkus. "Cuma setahun, Mas."

Gilang kembali menanggapinya dengan senyum. Setelah itu dia membuka tasnya dan memberikan sesuatu pada Shana.

"Apa ini?"

"Titipan dari Pak Ndaru."

Shana membuka amplop itu dengan kerutan di dahi. "Kartu kredit?" tanyanya bingung.

Duda Incaran ShanaWhere stories live. Discover now