45. Rasa Canggung

7.7K 1.2K 98
                                    

Wah, malem banget updatenya, apa masih ada yang bangun? Sesuai janji ya hari kamis aku update, meskipun yang kemarin nggak rame-rame amat hmm semoga yang ini rame yaa

Aku juga sudah update di karyakarsa, yang mau baca duluan bisa ke sana. Sudah tersedia sampai chapter 57

Selamat membaca ❤️

***

Keheningan menguasai suasana. Meninggalkan kecanggungan yang begitu terasa. Bibir bungkam menjadi pilihan utama. Tak tahu harus berkata apa untuk mengeluarkan isi kepala.

Dalam hati, Shana tak berhenti untuk mengutuk diri sendiri. Meluapkan kebodohannya yang terulang kembali. Bedanya kali ini dia dibuat mati berdiri. Saat mendengar ucapan dari sang suami.

"Karena kaca mobil saya gelap."

Benar-benar bodoh!

Ciuman kedua kembali terulang. Lagi-lagi Shana yang lebih dulu menyerang. Dengan alasan untuk menghindar dari Dito seorang.

Begitu tragedi ciuman itu usai, Shana tak lagi kembali ke lokasi syuting. Begitu tahu jika gadis itu tengah menghindari Dito, Ndaru langsung meminta sang supir untuk pergi segera.

Menyadari jika mereka tak hanya berdua membuat Shana kembali mengumpat. Ada Gilang dan juga Nanang yang duduk di kursi depan. Membuat wajahnya seketika berubah sangat merah karena menahan malu.

Apa mereka berdua melihat aksi gilanya tadi?

Dari sudut mata, Shana bisa melihat Ndaru yang memainkan ponselnya. Seolah apa yang baru saja terjadi bukanlah hal yang perlu dipusingkan. Hal itu membuat Shana kembali mengumpat. Kali ini bukan untuk mengutuk dirinya sendiri, melainkan mengutuk Ndaru yang bersikap seperti tak ada yang terjadi.

Shana iri dengan ketenangan pria itu.

Rasa penasaran tak bisa dicegah. Shana memberanikan diri untuk menoleh. Baru satu detik, dia langsung memejamkan matanya.

Ternyata pikirannya salah. Dia pikir Ndaru bisa bertahan dengan ketenanganya. Namun ternyata tidak. Pria itu juga sama sepertinya. Terlihat dari lehernya yang memerah. Namun Shana akui, Ndaru begitu apik untuk menutupinya.

Suasana benar-benar tidak nyaman. Suhu pendingin mobil tak lagi bisa menahan keringat. Shana butuh udara segar. Oleh karena itu dia memilih untuk membuka jendela mobil. Sedikit mendekatkan wajahnya agar terkena angin malam.

Sejuk. Shana menyukainya. Sedikit menenangkan perasaan yang bergemuruh.

"Mulai sekarang, kamu nggak perlu lagi datang ke lokasi syuting."

Suara berat Ndaru membuat Shana menoleh. Dengan hati-hati dia melirik Gilang dan Nanang.

Apa mereka akan membahas hal ini sekarang?

Di depan orang lain?

"Tapi saya juga harus tau perkembangan film saya, Pak," jawab Shana pelan.

"Kamu bisa tanya via telepon." Ndaru mematikan ponselnya dan mulai menatap Shana. Namun sepertinya itu pilihan yang salah karena ia malah tak bisa melanjutkan kalimatnya. Tatapannya malah terfokus pada bibir Shana yang entah kenapa tampak berbeda malam ini.

Deheman pelan Ndaru keluarkan. Dengan cepat dia mengalihkan pandangannya ke depan dan memperbaiki posisi kerah kemejanya. "Telepon Raja, jangan Dito. Atau yang lainnya juga boleh, asal bukan Dito."

"Oke." Shana ikut mengalihkan pandangannya. Bukan bermaksud menurut, dia memang memilih jalan aman saat ini. Apa lagi setelah kebodohan yang ia lakukan. Dia tidak mau Ndaru semakin marah karena sikap pembangkangnya.

Duda Incaran ShanaWhere stories live. Discover now