15. Peringatan Tegas

6.2K 858 48
                                    

Maaf kalau ada typo yaa. Selamat membaca ❤️

***

Kesepian memang merana. Yang bisa membuat orang-orang menjadi iba. Karena berduka tentu saja. Namun kehilangan tidak bisa diterka. Takdir Tuhan telah menggariskannya.

Awalnya, hidup Putri tampak sempurna dan bahagia. Di kelilingi oleh orang-orang yang begitu mencintai dan menyayanginya. Kebiasaan itu yang membuatnya seolah hilang arah. Kehilangan suami benar-benar membuatnya terpuruk rasanya.

Mungkin tiada hari tanpa melamun. Tiada hari tanpa berduka. Tiada hari tanpa memikirkan Arya. Dan juga tiada hari tanpa memikirkan masa depannya.

Juga masa depan anaknya.

Jangan berbicara tentang uang. Putri tidak kekurangan sama sekali. Hidupnya sudah terjamin karena menjadi anak dari seorang Darma Baktiar dan menantu Harris Atmadjiwo. Yang membuatnya sedih adalah perginya pria yang memberikan cinta terbesar dalam hidupnya.

"Satria sudah makan, Put?" tanya Darma, Ayahnya.

Hingga saat ini pun, Putri masih memilih tinggal bersama ayahnya. Seolah tidak mau lagi menginjak rumah pribadinya. Yanti, kakak iparnya terus bertanya. Memintanya tinggal bersama jika membutuhkan teman bicara. Namun sekali lagi, Putri masih berduka.

"Sudah," jawab Putri sambil melipat pakaian dalam anaknya. Hal yang tak pernah ia lalukan sebelumnya, karena ada banyak orang yang membantu di rumahnya.

"Kalau kamu?"

Putri tersenyum tipis. "Belum lapar, Pa. Nanti aja."

Darma menghela napas kasar. Tangannya bergerak untuk mengelus kepala Putri. "Mau ke Kalimantan sebentar? Sama kakak kamu dulu di sana. Siapa tau kamu bisa lebih baik."

Putri menggeleng. "Nggak mau repotin Kak Ari. Lagian Satria harus sekolah, Pa."

"Dua minggu kalau kamu mau. Atau kamu mau jalan-jalan ke Eropa? Ajak Yanti kalau bisa."

Putri kembali menggeleng. "Mbak Yanti lagi sibuk temenin Mas Guna kampanye. Lagian sebentar lagi Ndaru juga nikah, Pa. Keluarga Atmadjiwo cukup sibuk."

"Jadi kabar itu benar?" Darma sudah mendengar desas-desus mengenai pernikahan Ndaru.

"Benar. Kayaknya dua minggu lagi." Putri tersenyum lemah. "Bahkan belum ada satu bulan Mas Arya pergi."

"Pernikahan bisnis?" tanya Darma curiga. "Nggak ada yang cegah pernikahan itu?"

Putri mengedikkan bahunya. Bukan tidak tahu, dia hanya terlalu malas untuk membahasnya. Dia sudah cukup pusing dengan dirinya sendiri.

"Papa sudah memutuskan?" Putri tiba-tiba teringat dengan niatnya.

"Apa?"

"Mencari tau tentang kecelakaan Mas Arya."

"Putri....," Pria itu memijat kepalanya pelan. "Hasil investigasi sudah jelas. Kecelakaan terjadi karena lalainya sopir Arya. Selain itu, ini kecelakaan beruntun, banyak faktor yang bisa terjadi."

"Tapi, Pa—"

"Kamu perlu berlibur, Put. Mau ke Jepang? Tenangin diri kamu."

Putri mendengkus pelan. "Kalau Papa mau aku tenang, harusnya usut kecelakaan Mas Arya lagi. Sewa detektif swasta biar cepet."

"Apa yang buat kamu curiga?"

"Aku yakin ini ada kaitannya dengan proyek Benasaka," gumam Putri. "Terbukti dengan setelah Mas Arya meninggal, kasus itu tiba-tiba hilang dari media."

"Kata Pak Harris persidangan akan dimulai dari awal. Mungkin sedang tahap penyelidikan."

Putri tersenyum miring. "Ada yang nggak beres, Pa. Kalau Papa nggak mau, aku bisa cari tau sendiri."

Duda Incaran ShanaWhere stories live. Discover now