28. Ibu Dadakan

8.2K 1K 94
                                    

Sepertinya cerita ini akan update 2x satu minggu. Untuk harinya nggak menentu. Kalau aku kosong ya update kalau enggak ya mohon bersabar. Pokoknya 2x satu minggu ajah..

Terima kasih atas pengertiannya ❤️

***

Awalnya, Shana kira dia akan berpura-pura. Memberikan senyum terbaiknya pada semua orang yang menyapa. Awalnya juga, Shana pikir hari ini akan terasa berat. Namun ternyata kenyamanan datang lebih cepat.

Menjadi ibu dadakan adalah hal yang tak pernah Shana duga sebelumnya. Seperti sudah resiko karena ia menikahi seorang duda. Namun entah kenapa dia menikmatinya. Apa lagi melihat senyum Juna yang tak pernah sirna.

"Kayaknya Mas Juna aja yang bahagia kalau pergi sekolah. Dulu saya malah sering nangis karena harus bangun pagi," bisik Shana pada Suster Nur.

Suster Nur tertawa mendengar kata majikannya. "Mas Juna itu pinter, Bu. Dia seneng bisa ditemenin sama ibunya. Umur memang baru dua tahun, tapi Mas Juna sudah bisa mengerti keadaan."

Shana membenarkan. Dia kembali melihat Juna dari kejauhan. Tampak berkumpul bersama anak-anak lain dan bermain bersama. Dari jauh, Juna terlihat mencolok karena senyum lepasnya. Berbeda dengan teman-temannya yang masih malu atau bahkan juga menangis karena jauh dari orang tuanya.

"Sebenarnya saya kasihan sama Mas Juna, Bu. Selama ini dia cuma main sama saya dan Papanya. Tapi semenjak pindah ke Jakarta, Mas Juna jadi punya banyak temen. Ada kakek, Om, Tante, dan para sepupunya juga. Bahkan dia sekarang juga punya Ibu."

Shana menoleh dan melihat senyum tulus Suster Nur. Hal itu berhasil membuat senyuman ikut muncul di wajahnya.

"Tentang semalam, Sus. Apa Mas Juna sering mimpi tentang ibunya?"

"Jarang, Bu. Nggak selalu. Kalau lagi capek biasanya baru dia nangis malem-malem. Makanya Pak Ndaru agak posesif sama Mas Juna. Jangan sampai Mas Juna kelelahan."

Shana mengangguk mengerti. Sedikit demi sedikit dia mulai mengetahui informasi tengang Arjuna Atmadjiwo. Satu-satunya anak yang menurutnya paling tidak berdosa di antara anggota keluarga yang lain.

"Mama! Ayo, main bola," teriak Juna memanggilnya.

"Main sama temen Mas Juna, ya. Mama tungguin di sini," balas Shana dengan senyuman manis.

Seperti sudah karakter Juna, anak itu tidak membantah sama sekali. Bahkan dia kembali bermain bersama teman-temannya. Tidak banyak, hanya berjumlah 12 anak.

"Shana? Bener ini Shana Arkadewi, kan?" Tiba-tiba seseorang datang dengan hebohnya.

Shana tersenyum canggung dan mengangguk.

"Mbak, saya nge-fans banget sama Mbak Shana. Nggak nyangka kalau kita bakal ketemu di sini. Ternyata anak kita sekolah di tempat yang sama. Nggak nyesel saya masukin Dikta ke sini." Wajah wanita itu masih berseri-seri. "Nama saya Tika, Mbak. Boleh minta foto nggak?"

"Boleh, Mbak Tika." Tidak ada lagi senyum canggung. Begitu mengetahui jika salah satu wali murid itu adalah penggemarnya, Shana mulai tenang. Sepertinya Tika sama seperti dirinya, yaitu Ibu muda. Bedanya, Shana tengah mendampingi anak sambungnya.

"Mbak Shana udah masuk grup ibu-ibu belum? Mau saya masukin? Nanti kalau ada info dari sekolah biasanya di-share di sana."

Duda Incaran ShanaDär berättelser lever. Upptäck nu