38. Undangan Asing

7.7K 1.1K 64
                                    

Harusnya update jumat ya, tapi ternyata kemarin aku lembur dan pulang malem jadi tepar langsung bobok 🥹 Kenapa nggak sabtu? Sabtu ada kegiatan juga sampe malem. Baru bisa buka wattpad hari ini.

Maaf ya, bukannya sok sibuk, tapi aku juga harus bisa membagi waktu antara dunia nyata dan dunia orange juga 🥹 semoga kalian mengerti 🙏🏽

Btw chapter 39-42 sudah tersedia di karyakarsa ❤️

***

Rasa lelah tak lagi bisa ditahan. Pulang malam selalu jadi kebiasaan. Namun hal itu merupakan kewajiban. Tanggung jawab berat menjadi seorang pemimpin perusahaan.

Malam ini Ndaru pulang jam 12 malam. Begitu larut karena dia harus menyelesaikan beberapa pekerjaan. Sesuai prinsip hidupnya, dia tidak akan membawa pekerjaan ke rumah jika tidak dalam keadaan terdesak. Toh, kesehatan anaknya sudah mulai membaik. Shana juga sudah kembali ke rumah. Tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan lagi.

Setelah membersihkan diri, Ndaru tak langsung merebahkan diri. Dia keluar dari kamar dan menatap pintu kamar Juna dengan ragu. Berpikir apa dia harus masuk untuk melihat keadaan anaknya sebentar?

Memang sebagai orang tua, Ndaru tak bisa bersikap tak acuh. Dia tetap melangkah untuk masuk ke dalam kamar Juna. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah dua manusia yang tertidur dengan saling berpelukan.

Shana dan Juna, mereka tidur berdua. Ada rasa lega di hati Ndaru melihat ada seseorang yang bisa menemani Juna di tengah kesibukannya. Hanya saja, ada juga rasa khawatir akan kedekatan keduanya. Namun Ndaru tak akan memikirkan hal itu untuk malam ini. Kepalanya sudah lelah jika harus digunakan untuk memikirkan hal-hal konyol seperti ini.

Lampu yang masih terang menyala membuat hela napas lolos begitu saja dari bibir Ndaru. Dia bergerak mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu tidur yang berada di samping Shana. Lagi-lagi matanya tertuju pada dua manusia itu. Dua manusia yang akhir-akhir ini sering membuatnya pusing kepala.

Tangan besar Ndaru bergerak merapikan selimut untuk menutupi tubuh Juna dan Shana. Dinginnya pendingin ruangan membuat Ndaru takut jika keduanya merasa kedinginan. Padahal kenyataannya, baik Shana dan Juna sama-sama menyukai suhu dingin.

"Pak Ndaru?" panggil Shana terbangun dengan suara serak.

Ndaru terkejut, tetapi hanya sebentar.

"Kenapa bangun?"

Shana tidak menjawab. Dia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Seperti kebiasaannya, dia akan terbangun di jam-jam rawan seperti ini.

"Pak Ndaru baru pulang?" tanya Shana ingin bangun.

Ndaru tak menjawab. Namun tangannya beraksi dengan mendorong dahi Shana agar kembali berbaring dengan jari telunjuknya. Dia tidak mau anaknya terbangun karena ulah Shana.

"Tidur," ucap Ndaru singkat.

"Pak Ndaru nggak tidur?" Shana mulai menguap.

"Ini mau tidur." Saat Ndaru akan berjalan keluar kamar, pertanyaan Shana menghentikan langkahnya.

"Pak Ndaru nggak mau tidur di sini? Sama Mas Juna?"

Ndaru berbalik dengan kerutan di dahi. "Lalu kamu?"

"Di sini juga," jawab Shana polos. Namun dia langsung tersadar akan kebingungan Ndaru. "Maksud saya bukan gitu!" Shana mengambil selembar kertas di atas nakas dan memberikannya pada Ndaru. "Tadi Mas Juna gambar ini."

"Kamu yang ajarin?" tanya Ndaru setelah melihat gambar yang Shana beri.

Shana menggeleng. "Dia lihat di TV. Katanya dia pingin tidur sama kita, orang tuanya."

Duda Incaran ShanaWhere stories live. Discover now