01 💌

5.8K 503 42
                                    

Meskipun keadaannya baru saja drop hingga harus diinfus, hal tersebut tidak mampu membuatnya berhenti pergi bekerja. Ia lebih memilih berada dikantor, mengurus pekerjaan, daripada harus berdiam diri dikamar.

Tidak peduli kondisinya akan menjadi lebih parah. Tidak peduli wajahnya yang masih pucat dan dibiarkan begitu saja. Ia benar-benar sudah kehilangan jati dirinya, hingga tak mengenal siapa dirinya. Hatinya, hatinya jauh lebih hancur dibanding kondisinya yang sekarang.

Kini, cahaya matahari sudah berganti dengan terangnya bulan yang menghiasi langit malam kota ini. Semilir angin berhembus bagaikan menusuk kulit saking dinginnya dikarenakan hujan yang baru saja berhenti.

Jalanan pun sudah dipadati oleh para pekerja yang bergegas untuk pulang bertemu keluarganya sekaligus melepas penat seharian ini.

Di pusat kota tersebut terpampang sebuah gedung menjulang tinggi nan kokoh, bagi siapapun yang melihatnya sudah dipastikan mereka bermimpi bisa menjadi bagian dari perusahaan besar dan terkenal itu.

Kantor itu sudah sepi karna para karyawannya sudah pulang semua. Tapi hal itu tidak menggoyahkan seorang wanita yang masih betah berada diruangannya dengan layar monitor yang masih menyala dan juga berkas-berkas diatas meja.

Kacamatanya setia bertengger diatas hidungnya yang menambah pesona menawan wanita itu.

Mengabaikan sahabatnya yang terus saja mengoceh untuk menyuruhnya pulang dan meninggalkan pekerjaannya.

"Lo masih sayang sama diri lo sendiri ga sih? Gue tau lo udah capek gausa dipaksain kayak gini" Omel sahabatnya yang memang sangat bawel.

Sahabatnya ini begitu peduli akan dirinya. Seorang sahabat yang tau perjalanan hidupnya, tentang segalanya.

"Ayo pulang" Ajak dia dengan menarik lengan wanita yang masih betah dengan pekerjaan diatas meja.

Tapi wanita yang memakai kacamata itu sama sekali tidak bergerak dari kursi kebesarannya.

"Pulang? Kemana?" Lirih wanita itu dengan membolak-balikkan berkas.

Sahabatnya mendecak sebal. "Ck, ya pulang ke rumah lah. Ayo ah udah malem ini"

Mendengar ucapan sahabatnya, ia tersenyum simpul lalu menutup berkasnya begitu saja. "Rumah? Bahkan rumah itu udah ga ada, dia udah pergi kan? Pergi bersama jiwa gue"

Setetes air matanya luruh kala rasa yang paling menyakitkan menusuk dadanya mengingat hal itu.

Wanita dihadapannya pun berlutut dengan mengusap kedua punggung tangannya.

"Hei.. Jangan diinget lagi kalo itu cuma bikin hati lo sakit. Plis yaa jangan kayak gini, lo pasti bisa bangkit dari ini semua, Shani" Ujar wanita itu kepadanya.

Ya, wanita berkacamata dengan wajah oriental itu bernama Shani. Wanita yang mati-matian melanjutkan hidupnya walaupun ia rasa jiwanya sudah mati.

Banyak sekali perubahan pada dirinya yang sangat berbanding terbalik saat masih ada dia disisinya.

Badannya yang sangat kurus, bibirnya yang dibiarkan pucat, dan selalu memakai kacamata hanya untuk menutupi mata sembabnya.

"Ikhlasin dia Shan. Kalo lo sayang sama dia, harusnya lo bisa bangkit dan ga nangisin dia mulu. Jangan gini, jangan bikin dia sedih dengan melihat keadaan lo yang sekarang. Move on Shan, pelan-pelan"

"Lo enak banget ya nan bilang kayak gitu ke gue. Lo pikir segampang itu ngelupainnya? Lo pikir semudah itu gue ikhlasin dia? Lo pikir gue mau kayak gini?" Ucap Shani datar dan membuang mukanya.

"Lo pergi aja. Gue mau sendiri. Lo ga bakal ngerti sama apa yang gue rasain. Gausa ngurusin gue lagi karna gue tau lo pasti juga capek kan ngadepin orang gila kayak gue" Sambungnya terdengar miris bahkan ia menertawakan dirinya sendiri.

DIA, BUNDAKU S2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang