Part 25 {Emin dan Gia}

67.2K 3K 11
                                    

Aidan menghempaskan tubuhnya dikursi kebesarannya. Jemarinya memijit perlahan pelipis untuk meredakan amarahnya. Hampir seharian ini dirinya mencari keberadaan adik satu-satunya itu, namun nihil. Sama sekali tak ada tanda kalau gadis manis itu akan ditemukan.

Tentu Aidan sudah menyebar seluruh anak buahnya untuk ikut serta melacak keberadaan adiknya itu, namun sampai malam ini belum ada satupun kabar yang membuatnya sedikit lebih tenang.

"Arghhh!! Sial!!" umpatnya kasar sembari menghambur isi meja dihadapannya. Seketika benda-benda tersebut jatuh dan hancur berkeping-keping tak terkecuali laptop mahal milik Aidan

Tiba-tiba ponsel disaku Aidan berbunyi, pria itu lantas mengeser tombol hijau dan mulai bicara.

"Ada apa?"

"Itu bos, Kami sudah berhasil melacak keberadaan Nona Gia" sahut orang itu, seketika membuat seulas senyum tercetak dibibir Aidan.

"Kerja bagus! Aku akan beri kalian bonus besar setelah ini! Sekarang kirim saja alamatnya, aku akan segera kesana!" potong Aidan segera mematikan sambungan teleponnya dan beranjak pergi dengan terburu-buru.

🥀🥀🥀

Abel terdiam sembari memandangi keindahan malam di balkon tempat dirinya menginap saat ini. Matanya menatap lekat kearah bintang-bintang yang bertaburan dengan indahnya. Tiba-tiba setetes cairan bening jatuh dari kelopak matanya. Abel menangis, namun tak sehisteris biasanya, sesekali wanita itu mengusapnya perlahan.

"Kenapa seperti ini Tuhan? Mengapa engkau memberikanku cobaan seberat ini?" lirihnya

Hening.

Hanya deru angin yang menyapa. Abel menundukkan wajahnya sembari memeluk tubuhnya yang terasa kedinginan

"Tak ada yang mau menerimaku, aku sebatang kara sekarang"
lanjutnya sedih, disela keterdiamannya.

Dan tiba-tiba saja Abel merasakan sedikit kehangatan tatkala sebuah benda tiba-tiba saja tersampir dipundaknya. Abel mendongak, dirinya lantas menemukan 'Emin' yang tengah tersenyum menatapnya.

"Nona tidak usah sedih. Nona tidak sendirian, ada Emin disini" jelas wanita gempal itu. Abel tersenyum. kemudian tanpa aba-aba ia langsung memeluk wanita gempal itu erat.

"Terima kasih Emin, kau sangat baik padaku" ujar Abel yang mulai terisak. Wanita gempal itu hanya diam namun tangannya membalas pelukan Abel sembari menepuk-nepuk pelan punggung wanita itu.

"Terima kasih karena sudah mau menjadikanku temanmu"

Emin menggeleng sembari melepaskan pelukan Abel.

"Jangan seperti itu nona. Justru saya yang sangat senang karena nona mau berteman dengan saya" ujar Emin.

"Ah....tidak-tidak itu terlalu berlebihan" sangah Abel. Emin hanya diam sambil tersenyum dirinya lantas mengajak Abel untuk duduk

"Kalau nona sedih menangislah sepuasnya. Kalau nona senang, tersenyumlah sepuasnya hingga seluruh hati ini merasa lega dan lebih baik" Emin berujar sembari menatap Abel yang terdiam

"Lakukan yang menurut nona benar, dan jangan lakukan jika menurut nona, itu salah" lanjut Emin lagi. Abel mengangguk

"Semua orang punya masalahnya masing-masing, mau berat atau ringan cobaan yang kita hadapi semuanya berguna untuk menguji kesabaran kita dalam menyelesaikan masalah tersebut. Ya.....setidaknya disetiap masalah tentu ada hikmah yang bisa kita ambil didalamnya. Semuanya saling berkaitan"

Abel mencermati setiap perkataan Emin itu dengan seksama.

"Apa Emin punya masalah juga?" tanya Abel tiba-tiba. Emin terdiam sejenak, kemudian wanita itu lantas mengangguk

Bukan ZONK! Where stories live. Discover now