🌈BAB 1🌈_Retno sang guru TK

40.8K 1.6K 42
                                    

Ketika kelahiran dan kematian, terjadi dalam satu detik yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika kelahiran dan kematian,
terjadi dalam satu detik yang sama.

Bunyi decit papan tulis yang bergesekan dengan kapur warna-warni, nyatanya sanggup membuat beberapa orang ngilu mendengarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bunyi decit papan tulis yang bergesekan dengan kapur warna-warni, nyatanya sanggup membuat beberapa orang ngilu mendengarnya. Coretan-coretan pertemuan dua benda tersebut, dapat menjadi sesuatu yang mampu membuat puluhan manik mata di depannya berbinar bahagia. Tangan kreatif milik seorang wanita berparas ayu, dengan tutur kata yang terdengar kalem, namun tersirat ketegasan di dalamnya.

Retno Sekar Ayu. Sebuah nama indah pemberian kedua orang tuanya. Nama yang tersemat sangat pas dengan paras sang pemilik. Retno, mengabdikan dirinya sebagai guru di salah satu taman Kanak-kanak terkenal di kota Yogyakarta. Waktu tiga tahun yang berjalan, bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani. Tentangan dari sang Ayah, yang berpandangan bahwa seorang guru TK, tak akan mempunyai masa depan, menjadi kendala terberat dalam jejak karirnya. Sebab itulah, Retno memutuskan untuk keluar dari rumah orang tuanya dan memilih tinggal di kos-kosan kecil, dekat dengan tempat kerjanya. Bukan bermaksud untuk meninggalkan kedua orang tuanya, Retno hanya ingin membuktikan keputusannya bahwa pekerjaan yang menurutnya sangat mulia itu, bukanlah pekerjaan yang tanpa masa depan seperti yang Ayahnya katakan.

Retno menghela napas, ketika ia menggambar sebuah keluarga yang sedang tersenyum bahagia di bawah indahnya pelangi tiga warna. Deskripsi gambaran para anak kecil tentang keluarga bahagia. Retno ingin suasana dingin diantara Dia dan Ayahnya bisa menghangat kembali seperti gambarnya di papan tulis.

"Bunda!" Panggilan yang menyentakkan lamunan Retno. Ia menyeka sebulir air mata, yang berhasil lolos dari pelupuk matanya. Semua murid di kelasnya memanggilnya Bunda. Ia lebih nyaman dipanggil Bunda, daripada Bu guru. Ia menoleh, kemudian tersenyum ke arah murid yang memanggilnya, "iya, Nanda?"

"Nanda, kan nggak punya Mama?"

Retno tersentak, ketika mendengar pertanyaan dari anak murid yang bernama Ananda itu. Ananda yang belum mengerti, tampak biasa saja ketika menanyakan pertanyaan yang nyatanya mampu membuat Retno menitikkan air matanya. Ingatannya terputar ketika hari pertama masuk sekolah, Ananda hanya di antar neneknya. Retno merasa pilu ketika mendengar cerita dari sang nenek, bahwa Mama Ananda sudah meninggal ketika melahirkan Ananda ke dunia ini. Sangat miris, ketika di tanggal yang sama, ada dua peristiwa yang sangat bertolak belakang terjadi. Kelahiran dan kematian.

"Nanda kan bisa gambar bunda Retno?" ucap Retno sambil berjalan menghampiri Ananda kemudian mengacak pelan rambut anak laki-laki itu.

"Boleh, Bun?" tanya Ananda penuh antusias.

"Iya. Nanda boleh gambar bunda."

Ananda yang mendengarnya langsung berteriak gembira. Mata kecilnya bahkan ikut berbinar.

"Asyik, Nanda punya Mama," sorak Nanda semangat.

Retno mencium pipi gembul anak muridnya itu. Ia tidak membedakan Ananda dengan murid yang lain, hanya saja, Retno merasa bahwa Ananda butuh lebih sedikit perhatian, daripada teman-temannya yang lain, yang masih memiliki figur seorang Ibu.

Retno tersenyum, saat inilah, ia semakin yakin dengan keputusannya. Kecintaannya pada anak kecil, yang mampu memantapkan langkahnya untuk menjadi seorang guru TK.

*****

Selamat membaca kisah Nanda, Retno, dan Salman.

R(RETNO)O ✔ (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang