🌈BAB 31🌈_Melepaskan Semua

3.7K 403 20
                                    

"Bukannya yang Kamu bicaraain itu kebalikannya, Mas? Disini Aku yang cinta sendiri," ucap Retno dengan air mata terus mengalir.

"Aku yang harus nelan rasa sakit ketika Kamu masih menyimpan foto mbak Okta di meja kerja Kamu. Kamu yang masih jadiin foto kalian berdua di wallpaper ponsel Kamu. Kamu yang masih jadiin nomor mbak Okta jadi speed dial nomor satu di ponsel Kamu," Retno menelan rasa sakit di tenggorokannya sebelum melanjutkan unek-unek yang selama ini Ia tahan.

"Aku disini serba salah. Di satu sisi, ini masih hak Kamu, mbak Okta istri Kamu. Tapi di sisi lain, hatiku sakit. Sakit banget ketika Aku hanya ada di posisi nomor dua, tapi nggak bisa berbuat apa-apa." Retno menutup wajah dengan kedua tangannya. Tangisnya pecah karena sudah tak mampu Ia tahan. Ia menangis dengan mengeluarkan suara, mencoba mengeluarkan rasa sakit yang Ia pendam.

Salman masih membeku di tempatnya. Ia seperti tertampar mendengar kenyataan bahwa Retno ternyata merasakan hal menyakitkan, bahkan tak Ia sadari. Ia segera membuka ponselnya, matanya membelalak ketika melihat wallpapernya adalah fotonya tengah merangkul Okta dengan mesra. Ia bahkan tak pernah menyadari, bahkan lupa kapan mengganti wallpaper itu. Selama ini Ia tak pernah menghiraukan wallpaper di ponselnya. Tangannya bergetar mencoba menekan angka satu sedikit lama, matanya terpejam setelah nomor Okta yang terpanggil. Segera, Ia menekan ikon telefon berwarna merah.

Salman memijit pangkal hidungnya, kenapa otak bodohnya tak sampai untuk memikirkan hal sekecil ini. Ia tak bermaksud sengaja, Ia hanya tak pernah terpikir bahkan terlintas untuk memikirkannya pun tidak.

Salman bergegas berjalan ke arah Retno, kemudian memeluknya dengan erat.

Salman bergegas berjalan ke arah Retno, kemudian memeluknya dengan erat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku minta maaf, Sayang. Maafin Aku," Salman menelusupkan kepalanya di ceruk leher Retno.

Seegois itukah Ia?

Separah itukah Ia tak menyadari bahwa dirinya telah menyakiti Retno?

"Kamu yang nggak pernah terbuka soal Mbak Okta, bikin Aku meraba-raba gimana perasaanmu yang sebenarnya ke Aku. Kamu bikin semuanya abu-abu, Mas," ucap Retno dengan terbata-bata. Salman semakin memperketat pelukannya, tak berniat memotong ucapan Retno. Membiarkan kekasihnya itu nengeluarkan semua yang dipendamnya.

"Aku tau mbak Okta itu istrimu, Aku tau Dia itu Mamanya Nanda, Aku tau sampai kapanpun Dia nggak akan bisa terganti. Jelas-jelas, disini Aku saingan sama orang yang udah meninggal, Mas."

"Walau bagaimanapun, Aku udah kalah," Retno mencengkeram bagian depan kemeja putih yang dipakai Salman.

Salman melepas pelukan Retno, memandang wajah sembab kekasihnya dan menghapus air matanya. Retno kemudian menunduk, berusaha meredam tangisannya, walau sesekali senggukannya masih terdengar.

Salman menarik dagu Retno, membawa netra berwarna hitam sepekat malam itu, membalas netra berwarna caramel miliknya. Salman tersenyum tipis, sebelum membuat tubuh Retno menegang karena merasakan bibir Salman mengecup bibir tipisnya walau sekilas.

"Kalau Aku boleh jujur, Aku nggak pernah ngerasain perasaan begitu takut kehilangan wanita yang Kucintai karena kehadiran pria lain. Maafin Aku karena Aku yang terlalu berlebihan nanggapin mantan-mantan Kamu yang tiba-tiba datang itu. Maaf, karena, Aku baru ngerasain ini untuk yang pertama kali."

Retno menatap manik mata berwarna caramel itu dengan tatapan tanya, "mbak Okta?" tanya Retno ragu. Salman tersenyum, melepaskan cengkraman Retno di kemejanya.

Retno mengerutkan keningnya penasaran ketika Salman beranjak ke meja kerjanya, melihat figura di atas meja, yang membingkai foto Okta dengan senyum mengembang tengah mengelus perutnya yang sudah terlihat buncit. Salman tersenyum tipis, kemudian mengambil foto itu untuk kembali berdiri di dekat Retno.

"Kami dijodohin."

🍄🍄🍄🍄🍄

Sedikit cuap-cuap :

Suamiku tuh kaya Salman cueknya. Kalau nggak Aku yang ganti wallpaper di hape-nya nggak pernah ganti. Nggak penting katanya. Diganti berkali-kalipun Dia nggak ngeh.

Sampai sini paham kan?
Wanita dan pria tuh pemikirannya beda. Itulah kenapa sampai Salman nggak ngeh tentang wallpaper, speed dial, foto. Dia itu menjalani seperti biasa, bahkan nggak ngeh printilan-printilan kecil kaya gitu.

Tapi kenapa Retno sampai masalahin hal itu? Karena Dia merasa tersisih. Dia takut. Karena, saingan sama orang yang nggak ada itu lebih menyakitkan.

Perpisahan dengan seseorang yang dicintai karena maut, lebih membekas daripada perpisahan karena alasan lain.

Jadi, Retno bukan lebay atau gimana ya. Dia menyampaikan ketakutannya yang Ia pendam selama ini.

See you....

Jangan lupa pencet bintang di sebelah kiri dan tinggalkan komentar. Jangan jadi sider dong....

 Jangan jadi sider dong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
R(RETNO)O ✔ (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang