🌈BAB 29🌈_Jangan Nilai Buku Dari Sampulnya

3.5K 365 21
                                    

(Satu jam sebelum kejadian)

Retno tengah memarkirkan sepeda motornya di garasi rumah prianya. Dari semalam Ia berkirim pesan dengan Dira, Dira meminta Retno untuk ke rumah. Retno juga tak lupa menanyakan keadaan Salman yang selama empat hari ini, sangat susah dihubungi. Terakhir mereka berhubungan adalah ketika Salman menunggu di teras rumah kost-nya, dan mendapati Ia dan Nanda turun dari mobil seseorang yang membuat Salman murka.

Retno menjelaskan kejadian yang sebenarnya hingga akhirnya Salman mengangguk mengerti. Walau yang Retno lihat, Salman terpaksa menganggukkan kepalanya mengerti, karena tak ingin mendebat Retno di depan Nanda.

Retno menghela nafas kesal karena Salman berusaha menghindarinya, bukan menyelesaikan masalah mereka. Cemburunya Salman ini, mengingatkan Retno dengan remaja belasan tahun yang tengah kasmaran dan sedang bermain kucing-kucingan karena perdebatan kecil.

Sebenarnya Retno sudah ingin menemui kekasihnya yang tengah merajuk ini dari beberapa hari lalu. Tetapi karena pekerjaan yang tak bisa Ia tinggal, Ia beberapa kali mengurungkan niatnya. Pesan yang Ia kirimkan pun, hanya dibaca seperti koran saja. Walau ada beberapa pesan dibalas dengan jawaban singkat dari Salman.

Retno berjalan menuju pintu, dan memencet bel di rumah Salman itu. Ia membawa black forest yang sengaja Ia buat untuk Salman. Roti kesukaan Salman yang Ia ketahui sebulan yang lalu, ketika Salman tengah menonton tayangan di salah satu stasiun tivi di rumahnya, yang tengah menayangkan acara kompetisi memasak. Di episode saat itu, para peserta diwajibkan membuat dessert, dan ada salah satu peserta yang membuat black forest dengan kreatifitasnya yang membuatnya lain dari peserta lainnya dan menjadikannya pemenang kala itu.

"Retno?" ucap seseorang lembut ketika melihat Retno yang tengah berdiri di depan pintu.

"Ibuk," Retno menyalim tangan milik seseorang itu, menciumnya, kemudian memeluk tubuh yang sudah mulai renta karena usia yang sudah berjalan lebih dari setengah abad. "Gimana kabar Ibuk? Sehat terus kan?"

Ningsih membalas pelukan Retno, "sehat dong, Ibuk ini walau sudah tua kan tetep lincah."

Retno terkekeh sambil melepas pelukan mereka dengan pelan, "Retno percaya. Kadang Retno lupa kalau Ibu ini udah nggak muda lagi, abis kuat dan lincah banget sih. Kaya masih sepantarannya Aku."

"Kamu bisa aja," ujar Ningsih sambil mencubit kecil hidung Retno.

"Sini masuk," ajak Ningsih sembari menarik tangan Retno untuk masuk ke rumahnya. Retno mensejajarkan langkahnya kemudian meletakkan tangannya di belakang pinggang Ningsih. Mereka berdua memilih langsung menuju dapur, tempat favorit mereka berdua di rumah ini. Ia merasa bahagia karena Ibu dari kekasihnya ini, sangat baik terhadapnya. Semula Ia takut, akan penolakan akan dirinya yang tiba-tiba masuk menjadi pendamping Salman. Namun, ketakutannya segera menguap ketika wanita berusia awal kepala enam itu, memeluknya sambil berkali-kali mengucapkan terima kasih ketika Salman mengumumkan hubungan mereka.

Mata Retno terus bergerak ke arah tempat kerja Salman yang terletak persis di seberang dapur, yang dapat Ia lihat melalui jendela yang terletak di sebelah kitchen set itu.

"Salman lagi ngambek ya?" tanya Ningsih tiba-tiba yang berhasil mengalihkan pandangan Retno, yang tengah menatap sosok pria yang tengah serius menekuri buku dan pulpen di bangku bulat luar ruang kerjanya.

"Ibuk tahu?" tanya Retno balik.

Ningsih mengangguk sambil terkikik geli, "kelihatan banget. Ditanya nggak nyambung, marah-marah nggak jelas. Tuh, Kamu lihat aja sendiri."

Retno mengalihkan pandangan ke arah prianya lagi, Salman kini tengah melompat-lompat dengan tangannya yang tengah mengacak rambutnya frustasi. Retno menggigit bibir bawahnya menahan senyumnya melihat tingkah laku Salman.

"Anak Ibuk, dua-duanya kelakuannya absurd," celetuk Ningsih yang berhasil membuat Retno mengalihkan pandangannya secepat kilat, karena ucapan Ningsih yang membuatnya melongo tidak percaya akan pemilihan kata modern yang keluar dari bibir wanita itu.

"Dua-duanya nggak terlihat seperti penampilannya," ujar Ningsih dengan selingan tawa. Ningsih melanjutkan, "yang gedhe tampilannya kayanya dewasa, dingin, jutek, garang, padahal mah kaya anak kecil, gugupan, ceroboh."

Retno tersenyum sambil menganggukkan kepalanya tanda setuju.

"Yang kecil kelihatannya kalem, anggun, lemah lembut kaya priyayi. Padahal aslinya gampang marah, nggak sabaran, meledak-ledak kaya kembang api malam tahun baru," kata Ningsih sambil terkekeh. Lagi-lagi Retno menganggukkan kepalanya tanda setuju.

Saat pertama kali melihat Dira, Retno juga menyangka bahwa Dira itu kaya putri keraton, wajah mungil, mata teduh, bibir tipis dengan senyum lembut. Tapi pandangan Retno langsung buyar ketika Dira membuka mulut dan mengeluarkan suara cemprengnya. Yang Salman sering bilang mirip jeng kellin, seorang tokoh dengan suara cempreng yang diperankan artis tanah air, Nycta gina.

"Tapi yang harus Kamu tahu. Salman cinta sama Kamu itu tulus. Bukan kelihatannya. Kamu percaya sama Ibuk kan?" Ningsih mengusap bahu Retno lembut.

Retno mengangguk sebelum berkata, "makasih ya, Buk."

🌈🌈🌈🌈🌈

Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri bawah ya.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
R(RETNO)O ✔ (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now