🌈BAB 19🌈_Bahagia

4.4K 394 10
                                    

"Siapa?" Retno sedikit terkejut karena Ia tak melihat Ayahnya sudah berdiri di balik pintu rumah kosnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Siapa?" Retno sedikit terkejut karena Ia tak melihat Ayahnya sudah berdiri di balik pintu rumah kosnya. Retno menyalim tangan Ayahnya. Matanya bergerak keliling mencari sosok Ibunya.

"Ehhhhm yang mana Yah?" Retno sangat paham akan 'Siapa' yang dimaksud sang Ayah, Ia cuma sedikit mengulur waktu kemarahan Ayahnya. Sungguh, badan lelah Retno berkonstribusi lebih besar bisa membuatnya bertengkar dengan Ayahnya. Retno sebisa mungkin menghindari hal tersebut.

"Laki-laki tadi, yang cuma nganter Kamu sampai depan rumah. Nggak punya sopan santun." Waluyo meninggikan suaranya ketika mengingat puterinya diantar pria asing di matanya. Pria bermobil sedan kuno dengan pakaian lusuh yang terdapat cat di sana-sini.

"Retno nggak tahu kalau ada Ayah di rumah. Makanya Nggak Retno ajak masuk." Retno menuntun Waluyo untuk duduk di sofa. Ia tak ingin Waluyo terlalu lama berdiri yang bisa menyebabkan Ayahnya itu kelelahan. Setelah Ayahnya duduk, Ia bergegas melepas tas punggungnya, kemudian meletakkannya di kamar tidurnya. Ia kemudian pergi ke dapur untuk mencari Minarsih. Retno tersenyum melihat bagaimana sang Ibu membuka kedua lengannya untuk menyambut Retno ke dalam pelukannya. Retno segera menghambur ke pelukan Minarsih yang sangat Ia rindukan. Terakhir mereka bertemu adalah ketika insiden kondisi mental Retno yang tiba - tiba melahap dirinya, sehingga Ia lebih memilih berlari menghindar agar kedua orang tuanya tak mengetahui kondisi kejiwaan yang Ia derita.

"Yang sabar ya cah ayu. Ayahmu hanya nggak mau Kamu pilih jalan yang salah." Retno menepuk punggung Minarsih lembut. Ia mengangguk lirih untuk menyetujui perkataan Ibunya.

"Sana, susul Ayahmu!" Retno melepas pelukan Ibunya dengan berat, Ia menghela nafas sebelum berjalan menyusul Ayahnya yang sudah siap memberondongnya dengan berbagai macam pertanyaan yang tajam.

" Apa pekerjaan laki - laki tadi? Ayah nggak yakin Dia bisa hidupin Kamu." Retno tersentak kaget mendengar pertanyaan Ayahnya. Ia tak menyangka Ayahnya sampai hati berucap seperti itu. Merendahkan Salman yang merupakan seorang asing untuk Waluyo.

🔥🔥🔥🔥🔥

"Terakhir pas Kamu nelpon Aku sambil nangis, Apakah sebelumnya Kamu bertemu dengan Ayahmu?" Salman berhati-hati menanyakan pertanyaan itu. Ia nenepuk-nepuk punggung Retno yang masih dalam rengkuhannya. Ia tak akan memaksa Retno untuk menceritakannya, Ia tak ingin jika Retno menyakiti dirinya lebih dari ini, jika Salman terlalu bertanya lebih.

Retno mengangguk lemah. Salman semakin yakin dengan pemikirannya, bahwa Ayah Retno mempunyai andil besar dengan kondisi jiwa kekasihnya ini. Retno perlahan menjauhkan dirinya dari pelukan Salman. Perlahan cengkeraman tangan kanan Retno di tangan kirinya mengendur. Gerakan yang tak lepas dari pengamatan Salman, dan membuatnya sedikit terkejut ketika melihat darah di pergelangan tangan kiri Retno. Salman segera menetralkan mimik wajah terkejutnya. Salman mempercayai seseorang dengan kondisi seperti Retno sangat membenci rasa dikasihani, dicaci dan dibenci. Mereka membutuhkan dorongan, kekuatan, dan kepercayaan. Maka dengan tenang, Salman bergegas mengambil air untuk membersihkan luka Retno. Retno yang baru pertama kali menerima perlakuan semanis ini, tak bisa membendung air matanya. Ia mengira Salman akan berlari ketakutan sambil mencacinya dengan label gila seperti Adly. Ia tak pernah menyangka bahwa Salman akan menatapnya dengan sorot mata hangat penuh kekuatan. Tak ada sorot kasihan, takut atau bahkan jijik melihat kondisi Retno. Retno tersenyum, untuk kali ini saja Ia ingin mempertahankan pilihannya tanpa direnggut paksa oleh Ayahnya.

🔥🔥🔥🔥🔥

"Dia baik banget. Pinter, penurut, cuma agak pendiem orangnya," mata Retno tampak berbinar ketika menceritakannya. "Kapan-kapan Aku harus kenalin Kamu sama Ratih deh, Mas." Salman mengangguk, tangan kirinya bergerak mengelus puncak kepala Retno dengan lembut. Siapa sosok Ratih yang tengah Retno bicarakan dengan binar mata bahagia ini. Salman harus berterima kasih kepadanya.

Retno tersenyum menerima perlakuan manis Salman. Setelah drama beberapa menit yang lalu, Salman memutuskan mengajak Retno dan Nanda pergi ke Parangtritis untuk melepas penat mereka. Retno menoleh ke arah Nanda di jok belakang yang tengah mengamati jalanan sekitar dengan antusias. Ia kembali menghadap ke arah depan, melihat Salman sekilas kemudian tersenyum samar. Retno yakin pilihannya kali ini, akan membuatnya bahagia.

R(RETNO)O ✔ (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang