🌈BAB 5🌈_Belum siap

12.3K 809 6
                                    

Retno menghela nafas, pikirannya melayang ketika, siang tadi Ia mendapat sebuah panggilan dari seseorang yang telah sangat berjasa melahirkannya ke dunia ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Retno menghela nafas, pikirannya melayang ketika, siang tadi Ia mendapat sebuah panggilan dari seseorang yang telah sangat berjasa melahirkannya ke dunia ini. Minarsih, begitulah panggilan dari seorang wanita paruh baya cantik, Ibunda Retno.

Ayahmu sakit, Cah ayu. Pulanglah!

Kalimat yang sukses membuat diri Retno seakan dihantam palu yang besar tepat di dadanya. Retno menggigit bibir bawah menahan desakan tangis yang sejak tadi Ia tahan. Sebulir air mata berhasil melesak keluar dari sudut matanya karena tak mampu menahannya lagi. Ia merindukan Ayah Ibunya. Mengingat tubuh renta kedua orang tuanya membuat air mata Retno semakin deras mengalir.

Apa pilihanmu itu bisa disebut pekerjaaan? Kamu itu punya otak cerdas, kenapa Kamu sia - siakan hanya untuk mengajar anak - anak kecil yang tidak tahu apa - apa.

Retno menghela nafas dalam guna menghentikan tangisnya, ketika mengingat perkataan Ayahnya yang sangat menentang pilihannya. Betapa ketidak setuju-an sang ayah sangat melukai hatinya. Retno menganggap ayahnya terlalu menjunjung gengsi dan harga dirinya.

Sang ayah yang begitu mendambakan ketika Ia menjadi seseorang yang bisa menghasilkan banyak uang dengan mengandalkan otaknya. Dokter, pengacara, hakim, tiga profesi yang diinginkan sang ayah.

Retno bukan tidak setuju dengan pilihan sang ayah. Namun, menurut Retno menjadi seorang Guru itu juga pekerjaan yang sangat mulia. Guru mengajarkan seseorang yang belum mengerti apa-apa, menjadi seseorang yang memiliki ilmu dan wawasan. Ilmu yang selamanya akan bermanfaat. Wawasan yang mampu menjadikan orang menjadi seseorang.

Bukankah dokter tidak bisa menjadi Dokter tanpa jasa seorang guru?

Bukankah hakim tak akan bisa menjadi hakim, tanpa jasa seorang guru juga?

Begitupun juga pengacara.

Retno hanya tidak suka ayahnya memandang rendah suatu profesi, hanya karena nilai rupiah yang dihasilkan. Tidak adil, pikirnya. Guru, dokter, hakim, pengacara, atau profesi yang lain adalah suatu pekerjaan yang sama-sama mulia.

Jemari tangan Retno bergerak untuk mendial nomor telefon Ibunya. Namun, sebelum panggilan tersebut tersambung Ia mengurungkan niatnya. Retno menghela nafas kasar.

"Maafin Retno, Bu. Retno belum siap." Bulir bening melesak keluar dari sudut matanya. Retno menangis terisak, merasa lelah dengan keadaannya sekarang. Keadaan yang mengharuskan Ia dan Ayahnya bertentangan sampai saat ini. Keadaan dimana Ia belum mampu meyakinkan ayahnya bahwa pekerjaan yang Ia pilih ini begitu mulia.

 Keadaan dimana Ia belum mampu meyakinkan ayahnya bahwa pekerjaan yang Ia pilih ini begitu mulia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Kendal, 3 April 2018

R(RETNO)O ✔ (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now