🌈BAB 11🌈_Bolehkah Aku Merengkuhmu?

10K 744 19
                                    

Titik Nol, kota Yogyakarta, menjadi saksi bagaimana dua insan manusia berbeda jenis kelamin ini, duduk gusar di salah satu bangku yang berada disana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Titik Nol, kota Yogyakarta, menjadi saksi bagaimana dua insan manusia berbeda jenis kelamin ini, duduk gusar di salah satu bangku yang berada disana. Suasana lampu malam semakin memperindah tempat dengan lalu lalang orang yang semakin banyak ini. Klakson mobil sesekali terdengar ketika traffic light menunjukkan lampu berwarna hijau. Kemacetan menjadi alasan beberapa pengemudi membunyikan klakson. Mereka tidak sabar ingin segera melepas kepenatan dari seharian aktifitas mereka.

 Salman tersenyum kecil mengingat bahwa hari ini adalah malam minggu. Pantas, jalanan Malioboro tampak sesak dipenuhi beberapa orang. Anak muda yang ingin berkencan. Pasutri yang ingin menghabiskan malam bersama anak-anak mereka. Bahkan, para jomblowan dan jomblowati yang ingin bersenang - senang dengan sesama jomblo seperti mereka. Siapa tahu ada bule yang kecantol.

Salman menghela nafas gusar melihat Retno yang tengah menenggak air putih guna untuk menelan obat yang Retno ambil dari tasnya. Suara bergetar Retno waktu menelfonnya tadi, mampu membuat Salman yang tengah merekap pesanan dari customer-nya bergegas mencari kunci motor vespa kesayangannya.

Salman menatap wajah Retno. Mata Retno yang bengkak, jelas sekali menandakan betapa lama durasi tangisannya. Ia menggaruk pelipis kanannya yang tidak gatal. Berbagai pertanyaan berkecamuk di benak Salman.

"Terima kasih ya, Pak. Maaf saya jadi ngrepotin Bapak." Retno terlihat menunduk tak berani menatap wajah Salman. Retno merasa sangat malu kepada Salman. Bagaimana bisa nama Salman yang terbesit untuk Ia mintai tolong? Kenapa wajah Salman yang terlintas ketika kondisi itu datang?

Retno menghela nafas dalam, berharap beban yang menumpuk di dadanya bisa sedikit berkurang. Tekanan dari sang Ayah lagi-lagi membangkitkan kondisi yang sangat Retno benci. Kondisi dimana Retno menjadi seorang anak yang durhaka. Kondisi ini juga yang membuat Retno melihat Ayah kandungnya dengan teramat takut.

"Bu, Anda boleh cerita apa saja ke saya." Mata Salman menangkap reaksi sentakan halus tubuh Retno dari perkataannya. Salman mengetahui obat apa yang diminum Retno tadi. Ia beberapa kali membelikan obat tersebut untuk Dira yang akhir-akhir ini sering terkena Insomnia menghadapi ujian akhir yang sebentar lagi akan Ia hadapi. Salman ingat, obat tersebut adalah obat penenang. Sebenarnya masalah apa yang sedang dihadapi Retno hingga membuat dirinya sampai sekacau ini.

"Bapak pasti sudah tahu kalau saya..." Retno meneguk ludah susah payah. "Gila ya Pak?"

Giliran Salman yang terkejut dengan pertanyaan Retno. Salman menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju. "Nggak Bu. Jangan ngomong seperti itu. Apapun masalah yang Ibu alami saat ini, berbagilah dengan seseorang Bu. Jangan dipendam sendiri."

"Tapi Pak. Selama Saya menceritakan kondisi Saya kepada siapapun, mereka selalu melabeli Saya sebagai orang gila. Punya penyakit jiwa." Retno kembali mengeluarkan air matanya, mengingat betapa miris dirinya. Betapa sakit yang Ia rasakan ketika Ia berbagi tentang kondisinya dengan seseorang. Cibiran, ejekan, bahkan cacian pernah Retno rasakan.

Salman menghela nafas, tidak habis pikir. Bagaimana bisa sesama manusia dengan teganya melontarkan kata-kata yang bisa menyakitkan sesamanya. Mereka - mereka dengan kondisi jiwa seperti ini butuh dorongan, butuh kepercayaan, bukan cibiran, hinaan, atau bahkan makian. Salman kembali menatap Retno yang masih menunduk. Tubuh kecil itu, bergetar seirama dengan tangisan pilu yang menyayat hati Salman. Bolehkah Salman merengkuhnya? Bolehkah Salman sedikit membagikan kekuatan ke tubuh ringkih di sampingnya ini?

 Bolehkah Salman merengkuhnya? Bolehkah Salman sedikit membagikan kekuatan ke tubuh ringkih di sampingnya ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Noted :

Aku punya temen, Dia punya gangguan kecemasan mirip Retno. Dia bilang, Dia frustasi, Dia depresi.
Karena apa?

Karena Dia setiap cerita tentang kondisinya malah jadi bahan ejekan, jadi bahan bully-an.

Ngapain Kamu mau ke Psikiater? Kamu gila?

Pertanyaan bodoh yang dengan tega keluar dari mulut orang bodoh juga.

Ke Psikiater bukan berarti GILA.

Jadi, stop bully orang - orang dengan kondisi jiwa seperti ini. Mereka butuh dorongan.
Kita tidak pernah tau, kata - kata ejekan kita, bisa berakibat fatal bagi mereka.

Sampai ketemu di update selanjutnya...
Jangan lupa klik ⭐ di pojok kiri bawah ya man - teman.

Salam hangat dari

Mak emak yang nggak pernah nerobos lampu merah

R(RETNO)O ✔ (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang