🌈BAB 33🌈_Mengulang Kisah Pilu

3.6K 359 24
                                    

Baca cerita Dira juga yuk... Ada di work ku ya...

🍁🍁🍁🍁🍁

"Tujuh tahun lalu, kakung meminta pendapatku tentang perjodohan itu. Beliau tidak memaksa, semua pilihan ada di tanganku. Tanpa pikir panjang Aku menerimanya," Salman menatap langit biru dengan arak-arakan awan yang menyerupai berbagai bentuk.

"Kamu nggak punya pacar waktu dijodohin?" tanya Retno penasaran. Menurut novel yang Ia baca, biasanya ada salah satu pihak yang sudah memiliki kekasih. Kekasih yang akan berakhir menjadi pelakor di tengah hubungan cinta yang mulai bersemi karena perjodohan.

Salman menggeleng, "Aku jomlo waktu itu. Nggak kepikiran sama sekali, karena Aku masih semangat-semangatnya ngerintis percetakan ini. Menggantikan tugas Ayah yang meninggal tepat satu tahun saat perjodohan ini diungkapkan."

Retno mengangguk paham, ia menggumamkan kata maaf.

"Aku berterima kasih sama Kakung, karena Aku nggak perlu susah-susah nyari pendamping. Aku percaya pilihan beliau akan menjadi pilihan terbaik untuk menjadi istriku," ucap Salman dengan diakhiri dengan bibir mencecap. Ia merasakan mulutnya kembali terasa kecut, dorongan ingin merokok muncul lagi. Ia kembali mengambil permen mint di depannya.

"Kamu nggak kenal mbak Okta sama sekali?"

"Nggak. Aku ketemu Dia pertama kali waktu selesai akad." Retno membelalakkan matanya tak percaya dengan fakta yang keluar dari mulut Salman.

"Aku nggak pernah sentuh Dia, berbicara seperlunya. Waktu itu Aku merasa bahwa tugas Okta sebagai istri sebatas merawat Ibuk dan Dira, nyiapin semua kebutuhanku. Aku merasa nggak perlu ada cinta di pernikahanku, yang penting Aku udah nerima perjodohan, dan menuhi permintaan Kakung. Keadaan canggung yang terjadi selama hampir satu tahun."

"Itu bukan Kamu!" Retno menggeleng tak percaya bahwa ternyata Salman begitu jahat kepada mendiang Okta.

"Itu Aku dan Aku jahat banget sama Okta. Hal yang bikin Aku semakin merasa bersalah adalah ketika mengingat Okta tetap penuh senyum ketika berbicara denganku, nggak pernah ngeluh, selalu menempatkan dimana Ia telah berhasil menjadi istri yang baik buat Aku." Suara Salman bergetar mengingat tindakannya waktu itu. Ia menyeka kedua sudut matanya.

"Mungkin titik terendah kesabaran Okta, waktu Aku tak sengaja berbicara keras di depan kedua orang tuanya, dan Ibuk. Aku yang merasa tersudut karena mereka terus membicarakan tentang Okta yang tak kunjung hamil. Aku yang sedikit emosi, akhirnya lepas kontrol. Okta menangis, tidak menyalahkanku. Ia menyalahkan dirinya sendiri, karena tak bisa menjadi istri yang baik buatku. Ia meminta maaf atas kesalahan yang Aku perbuat." Retno sudah menangis tersedu, tak pernah menyangka Okta akan sebaik dan sesabar itu menerima semua perlakuan Salman.

"Aku ditampar Ibuk, di depan istri dan mertuaku. Aku malu. Bukan malu karena ditampar, tapi Aku malu akan sifatku yang tak layak disebut sebagai manusia. Kata Ibuk, Beliau sudah tidak tahan dengan sifatku kepada Okta. Selama satu tahun Ibuk terus diam dan menguatkan Okta untuk bertahan atas sifatku. Ibuk percaya Aku akan berubah seiring berjalannya waktu." Salman menghela nafasnya hati-hati. Beban yang menggerogotinya perlahan terangkat.

"Ya, Aku memang berubah setelah itu. Aku merasa sangat bodoh, ketika Aku harus berubah karena tamparan Ibuk, bukan atas kesadaranku sendiri. Merasa semakin tolol karena baru menyadari sebegitu baik Okta terhadapku. Okta begitu mudah memaafkanku begitu saja."

Retno beranjak menghampiri Salman. Berjongkok di depan sofa yang Salman duduki. Mengusap air mata yang jatuh berderai dari mata kekasihnya itu.

"Tuhan hukum Aku dengan cara mengambil Okta istri yang Aku sia-siain, dari dekapku... sewaktu Aku sudah jatuh hati. Tuhan hukum Aku dengan cara ngasih Nanda, supaya Aku bisa terus inget kesalahan bodohku." Retno merengkuh tubuh Salman. Suara tangis Salman teredam di bahu Retno. Tubuh tegap itu kini bergetar, tubuh yang biasanya memberi kehangatan dan menjadi perisai untuk melindunginya, kini terlihat dingin dan rapuh. Retno mengusap punggung Salman, menguatkan Prianya. Retno menangis, siapa yang tak akan menangis mendengar kisah pilu seperti ini. Bahkan, langit yang semula tersenyum kini menampakkan kelabunya. Arak-arakan awan mendung bergumul menjadi satu, menciptakan rintik yang perlahan menjadi tetesan yang tak berkesudahan. Rintihan hujan seakan mengiringi, tangisan Salman yang tak kunjung reda. Tangisan yang Ia tahan bertahun-tahun kini tumpah ruah.

"Dan... Tuhan berhasil, ketika Aku melihat mata Nanda, Aku mengingat bagaimana Okta meregang nyawa, dengan senyum menghias bibirnya."

🍁🍁🍁🍁🍁

Lagi nggak ya??

Lagi nggak ya??

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
R(RETNO)O ✔ (Sudah Terbit)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora