On Guard For Her: Danger

827 85 18
                                    

For the previous chapter I did changed 'Skripsi' to 'Tugas' for Rasya's part since I actually meant it to be Tugas but I don't know what was happening with me. My mind and fingers wasn't work in a sync apparently.

So here we go again!

Keringat mulai membanjiri kening Varend yang sampai sekarang masih belum berhenti berlatih di lapangan basket sendirian. Padahal anak team basket lainnya sudah beristirahat sejak 1 jam yang lalu. Namun pemuda tampan itu kelihatan masih belum lelah. Justin dan Kelvin yang melihatnya di pinggir lapangan pun dibuat pusing karenanya. Pasalnya sejak Rafa memberitahu rahasia terbesarnya pada Varend dan mengatakan kalau sekolah sebelah mempunyai rencana untuk mencelakainya, bukannya takut, Varend malah merasa tertantang dan sedikit... marah.

Dia marah atas apa yang orang dari sekolah itu membuat Rafa tidak bisa bermain basket lagi. Dia marah karena mereka bertindak sangat keterlaluan pada orang yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri itu. Dia tidak akan membiarkan mereka senang karna telah menghancurkan Rafa. Dia sama sekali tidak takut meski dia sudah mengetahui kalau orang-orang dari sekolah itu ingin mencelakainya juga. Dia akan melawan, untuk dirinya sendiri, Rafa dan Bima Sakti.

"Kak Varend belom selesai juga latihannya?" Justin dan Kelvin sontak menoleh ke arah kiri, menatap gadis cantik berambut hitam pekat yang kini sudah duduk di sebelah Justin dengan mata kecokelatannya mengarah pada Varend di lapangan.

"Belum." Justin menjawab dengan singkat, ia kembali melihat ke arah Varend. Ia sudah menyuruh pemuda itu untuk berhenti berlatih, namun sepertinya perkataannya hanya dianggap angin lalu oleh Varend.

Sebenarnya Varend merasa sedikit kesal pada Justin dan Kelvin yang tidak memberitahu tentang masalah ini dari awal. Mereka sudah tau tapi berpura-pura mendukung Varend dan diam-diam mencari cara agar Varend tidak ikut pertandingan itu. Namun, sikap mereka tentunya sangat beralasan.

Mereka hanya tidak mau Varend celaka. Kejadian 2 tahun lalu, di posisi yang sama, dengan semangat dan tekad yang sama telah membuat Rafa kehilangan mimpinya. Sebenarnya dari awal Justin sudah bilang ke Varend untuk tidak menyetujui ajakan Fandy masuk team basket, tapi Varend yang memang menjadikan basket sebagai hobinya selain fotografi tidak bisa menolak.

Dia menyukai basket, meskipun tidak sebesar ia menyukai dunia fotografi. Lagipula semakin Varend dilarang, dia akan semakin nekad. Varend itu keras kepala, susah merubah keputusan yang sudah dia buat.

"Kan yang lainnya udah pada selesai latihan, kok kak Varend nggak istirahat sih?"

Justin memutar kedua bola matanya malas.

"Kenapa lo jadi perhatian sama bang Varend? Lo mulai jadi fansnya dia?"

Gadis itu sontak menoleh dan memukul lengan Justin dengan keras sampai Justin berteriak kesakitan. Kelvin tertawa kecil melihat Justin dipukul.

Mulai lagi, kalau Justin dan gadis ini bertemu pasti akan terjadi pertengkaran seperti barusan. Kelvin sudah biasa melihatnya.

"Kalaupun iya gue suka sama kak Varend juga percuma, dia nggak bakalan suka sama gue sampai kapanpun. Diakan manusia paling dingin dan cuek se-Galaksi. Gue dilirik lebih dari 3 detik aja nggak pernah. Cuma kak Vania doang yang bisa deket sama kak Varend."

"Ya, bang Varend masih normal kali, dia nggak akan menyia-nyiakan waktunya barang 3 detik buat ngelirik-lirik pipiyot macem lo."

Gadis bername tag Leona Islan itu membulatkan matanya dan kembali memukul lengan Justin berkali-kali sampai Justin mengaduh dan terjatuh ke lantai semen lapangan itu dengan tidak hormatnya.

"Kurang ajar lo nyama-nyamain gue sama pipiyot! Lo tuh, muka kaya bopak aja songongnya se-level Justin Bieber!"

Justin menampakkan wajah protesnya pada Leona. Seenak jidat dia menyamakannya dengan bopak!

VARENDZKA | K.T.HWhere stories live. Discover now