Not Close Enough

522 66 19
                                    

Go to multimedia to see a cute gif of Varend and Rafa being so adorable to start this chapter. Komen jangan lupa ya, babes!❤

Varend kembali membetulkan posisinya saat sang model yang awalnya duduk menjadi berdiri. Varend meminta modelnya memegang kacamatanya sembari tersenyum dengan menyipitkan matanya dan kembali mengambil gambarnya. Ia melihat jepretannya barusan di laptop yang sedang di pegang oleh asisten si model. Well, modelnya kali ini adalah seorang artis ibu kota yang akan mengeluarkan buku terbarunya dan pose tadi adalah pose terakhir.

"Waaahh bagus banget hasilnya! Foto gue berasa kaya artis-artis Hollywood deh." Kata sang artis dengan wajah berbinar di sebelah Varend, membuat Varend tersenyum juga. Ia senang ketika seseorang memuji hasil karyanya.

Setelah beberes dan hendak pamit, pulang sang artis wanita tadi kembali memanggilnya, Varend menoleh. Artis itu memberikan topi putih yang ketinggalan di kursi pada Varend.

"Oh, thank you ya!" balas Varend singkat sambil mengenakan topinya kembali. Gadis itu mengangguk.

"Makasih juga ya mau jadi fotografer gue hari ini. Gue beneran suka sama hasil fotonya, gue salut banget sama lo."

Varend tertawa kecil, "Fotonya belum selesai, masih ada proses edit. Lo terlalu berlebihan."

Gadis itu menggeleng membuat rambut hitsem bahunya bergoyang, "Belum lo edit aja udah bagus kok, sisanya gue percayain sama lo. Karena buku ini penting buat gue. Tolong ya, Rend."

Varend mengangguk pasti, gadis itu kembali tersenyum lalu kembali masuk ke gedung yang menaunginya itu setelah mengucapkan salam ke Varend. Pemuda itu kembali berjalan ke tempat mobilnya terparkir, namun matanya menangkap seseorang yang sangat ia kenal sedang berjalan keluar dari sebuah toko buku independen dengan sebuah kantong plastik putih.

Otaknya berputar dengan cepat saat melihat sebuah mobil sedan hitam berkecepatan tinggi sedang menuju ke arahnya dari belakang. Tanpa pikir panjang Varend segera berlari ke arah gadis itu dengan tergesa dan menariknya ke trotoar tepat sebelum sedan itu sempat menghantamnya.

Gadis yang berada di genggamannya terlihat sangat terkejut. Matanya melebar melihat ke arah sedan hitam yang sudah mulai menjauh. Jantungnya berdetak sangat cepat dan lututnya terasa lemas, bibirnya juga sedikit bergetar.

Dan yang membuat Varend tambah khawatir adalah gumaman ketakutan gadis ini. Meskipun hanya gumaman Varend dapat mendengarnya dengan jelas.

"Mobi itu lagi."

Neuron di otak Varend membentuk sebuah skenario dan banyak pertanyaan sekarang. Penekanan di kalimat terakhir Vania tadi membuatnya khawatir.

"Vania, apa lo pernah ngeliat mobil itu sebelumnya?"

Vania mendongakkan kepalanya pada Varend dan mengangguk pelan. "Mobil itu udah dua kali hampir nabrak gue minggu ini."

"Ini kali kedua mobil itu hampir nabrak lo?"

Vania menggeleng, semburat ketakutan terlihat jelas di mata gadis itu. "Ini ketiga kalinya."

Varend menggigit pipi bagian dalamnya dengan kesal. Amarah tiba-tiba menguasai Varend. Ia sudah tau ini akan terjadi, namun dia tidak menyangka kalau akan secepat ini.

"Lo pulang sama gue." Varend segera menggandeng tangan Vania. Gadis itu menepuk-nepuk tangan Varend ribut, meminta pemuda itu untuk melepaskannya.

"Varend, gue bawa mobil sendiri tadi ke sini!" Varend masih diam, dia membuka pintu mobilnya dan menyuruh Vania masuk.

"Nanti gue suruh orang buat bawa mobil lo. Sekarang, masuk." Vania mengerutkan keningnya heran. Kenapa dengan Varend hari ini?

"Lo kenapa sih, Rend?" tanya Vania dengan sedikit emosi. Varend masih diam dan dengan cepat menutup pintu mobilnya ketika Vania sudah masuk. Ia langsung menempati sisi kemudi dan mulai menjalankan mobilnya dalam diam. Mengacuhkan Vania yang benar-benar bingung karena sikapnya barusan.

VARENDZKA | K.T.HWhere stories live. Discover now