So Far Away

637 63 52
                                    

Komennya bisa yak buat cowo cowo ganteng ini? Mereka suka banget, apalagi kalo dikasih bintang❤

Mata Varend mengerjap berulang kali saat kepalanya kembali berdenyut untuk kesekian kalinya. Jam sudah menunjukkan pukul 2 malam, dan pemuda bermata tajam itu masih saja berkutat dengan alat-alat editingnya. Sebenarnya dia tidak mempunyai projek yang mepet dengan deadline. Namun, itu adalah sebuah kebiasaan Varend. Ketika dia merasa marah atau sedih, dia akan memaksakan dirinya mengerjakan sesuatu sebagai pelampiasan. Sayangnya, Varend menempuh jalan yang cukup ekstrem. Dia akan terus bekerja, sampai rasa mengganjal yang ada di hatinya hilang.

Varend menyesap cokelat panas untuk ketiga kalinya. Biasanya Varend akan memilih kopi sebagai teman melembur, namun akhir-akhir ini lambungnya sedang bermasalah karena anak itu makan tidak teratur dan bisa terbilang jarang. Rasya memang selalu menyiapkan makanan untuk Varend, kadang kalau Varend sedang ada di mood yang baik, dia akan menghabiskan makanan Rasya. Sebaliknya, saat ia sedang merasa kesal, dia bahkan tidak makan sama sekali. Itulah buruknya Varend, dia tidak pernah mengenal istilah setengah-setengah. Abu-abu bukanlah warna yang ia suka. Kalau putih ya putih, hitam ya hitam. Memilih maju dan menyerang, atau hancur sekalian.

"Sial, kepala gue pusing banget." Varend menghentikan kerjanya sejenak, ia menunduk dan menghirup nafas panjang. Wajar saja kalau kepalanya pusing, ini sudah pukul 2 malam dan ia masih terjaga. Fungsi otaknya pasti terganggu karena terlalu keras bekerja.

Varend menghela nafas lalu mendongak. Ia mulai kembali fokus pada projek yang ia kerjakan meskipun badannya mulai terasa pegal. Tangan Varend terus bergerak, matanya memindai hasil kerjanya dengan seksama. Ia tidak mau ada kesalahan sedikit pun pada pekerjaannya. Ketika ia tengah dalam mode serius, ia menghentikan gerakan tangannya. Varend menundukkan kepala dan meihat ada tetesan darah di kertas tempat ia mencoret-coret.

Varend memejamkan matanya, ia mendengus. Selepas itu, tangan kirinya mengambil empat lembar tisu yang ada di dekat meja kerjanya. Ia mengarahkan tisu tadi ke hidungnya sambil menggumam kesal. "Sial."

Pemuda itu refleks berdiri, ia berjalan mendekat ke arah sofa bed hitam yang berada di sebelah pojok studio itu. Varend membuang tisu-tisu yang penuh darah itu ke tong sampah. Ia menoleh ke jam tangannya. Ini sudah pukul tiga lebih seperempat.

"Oke, gue harus tidur. Barang dua-tiga jam, daripada gue pingsan ntar." Varend membaringkan tubuhnya ke sofa bednya. Ia menatap langit-langit studionya dengan mata yang memerah. Tak berselang lama, pemuda itu sudah terlelap dengan mengenakan kaos putih dan celana sekolahnya.

***

Kelvin mendengus kesal di balik kemudi, ia menoleh samar ketika orang di sampingnya perlahan mulai tertidur dengan earphone menempel di kedua telinga dan masker putih yang melekat di wajahnya. Kelvin menginjak rem kala mereka tengah berada di lampu merah. Ia kembali menoleh pada sahabatnya yang masih memakai kaos putihnya, seragam pemuda itu ia taruh sembarangan di jok belakang. Penampilannya jelas sekali bukan seperti anak sekolahan.

 Penampilannya jelas sekali bukan seperti anak sekolahan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
VARENDZKA | K.T.HWhere stories live. Discover now