Adorable

692 76 39
                                    

It's gonna be a very looooooong chapter. I warn you guys.

Mata Justin terus bergerak ke sana kemari, mencari celah untuk motornya bisa menyalip dengan cepat di tengah-tengah jalanan Jakarta yang padat. Suara deruan motornya yang memekakkan telinga itu benar-benar mengganggu pengguna jalan yang lain. Entah sudah berapa kali ia mendapat pelototan dari orang-orang yang ia lewati atau bahakan hampir terserempet olehnya. Ia tidak peduli, yang penting sekarang adalah, dia dan Varend bisa sampai sekolah sebelum gerbang di tutup.

Ya, Varend berada di boncengan motor honda CBR 150R hitam Justin sekarang, dengan helm fullface yang hanya memperlihatkan matanya saja. Varend membonceng Justin kali ini karena mereka telat bangun dan kalau berangkat dengan mobil Varend, dijamin mereka akan semakin terlambat mengingat macetnya ibukota.

Dengan sedikit menyalahi aturan lalu lintas dan harus menerima makian orang lain, tak lama motor Justin mulai memasuki pekarangan parkir sekolahnya dengan kecepatan diatas rata-rata dan ia langsung menghentikan motornya tepat di garis parkir motor dengan suara decitan yang menggema dikarenakan gesekan ban motor Justin dengan aspal di area parkir tersebut.

Varend dengan sigap meloncat turun dari motor Justin dan melepas helmnya dengan sekali tarikan, membiarkan rambut cokelat keabuannya jatuh sedikit berantakkan. Justin melakukkan hal yang sama, ia lalu meletakkan helmnya di atas motornya dan berlari menyusul Varend yang sudah duluan berlari seolah hidupnya bergantung oleh kecepatannya berlari.
Satpam sudah hampir sepenuhnya menutup gerbang,

Varend menarik nafas dan menambah kecepatan larinya. Keringat sudah menetes dari tadi di sisi-sisi wajahnya, namun dia tidak peduli. Varend memiringkan tubuhnya dan berhasil masuk dengan selamat disusul Justin di belakangnya.

"Hei kalian!"

Justin menoleh pada Varend yang berlari di sebelahnya sambil tersenyum puas melihat satpam yang sedang mencak mencak di posnya karena mereka berdua berhasil lolos. Varend menepuk bahu Justin sebelum berbelok menuju ke jajaran kelas tingkat tiga.

"See you later, bro!" Teriak Varend, Justin mengangguk dan memeberikan jempolnya sebelum berbelok ke barisan kelasnya. Varend mengakselerasi kecepatan larinya saat melihat pak Mario, guru fisikanya sudah memasuki kelas.

Suara decitan sneakers putih Varend menggema di setiap sudut kelasnya karena dia berhenti mendadak dari larinya.

"Maaf pak saya terlambat."

Secara otomatis semua mata anak-anak di kelas menoleh ke arah Varend.

Mereka menatapnya dengan kening berkerut. Pasalnya sekarang penampilan Varend benar-benar berantakkan. Kemeja seragamnya sudah keluar tidak rapi, dasi yang sudah lumayan longgar tersampir di bahu kirinya, rambutnya juga sudah mencuat kesana kemari dan yang terparah lagi adalah...

"Kamu habis berantem, Varendzka William?"

...Wajahnya yang penuh lebam dan luka.
Varend memejamkan matanya dan menghela nafas kesal. Sial.

Mata Varend langsung bertemu dengan manik hazel Vania kala ia membuka matanya hendak menjawab. Gadis itu menatapnya dengan pandangan yang sulit di artikan. Mungkin antara kesal dan juga... khawatir.

Varend memutus kontak mata mereka dan kembali menoleh pada pak Mario yang masih setia menunggu jawaban Varend atas pertanyaannya tadi.

"Enggak pak, saya 'kan ikut Taekwondo, jadinya ya kaya gini."

Mata pak Mario memicingkan matanya ke arah Varend. "Kamu mau bohong sama saya?"

Kepala Varend yang sedari tadi mendunduk, mendongak.

VARENDZKA | K.T.HWhere stories live. Discover now