The X

591 57 22
                                    

Don't hesitate to give me comments ya! Stay tune aja sampe akhir, karena akan ada Visual dua orang ganteng!❤

Justin yang sedari tadi memainkan ponselnya langsung mendongak begitu melihat Varend. Pemuda itu duduk di depan Justin dan dengan wajah tanpa dosanya, Varend meminum kopi yang tadi Justin pesan tanpa repot-repot meminta izin. Justin meyipitkan matanya, memandang Varend kesal.

"Oh bagus, setelah lo bawa kabur motor gue tanpa izin, ngasihin kunci mobil lo yang nggak ada bensinnya, bikin gue nunggu selama setengah jam di sini dan sekarang lo ngerampok kopi gue juga?" sindir Justin, ia melipat kedua tangannya di dada. Kekesalannya tidak bisa ditutupi. Dalam hati dia berdoa agar Varend tersedak.

Varend berhenti meminum kopi Justin sejenak, "Jadi lo nggak ikhlas bantuin gue?"

Justin berdecak mendengar nada dingin Varend, walaupun dia sering mendengarnya dan harusnya sudah terbiasa. Tetap saja dia tidak menyukai cara berbicara Varend yang seperti itu.

"Ikhlas gue, ikhlas bener dah kalo tentang lo mah. Keinginanmu adalah perintah bagiku, bosku." Kata Justin dengan nada kesal yang kentara, satu hal yang bisa kita amati adalah, Justin akan menjadi lebih sarkas dan cerewet ketika sudah terganggu atau marah. Varend tertawa kecil lalu mengangguk-angguk puas. Detik berikutnya Justin sudah mengeluarkan sebuah amplop cokelat besar dan menaruhnya tepat di meja Varend. "Nih file yang lo minta, semua data yang lo butuhin ada di situ."

Varend meraih file itu dan mulai membuka isi amplop tersebut. Ia mengangguk-angguk kala melihat file yang ada di tangannya sekarang. Ia puas melihat detailnya file Justin berikan padanya ini. "Hmm, ada gunanya juga gue punya adek kaya lo ya." Justin memutar kedua bola matanya malas, mulai lagi deh. "Coba lo adek kandung gue, udah dari lama lo gue eksploitasi dan gue jadiin pengikut." Varend terkekeh setelah mengucapkan kalimat konyol barusan. Ia yakin Justin sudah sangat ingin membunuhnya hidup-hidup sekarang. Terlihat dari mata tajam anak itu yang mengarah padanya sedari tadi.

"Lo siap-siap aja ya bang, kalo sewaktu-waktu ada yang diem-diem nyerokin sambel matah ke mulut lo pas lagi tidur karena omongan lo barusan." Justin merampas kopinya dengan cepat dari sisi Varend lalu meminumnya dengan kesal. Varend hanya bergumam saja menanggapi celotehan Justin. Matanya terlalu sibuk membaca data yang tertulis di kertas yang kini dipegangnya. Dia benar-benar terkesan. Bagaimana Justin mendapat informasi se-detail ini?

"Tapi bang, buat apa lo minta file itu sih? Lo ada masalah sama dia?" Varend mendongak sebentar ke arah Justin lalu mengangguk singkat.

"Dia salah satu orang yang gue curigai." Gumam Varend, ia kini mengambil pulpen yang ada bersama file itu tadi dan mulai mencoret-coret di atas kertas tersebut. Justin menaikkan alisnya bingung.

"Apa? Kenapa? Gue pikir dalang dari semua ini adalah Julian."

Varend menghela nafas pelan, "Awalnya gue juga mikir kaya gitu. Tapi setelah nerima memo yang ada di loker Vania dari Kelvin, gue jadi ragu kalo itu Julian."

Justin menegakkan tubuhnya dan mencondongkan tubuhnya ke depan. "Gue boleh liat memonya ngga?"

Varend meraih sesuatu dari kantong jaketnya dan menyerahkannya pada Justin. "Nih."

"You've got a beautiful lips, but it has to be dertroyed." Justin membaca memo itu dengan pelan dan juga kening yang berkerut bingung. Ia lalu kembali mengarahkan matanya pada Varend. "Maksud lo, orang di file itu adalah si pelaku yang ngirim memo itu ke kak Vania dan bukan Julian? Kenapa lo bisa berspekulasi kaya gitu, bang?"

"Julian nggak akan ngirim kata-kata kaya gitu. Vania bakal takut sama dia nantinya dan itu sangat berlawanan dengan niat awal dia. Niat Julian adalah mendapatkan Vania untuk menghancurkan gue."

VARENDZKA | K.T.HWhere stories live. Discover now