Insecure

420 44 2
                                    

Mata Vania berkedip lambat menatap anak-anak basket yang sedang melakukan latihan rutin mereka. Ia merasa sedikit mengantuk dan juga lelah sebenarnya. Seharian ini dia harus mengurus persiapan bakti sosial selepas kelas, saat istirahat pun dia memilih untuk makan di ruang OSIS karena tidak ingin meninggalkan pekerjaannya yang belum tuntas. Namun Vania juga tidak bisa berbuat banyak saat Varend menariknya seusai rapat dan memboyong sang gadis ke lapangan untuk menemaninya latihan.

Gadis itu bertopang dagu sambil memangku tas sang pacar yang sedang menguasai bola di lapangan. Tidak, jangan dulu berpikir kalau Vania bosan atau tidak suka menemani Varend. Dia suka berada dekat dengan pemuda blasteran itu, tapi ada perasaan lain yang mengganjal di hatinya beberapa hari ini.

Satu nama.

Ashley Nathania .

Entah kenapa kalimat pengakuan Varend akan seseorang bernama Ashley itu terus berputar di kepalanya bagai kaset rusak.

'Diapacar aku.'

Bohong kalau Vania tidak merasa cemburu. Meski dia sepenuhnya sadar kalau gadis itu kini sudah berstatus sebagai mantan kekasih Varend. Bahkan, gadis itu sudah berada di dimensi lain.

Tapi perasaan yang Varend miliki untuk gadis itu terasa sangat dalam. Dia bisa tau, hanya dengan mengamati cara Varend  menyebut namanya saja.

Ya.

Cara yang sama, seperti saat Varend menyebut namanya.

Begitu mendamba.

Seolah ia adalah perempuan terindah di dunia.

Vania juga hanyalah gadis biasa yang gampang merasa tidak percaya diri saat kekasihnya menyinggung perempuan lain. Apalagi perempuan yang pernah mengisi hatinya.

Bahkan mungkin, perempuan itu masih berada di hatinya.

"Hei, ngelamun?" Varend mengambil handuk yang berada di samping Vania. Ia mengamati ekspresi Vania yang sedikit tidak fokus dan buru-buru tersenyum saat Varend duduk di sebelahnya.

"Panas banget, ya? Muka kamu sampe merah gitu."

Varend menggeleng kecil, "Enggak kok. Adem malah. Duduk deket bidadari, sih."

Dan kalimat itu sukses membuat Vania merona.

"Jangan kaya gitu, Varend!"

Varend tertawa kecil, mencubit pipi Vania pelan.

"Kaya gitu gimana, Cantikku?"

"Jangan gombal!"

"Enggak gombal, kok. Emang bener kamu itu bidadari ak—aww kok dipukul?"

Mata Vania melirik Varend tajam, sedangkan yang ditatap masih menampakkan wajah kalemnya. Yang sialnya, ganteng.

"Kalo masih nekat juga, aku mau pulang sendir—"

Buru-buru Varend menyahut panik.

"Iya, iya, enggak gitu lagi." Varend menghela nafas lelah, "Abis, aku tadi liat kamu ngelamun terus. Bosen ya nungguin aku latihan?"

Sekarang, Vania yang menggeleng panik karena tuduhan Varend padanya. Mata gadis itu sedikit membesar dan rambut cokelatnya ikut bergerak lembut. Membuat sang kekasih terkekeh pelan.

Imut.

"Enggak! Bukan gitu!"

"Terus kenapa, dong?"

Vania terdiam cukup lama setelahnya. Membuat Varend kembali khawatir. Dia sekarang bertambah yakin kalau ada sesuatu yang membuat gadisnya terlihat cemas dan—sedih?

VARENDZKA | K.T.HWhere stories live. Discover now