A Frozen Heart

480 52 9
                                    

So for the previous chap keknya ku made a blunder ya? Wkwkwk udah ku ganti yang awalnya Hermione kadi Ginny yaaaaa. Oke. Enjooooooy

Perasaan lelah, pegal dan pening menguasai pemuda jangkung yang tengah menggendong tas punggung berwarna biru dongker itu. Keringat dingin sudah membasahi rambut bagian depannya, membuatnya sulit melihat ke depan karena juntaian rambut yang mulai menutupi sebagian mata rubah miliknya. Satu-satunya hal yang ia ingin lakukan sekarang adalah, tidur. Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, tubuhnya pun sudah merengek meminta istirahat dari tadi.

Tepat setelah pemuda itu memutar kenop pintu kamarnya, seseorang menepuk pelan bahunya dari belakang. Dengan gerakan tidak senang, pemuda dengan garis wajah mirip anime itu menoleh ke belakang.  Ia menghela nafas kesal kala melihat tubuh sang kakak menjulang di hadapannya, tangan disilangkan  di depan dada dan kedua alis tebalnya terangkat.

What do you want?” kata si paling muda dengan nada kesal bercampur lelah. Well, dia memang benar-benar sangat menginginkan istirahat sekarang.

Someone wants to have a conversation with you.”

In the middle of the night?” Pemuda rubah itu tertawa dengan nada penuh ejekan, ia yakin kalau ‘someone’ yang dimaksud itu adalah kakaknya sendiri. Pemuda tampan yang memiliki aura sehangat musim panas itu, pasti ingin memulai sesi ceramahnya karena Varend pulang malam lagi, dan si bungsu sedang tidak dalam mood yang baik untuk pertengkaran mereka yang lain, “Just, forget it.”

Detik berikutnya Varend berbalik dan melangkah memasuki kamarnya. Wajahnya terlihat sangat lelah. Dalam hati Varend tidak berhenti mengutuk Rasya karena terus memperlambat waktu istirahatnya yang berharga. Apa Rasya tidak lihat kalau Varend sudah seperti zombie karena kelelahan?

Namun, tepat saat Varend ingin menutup pintu kamar. Suara Rasya kembali menginterupsi.

Dan kali ini, Varend tidak bisa lagi mengelak.

“It’s mom.”

***

Kedua sudut bibir Varend terangkat dengan sedikit paksaan. Mataya menatap lurus ke arah macbook Rasya yang kini tengah menampilkan gambar seorang wanita paruh baya yang duduk lengkap dengan jas dokternya. Wanita itu membalas senyum Varend, dan pemuda itu tidak akan berbohong, senyuman sang ibu benar-benar mirip dengan milik Rasya. Hangat dan meneduhkan. Sangat berbeda dengannya. Dingin dan kaku.

“Halo, adek.” Sapa sang ibu dengan wajah yang sarat akan kerinduan. Perlu dicatat, meskipun nyonya William ini sudah berumur, kecantikannya tidak bisa diabaikan. Lihat saja, walau sudah memliki dua anak yang mulai dewasa, wajahnya masih terlihat bersinar. Wajah oriental setengah Koreanya selalu menjadi nilai plus bagi, Kim Yoora. Varend pun mengakui, bahwa ibunya itu memang sangat cantik.

“Halo, bunda.” Jawab Varend agak kaku.

Rasya yang duduk berada di sebelah Varend pun tidak bisa menahan senyum tipisnya. Ia tau, Varend pasti sedang mencoba agar tidak menangis sekarang. Rasya tau benar adiknya itu sangat menghormati dan menyayangi sang ibu lebih dari apapun, dan kerinduan yang coba disembunyikan Varend, membuat Rasya ingin sekali tertawa. Wajah Varend benar-benar berbeda malam itu, ia terlihat seperti seorang anak berumur lima tahun yang merajuk pada sang ibu dan mengaku bahwa ia sudah dewasa.

Rafa benar, Varend memang masih kekanakan dan manja.

“Di sana udah malem ‘kan pasti? Kok, adek baru pulang, dari mana?”

Hidung Varend berkerut samar, dia tidak mungkin bilang kalau seharian tadi dia di studio karena ada proyek lagi dari kliennya dan Ia dibuat sedikit kualahan karena ada satu orang dari timnya yang absen. Sialnya, orang itu adalah asisten pribadi Varend di studio. Jadi, seharian tadi dia harus mengatur segala keperluannya sendiri, meskipun ada tiga orang yang memback up kerja si asisten, rasanya tetap tidak sama. Ritme kerja Varend jadi sedikit terganggu karena ia terbiasa berkoordinasi dengan asistennya itu dari pada timnya.

VARENDZKA | K.T.HUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum