Stay

583 56 15
                                    

"Kak Julian."

Pemuda bertubuh jangkung itu segera menoleh ke belakang begitu mendengar suara lembut seseorang yang sangat dirindukannya selama dua tahun belakangan ini. Satu-satunya suara yang membuat Julian kembali menjadi dirinya kala ia kalut.

Gadis itu tersenyum begitu manis padanya. Wajahnya terlihat sangat cerah dan bersinar seperti biasanya. Julian sampai harus berkedip berkali-kali untuk meyakinkan bahwa gadis yang memanggilnya itu tidak lain adalah adik kesayangannya.

Ia terlihat sangat cantik dengan rambut panjang serta dress berwarna putihnya. Tawa kecilnya menghangatkan hati Julian. Ia sangat merindukan itu semua. Perempuan terpenting kedua setelah ibunya, kini kembali padanya.

Ashley Nathania, berada tepat di depannya.

"Hai, apa kabar kakak," dan di sana Julian tertegun tak terasa air mata yang sedari tadi mengumpul di pelupuk matanya jatuh tanpa ia sadari.

Tubuh Julian bergerak otomatis meraih figur adiknya dan memeluknya erat, "Ashley," Julian mengusap rambut kecoklatan milik Ashley lembut, membenamkan kepalanya di ceruk leher si gadis, "Sayang, kakak kangen banget."

Ashley tersenyum tipis, "Aku tau kok, karena aku juga kangen banget sama kak Julian."

"Tapi, gimana bisa, Ash? Gimana kita bisa ketemu kaya gini?"

"Itu yang aku pengen bilang," Ashley melepas pelukannya pada Julian. Memegang kedua bahu kokoh kakaknya erat, "Kakak nggak seharusnya ada di sini."

"Apa?" Tanya Julian dengan wajah bingungnya.

Ashley menunduk lalu bergumam dengan sangat pelan, "Kakak harus kembali. Kakak belum boleh ada di sini."

Julian menggeleng protes. Dia baru saja bertemu dengan Ashley, adik kesayangannya. Bagaimana mungkin dia akan meninggalkan adiknya sendirian lagi sekarang?

"Nggak, kakak akan di sini sama kamu, Ash. Kakak baru aja ngerasa seneng banget ketemu kamu lagi setelah dua tahun berlalu, kenapa kamu malah pengen kakak pergi?"

Ashley tersenyum lalu mendongakkan kepalanya kepada sang kakak, "Kakak beneran mau temenin aku di sini?"

Dan di sini, Julian tanpa berpikir panjang segera saja menganggukkan kepalanya. Tanpa tau apa resiko kalau dia menyetujui ini, yang dia inginkan hanyalah bersama Ashley lagi seperti dulu. Karena bersama Ashleylah Julian bisa menggapai kebahagiannya.

Setidaknya itu yang ia pikirkan.

"Kakak mau di sini. Kakak mau sama kamu, Ash."

***

"Keadaan vital pasien semakin menurun dok!"

Dokter Gia menoleh sebentar ke alat di samping dokter anastesi yang menunjukkan kegiatan vital Julian. Benar saja, angka yang tertera di sana secara berkala mulai turun.

"Defibrillator, cepat!"

Dengan terburu perawat instrumen segera mengambil alat kejut jantung yang diminta oleh dokter Gia. Keadaan ini benar benar gawat dan tidak teruga, di luar prediksi kalau bisa dibilang. Pasalnya, keadaan Julian di awal operasi selalu stabil.

Staf medis berusaha sekuat tenaga mengembalikan kondisi vital Julian yang semakin menurun. Namun kekacauan di ruang operasi tidak berhenti sampai di sana. Karena tiba-tiba salah satu pembuluh darah Julian di sekitar diafragmanya pecah.

Julian menjalani operasi karena beberapa tulang iganya retak dan patah hingga sedikit melukai organ dalam pemuda tampan itu. Sialnya, operasi Julian kala itu dilakukan sehari setelah Julian masuk rumah sakit.

VARENDZKA | K.T.HWhere stories live. Discover now