Hidden Attention

579 67 32
                                    

Thank you for 1K reads ya! Hope you guys enjoy this book! Jangan lupa pencet bintang!❤

Julian mengeratkan genggamannya pada sebuah plastik putih di tangan kanannya. Langkah kakinya terlihat melambat saat ia merasakan ada sesuatu yang mengganggu kepalanya. Ia menghela nafas berat ketika kepalanya kembali terasa berputar. Ia berhenti sebentar, memegangi kepalanya sedikit erat. Matanya terpejam karena menahan sakit. Pemuda itu mendesis kala mendengar teriakan seorang gadis dengan samar, matanya terbuka perlahan dan pandangannya kabur. Ia tidak ingat pasti apa yang terjadi, namun kini dia sudah terlempar di sisi trotoar. Isi dari plastik yang ia pegang berceceran karena terjatuh, ia juga bisa merasakan sikunya menghantam tanah berumput dengan keras.

"Julian... Julian... Julian." Matanya menyipit, berusaha menjernihkan pandangannya yang kabur. Seorang gadis kini sedang mengguncang bahunya dengan wajah khawatir. Julian mengerjap sekali lagi dan ia mengernyit.

Vania?

"Julian, hey, lo enggak apa-apa?" tanya gadis itu sambil menampar pelan pipi Julian. Dan dengan kekuatan yang ia miliki Julian mengangguk. Perlahan ia mendudukkan dirinya dengan benar.

"Lo tadi kenapa sih? Lo nggak liat ada motor yang hampir nabrak lo? Lagian kenapa berhenti di tengah jalan kaya gitu? Bahaya tau nggak?!" Julian menghiraukan omelan Vania dan malah menarik tangan kanan gadis itu dengan lembut seraya memperhatikan darah segar yang mengalir cukup banyak dari sana.

"Lo berdarah."

Vania menggeleng pelan, "Gue nggak apa-apa, ini Cuma luka kecil."

Julian tidak setuju, ia melemparkan tatapan tajamnya pada Vania. "Ini harus segera di obatin, Van."

"Iya, nanti gue bisa obatin pas udah sampai rumah. Tapi lo yakin enggak apa-apa? Gue ngeliat tadi lo keliatan kaya mau pingsan. Lo sakit? Mau check dulu ke rumah sakit?" bukannya menjawab, Julian malah terdiam menatap gadis cantik itu dengan tenang. Ini aneh, kenapa bisa hatinya menghangat hanya karena mendengar Vania menanyakan keadaannya? Ini adalah pertama kalinya dalam 2 tahun belakangan seseorang menanyakan keadaannya, dan kenapa ia bersyukur kalau orang itu adalah Vania? Bukankah dia seharusnya menyakiti hati gadis ini demi membalaskan dendamnya pada Varend? Tapi kenapa malah gadis ini yang mempermainkan hatinya?

"Kok malah bengong sih? Lo nggak apa-apa 'kan?" Vania menggoyangkan lengan Julian pelan. Sorot mata gadis itu benar-benar menampakkan kekhawatiran yang besar. "Jawab gue, jangan bikin gue khawatir."

Julian terdiam. Ia menatap Vania intens, lalu tersenyum kecil, perasaan senang menguasainya sekarang. Ia merasa seperti déjavu, rasanya sungguh sama. Perasaan dikhawatirkan oleh seseorang yang penting dalam hidupnya.

Julian mengangguk kecil sambil tersenyum, "Nggak apa-apa."

Vania bernafas lega, ia lalu berdiri dan mengulurkan tangannya pada Julian. Berniat membantu pemuda itu berdiri. Dengan lembut Julian meraih tangan Vania dan berdiri pelan-pelan.

"Lo jangan kaya gitu lagi, okay? Kalo lo mau nyebrang itu, liat kanan-kiri dulu! Utamanya jangan berhenti di tengah jalan!" Vania berdecak lagi saat Julian hanya diam memperhatikannya. Belum sampai Vania kembali marah-marah, Julian menyauti dengan lembut.

"Makasih ya, lo udah mau peduli sama gue."

Vania mengerjap lucu, ia bengong. Ia tidak biasanya mendengar Julian selembut itu berbicara padanya. Julian memang sering mengucapkan kata-kata manis yang membuat hati Vania bergetar. Namun dibanding semua kalimat manis itu, cara Julian berbicara padanya kali ini terdengar lebih... tulus?

Julian tertawa kecil, lalu mencolek pipi Vania yang masih bengong. Gadis itu terlihat sangat menggemaskan dengan kebingunganya. "Jangan kaya gitu, lo jadi keliatan tambah cantik tau nggak?"

VARENDZKA | K.T.HWhere stories live. Discover now