Sparking Fire

414 58 2
                                    

"It's good to see you here, Victory."

Tepat setelah Julian menyelesaikan kalimatnya, kedua tangan Varend mencengkram kuat kerah kemeja putihnya. Membuat Julian sedikit mendongak, ia menyeringai melihat kilatan amarah di mata Varend. Ia tau, kalau Varend tidak suka dipanggil 'Victory' lagi sejak kecelakaan itu. Victory. Nama yang menjadi julukan Varendzka di arena balap, nama yang menyimpan banyak kenangan pahit, dan nama yang dia harap tidak lagi dia dengar.

"Don't call me that."

Julian tertawa dengan nada mengejek. Suara Varend mulai terdengar lebih berat dari biasanya, dan baginya itu hanya berarti satu hal. Varend marah, oh bukan, dia murka.

"How many times do I have to tell you that she's out of our bussiness?! Datang ke gue, karena masalah lo sama gue!"

Julian masih memamerkan seringainya, "Lo ngomong kaya gitu seolah gue udah ngapa-ngapain Vania."

"I'm sure you did! Dan juga, lo sekongkol sama Digo kan? Lo yang selama ini ngikutin Vania dan lo juga orang yang di balik sedan itu! Lo berusaha nabrak Vania setiap ada kesempatan! Gue udah pernah bilang, gue siap kapanpun lo mau mukulin gue, tapi jangan bawa-bawa Vania!"

"Emang, gue akuin. Gue yang ngikutin Vania dan gue juga orang yang hampir selalu nabrak dia. Tapi gue tekankan sama lo. Gue? Sekongkol sama Digo?" Julian menyentak tangan Varend, ia benar-benar tidak terima dengan tuduhan Varend barusan. Julian melemparkan tatapan tajamnya pada Varend.

"Apa waktu 10 tahun itu masih kurang buat lo kenal gue, Victory? Gue lebih suka menyelesaikan urusan pribadi gue sendiri, gue nggak suka melibatkan orang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa waktu 10 tahun itu masih kurang buat lo kenal gue, Victory? Gue lebih suka menyelesaikan urusan pribadi gue sendiri, gue nggak suka melibatkan orang lain."

"Brengsek. Kalo lo nggak sekongkol sama Digo, ngapain lo di sini sama cewek gue? Lo mau apain dia, hah? Pikiran jahat apa lagi yang lo punya?" tubuh Varend sedikit tertarik ke belakang saat pemuda itu hampir mengambil satu langkah mendekat ke Julian. Ya, Vania menariknya. Sebenarnya gadis itu sudah khawatir sejak tadi, takut-takut kalau mereka saling menyerang.

"Julian nggak ngapa-ngapain aku, Rend. Sungguh." Kata Vania mencoba meyakinkan Varend, ia hanya tidak mau kalau Varend mulai tersulut emosi. Sialnya, Varend selalu percaya apa yang dikatakan oleh Vania. karena memang gadis itu tidak pernah berbohong. Well, Vania itu tidak pandai berbohong. Vania pasti akan bergerak dengan gelisah, menahan tawa, menggaruk hidungnya atau memalingkan wajahnya kala dia berbohong. Namun kali ini tidak. Gadis itu jujur padanya, dan Varend tidak perlu mempertanyakan hal itu.

Julian menyeringai, "Lo denger sendiri dari cewek lo."

Rahang Varend mengeras, matanya tidak lepas menatap serius ke arah Julian.

Ke arah sahabat lamanya.

Iya, sampai sekarang pun, walaupun dia masih kesal setengah mati karena Julian berusaha menyakiti Vania, Varend masih menganggap Julian sebagai sahabatnya. 10 tahun bukanlah waktu yang singkat bagi Varend, dan dia tidak mungkin melupakan dan menghapus sahabatnya itu dalam waktu yang singkat. Bahkan masa lalu kelam mereka, sama sekali tidak berpengaruh bagi Varend. Walau dia kesal, Julian tetaplah sahabatnya. Dia tidak tau apakah Julian masih menganggapnya sebagai sahabat, tapi Varend masih.

VARENDZKA | K.T.HTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang