16.Ketemu CaMer

1.5K 193 64
                                    

Jauh bukan berarti aku tidak peduli. Dengan cara inilah aku dapat mengetahui sejauh mana rasa rinduku mampu bertahan. Jauh bukan berarti aku tidak menyayangimu, tapi dengan cara inilah kita mendapat pelajaran dari apa arti sayang dan apa arti kebersamaan yang dulu pernah kita lalui.

-Papa dan Mama Badai

***

Raina mengemasi segala alat tulisnya yang tadi ia gunakan. Saat ini ruangan kelas sudah hampir sepi karena siswa-siswi yang lain sudah meninggalkan kelas sejak  bell tanda pulang berbunyi.

Hari ini mereka memang dipulangkan ke rumah lebih awal dari biasanya. Guru-guru akan mengadakan rapat tentang penyelenggaraannya acara peringatan HUT SMA Nusa Jaya minggu depan.

Dirasa sudah semua barangnya ia masukan ke dalam tas, Raina pun hendak berjalan menuju ke luar kelas. Namun, saat ingin melangkahkan kakinya, ia merasakan ada sesuatu yang janggal. Raina menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal, ia berusaha mengingat apa ada barangnya yang tertinggal.

Raina menundukkan tubuhnya, memastikan apakah ada barangnya yang tertinggal di bawah laci mejanya, namun ia tidak menemukan apa-apa.

Raina menggeser posisinya dan menunduk kembali memeriksa laci meja Badai, dan akhirnya ia menemukan tas milik Badai di sana.

"Nah, ini rupanya yang ketinggalan," ucap Raina dan hendak melangkahkan kakinya kembali dengan tas Badai yang ia jinjing di tangan kirinya. Namun, langkahnya kembali terhenti saat merasa masih ada kejanggalan. "Apa lagi ya? Kok rasanya nggak pernah pas ya? Kek ada yang kurang gitu?" Gumam Raina. Raina terus berpikir untuk mencari apa yang kurang.

Sebuah tangan tergeletak bebas di bawah bangku yang sudah tersusun rapi di balik meja bagian belakang di sudut kiri kelas, sontak Raina mengarahkan pandangannya ke arah tangan tersebut, ia sempat terkejut dengan kehadiran tangan tersebut, namun segera ia mengingat pemilik tangan tersebut dan orang terakhir yang berbaring di sana.

Raina menepuk pelan dahinya sambil terkekeh, "Oalah, itu ya rupanya yang ketinggalan."

Raina melangkahkan kakinya mendekati tempat di mana tangan yang tergeletak itu berada.

Raina menatap lama wajah sang pemilik tangan yang tergeletak tadi. Bibir mungilnya membentuk senyuman ketika menatap pemilik tangan tersebut, kemudian tangannya terulur mendekati wajah tersebut. Raina menjepit hidung pemilik tangan tersebut denga jarinya, sehingga pemilik tangan tersebut kesusahan untuk bernapas dan segera terbangun dari tidurnya.

"Hahh, apaan ni? Gue masih hidupkan? Kenapa tadi kek susah banget gitu napas," ucap Badai yang ternyata pemilik tangan tersebut. Raina terkekeh mendengar apa yang Badai katakan barusan, sedangkan Badai, ia mengedarkan pandangannya ke seluruh bagian kelas.

Badai mengernyitkan dahi ketika menyadari keadaan kelas kini benar-benar sudah sepi. Ia menolehkan kepalanya ke arah di mana Raina kini berada.

"Lah, kok sepi Rai? Yang lain pada ke mana?" tanya Badai.

"Lo sih, molor mulu. Yang lain udah pada pulang. Untung gue inget, coba enggak, mau sampai kapan lo tidur di sini?" kekeh Raina.

Badai yang mendengar itupun hanya bisa menyengir dengan tangan yang menggaruk tengkuknya. Badai beranjak dari posisinya dan menyambar tasnya yang berada di tangan Raina.

"Dah, yuk balik!" Badai merangkul Raina dari samping dan mengajaknya beriringan berjalan di sepanjang koridor.

***

Badai menghentikan motornya di halaman rumah Raina dan disusul oleh sebuah mobil yang ikut terparkir di sana. Raina turun dari motor Badai dan menatap heran ke arah mobil tersebut.

My Love Is Badai [ COMPLETED ]Where stories live. Discover now