32.Berpisah

1.1K 80 16
                                    

Perlu waktu untuk menyadari suatu perasaan yang bahkan mungkin sulit untuk digapai.

-Raina Friskila Ayu

***

Raina melangkahkan kakinya dengan ragu melewati koridor sekolah. Di belakangnya terdapat Badai yang melangkahkan kakinya dengan santai sambil bersenandung.

Badai berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Raina. Entah mengapa, sejak tadi gadis itu tidak mau manatapnya.

"Rai, mau ke mana?" ucap Badai.

"Rooftop aja, ya?" ucap Raina tanpa menolehkan kepalanya ke arah Badai.

Badai pun hanya menganggukkan kepalanya yang mungkin hal tersebut tidak Raina ketahui.

"Emangnya ada hal penting apa sih yang mau diomongin?" tanya Badai kembali.

Raina hanya menghela napasnya dan berucap, "ikutin aja."

Mereka melangkahkan kaki menaiki anak tangga yang akan menuju ke arah rooftop sekolah. Sesampainya di sana, Raina mendudukkan dirinya di pinggir rooftop dan menatap lurus ke depan yang diikuti Badai di sampingnya. Tanpa meminta ijin dari Raina, Badai langsung merangkul bahu gadis itu. Raina yang terkejut akan hal yang dilakukan Badai itu pun langsung menolehkan kepalanya ke arah Badai dan dibalas oleh Badai pula.

"Kenapa?" tanya Badai dengan menaikkan sebelah alisnya. Raina hanya menggelengkan kepalanya pelan dan kembali menatap lurus ke depan.

"Mau ngomongin apa dah? Bikin kepo ae," ucap Badai kembali membuka suara.

Raina hanya mendeham, ia tidak tahu harus bagaimana menyampaikan apa yang ingin ia sampaikan tadi.

"Hm?" Badai menolehkan kepalanya menatap Raina. Raina lagi-lagi hanya menunduk dan mencari cara bagaimana untuk menyampaikannya.

"Ihh, gue cabut juga nih nyawa lo," ucap Badai dengan gemas dan mencubit hidung Raina pelan.

Bulir-bulir bening sudah tidak bisa Raina tahan lagi untuk turun membasahi pipinya.

Tess...

Setetes air mata Raina membasahi tangan Badai yang ia gunakan untuk merangkul gadisnya itu. Badai yang sadar akan hal itu pun segera melihat ke arah tangannya yang ia yakini itu adalah air yang membasahi tangannya.

"Lah? Cerah gini kok, tapi kenapa ada kayak air hujan, yak?" ucap Badai dengan polosnya.

Tak lama, Badai merasakan bahwa itu bukanlah air hujan, melainkan air mata gadis yang ada dalam rangkulannya itu. Bagaimana ia bisa tahu? Itu terbukti dari apa yang ia rasakan saat ini. Ia merasa bahwa bahu Raina mulai bergetar seperti orang yang sedang terisak.

Dengan sigap, Badai langsung menangkup wajah Raina dengan kedua tangannya dan membuat Raina mau tak mau harus bertatapan dengan pria itu.

"Rai? Kenapa?" ucap Badai dengan nada cemas.

Bukannya menjawab, isak tangis Raina malah semakin kencang. Badai yang tidak mengerti akan hal itu pun langsung membawa Raina ke dalam dekapan nya.

Raina terus mengeluarkan air matanya yang mengalir begitu saja seperti air di sungai. Ia tidak tahu bagaimana cara menghentikan air mata tersebut agar tidak membasahi kemeja Badai lagi. Ya, kemeja Badai saat ini sudah dibasahi oleh air mata Raina.

Raina melepaskan dirinya dari dekapan Badai dan sedikit menjauhkan tubuhnya dari pria itu.

"Dai," panggilnya dengan suara serak.

My Love Is Badai [ COMPLETED ]Where stories live. Discover now