30.Sebuah Rencana

801 31 1
                                    

Kita tidak bisa terjatuh terlalu lama dalam suatu masalah. Suatu saat masalah itu akan kembali, bahkan menjadi lebih besar.

-dari Bintang untuk Raina

***

Di sofa ruang tamu sudah terdapat Rian yang duduk dengan tenang di sana sambil menatap lurus ke arah pintu utama rumahnya. Sejak tadi Rian menunggu kedatangan anaknya, Raina.

Di sisi lain, Raina dengan riangnya melangkahkan kakinya memasuki pekarangan rumahnya. Raina tadi diantar pulang oleh Badai dan Guntur menggunakan mobil Guntur. Di dalam mobil tersebut, Badai banyak menceritakan hal-hal yang bahkan membuat Raina sedikit pusing saking banyaknya hal yang ia bicarakan, tapi hal tersebut bukan berarti Raina tidak suka atau tidak senang, justru hal itu lah yang ia rindukan.

Raina membuka pelan pintu utama rumahnya untuk masuk ke dalam rumah itu. Ia melangkahkan kakinya untuk masuk dan melirikkan matanya sebentar ke arah sofa yang ada di ruang tamu itu, yang di mana kini Rian dengan duduki.

"Pulang sama siapa?" tanya Rian yang menghentikan langkah Raina.

Seketika raut wajah Raina menjadi datar kembali.

"Temen," ucap Raina tanpa menolehkan kepalanya ke arah Rian.

"Kamu masih deket-deket dia? Kamu lebih sayang dia daripada Papa?"

Raina langsung menolehkan kepalanya ke arah Rian dan menatap lekat pria itu.

"Bukan Raina enggak sayang Papa, tapi Papa harus ngerti apa yang Raina rasain. Papa enggak bisa ngekang Raina, udah cukup, Pa."

"Papa enggak ngekang kamu. Papa cuma enggak suka kamu berhubungan dengan dia." Rian sedikit mengeraskan suaranya.

"Masih karena Mama? Tante Cloe enggak sejahat itu, dan kalo pun Tante Cloe yang ngakibatin Mama hilang, Badai juga enggak ada sangkutpautnya, kan?" Raina menghela napasnya pelan, lalu melangkahkan kakinya untuk naik ke lantai dua, ke kamarnya.

***

"Bintang sedih kalo liat Raina kek gini, Ma. Tapi Bintang lebih sedih kalo Mama enggak bisa menjadi seseorang yang dapat Bintang banggain."

Bintang menatap lurus ke atas langit, di mana dia saat ini sedang berada di balkon kamarnya bersama Sunny, Mamanya.

Sunny menundukkan kepalanya. Bimbang. Itu yang tengah ia rasakan. Ada rasa penyesalan dalam dirinya akan kejadian di mana beberapa tahun lalu.

"Mama enggak kasian liat mereka ikut terlibat dalam masalah di masa lalu Tante Cloe dan Tante Dian?" Bintang lagi-lagi menghela napasnya ketika menyelesaikan kalimatnya.

Sunny terus saja menunduk tanpa ingin menjawab perkataan anaknya itu.

"Rian memang keras, apalagi jika bersangkutan dengan masalah kematian Dian." Akhirnya Sunny membuka suara sambil mendongakkan kepalanya menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit malam ini.

Bintang menganggukkan kepalanya dan menolehkan kepalanya ke arah Sunny.

"Mama akan bantu," ucap Sunny tanpa menolehkan kepala ke arah Bintang yang tiba-tiba saja menolehkan kepalanya ke arah Sunny karena kaget mendengar ucapan Sunny itu.

"Maksud Mama?" Bintang mengernyitkan keningnya. Ia sudah cukup dibuat bingung oleh Mamanya sejak tadi, ditambah lagi dengan yang satu ini.

Sunny akhirnya menolehkan kepalanya dan menatap Bintang. Ia menganggukkan kepalanya untuk meyakinkan anaknya itu bahwa apa yang barusan ia katanya memang benar.

My Love Is Badai [ COMPLETED ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang