Some loved (3)

3.4K 99 25
                                    

Tommy kembali ke rumahnya yang terlihat sempurna, seakan kebahagiaan tercurah sepenuhnya di sana. Padahal setiap penghuni rumah selalu sibuk dengan urusannya masing-masing. Hingga Tommy selalu merasa terasing.

Orang tuanya adalah pekerja keras, seolah mereka hidup hanya untuk bekerja. Tak jauh berbeda dengan Soni, kakak laki-laki dan satu-satunya itu selalu berada di dunianya sendiri, nyaris tak terjangkau.

Tommy cukup lega, dia masih punya adik perempuan yang memeberinya alasan untuk pulang.
Jika tidak ada Riani, Tommy akan lebih memilih untuk meninggalkan rumah dan hidup mandiri seorang diri.

Walaupun setiap anggota keluarga berada di sudut yang berbeda, adakalanya pertemuan tak sengaja terjadi.
Seperti saat itu, Tommy menghentikan langkahnya karena dilihatnya Soni tengah berada di ruang tengah dengan laptopnya.

"Ada di rumah kak? Tumben."

Tommy menghampiri Soni dan memulai keakraban. Sayangnya Soni tidak menyadari keberadaan Tommy, dia tetap fokus dengan laptopnya dan setumpuk kertas yang menurutnya sangat berharga. Lebih berharga dari sapaan Tommy, adik laki-laki satu-satunya itu seakan tak berada disampingnya.

"Kakak perlu bantuan?"

Lagi-lagi sapaan Tommy tak mendapat sambutan Soni. Soni masih fokus dengan keseriusannya.
Soni memang orang yang terlihat tak peduli dengan dunia luar. Seakan dia orang bahagia yang tak pernah merasakan penderitaan. Nyaris tak pernah terlihat kesedihan di wajahnya.
Tapi Tommy juga tak pernah melihat tawa dari raut wajah kakaknya.

Wajah keren itu sering terlihat tanpa ekspresi, datar. Dan seperti juga orang lain, Tommy tak bisa menebak suasana hati kakaknya. Karena nyaris selalu sama... Dingin.

Sang workaholik tetap fokus, padahal Tommy membandingkan diri si sofa mencoba bicara layaknya keluarga.

Tommy sangat merindukan kehangatan sebuah keluarga yang sudah sangat lama tidak pernah di temuinya lagi.
Semenjak bisnis sang ayah maju pesat dan membuka banyak cabang di berbagai tempat.

"Banyak sekali pekerjaannya, apa ada yang bisa aku bantu?"
Tommy mengulang pertanyaannya, berharap kali ini kakaknya menanggapinya.
Tommy semakin merapatkan tubuhnya di samping Soni tapi kakaknya itu masih tetap tak bergeming sedikitpun.

"Sepertinya gue nggak pernah ada disini!" Tommy mengeraskan suaranya.

"Ada apa Tom?" Soni mulai menyahut tapi matanya tetap fokus tak terganggu.

"Kaca mata loe itu terlalu kecil." Kekesalan Tommy memuncak. Dia segera beranjak dari duduknya.

"Kamu ada masalah Tom?"
Soni menghentikan sejenak pekerjaannya .

"Apa kakak peduli?"

"Tunggu! Aku bicara padamu."

"Aku juga bicara denganmu tadi."
Tommy tak pedulikan kakaknya dan terus melangkah pergi menuju kamarnya.

"Tom... ."

Soni menghela nafas panjang dan bersandar pada punggung sofa. Matanya menerawang pada banyak hal, entah apa.

⭐⭐⭐

Tommy memasuki kamarnya, dia segera merebahkan diri di tempat tidur melepaskan kekesalan pada kakaknya.

Sesaat kemudian dia melihat ponselnya dan tersenyum melihat foto wallpaper barunya.
Ada gadis pujaan hatinya disana, wajah cantik Vizzy seakan menenangkannya.

Dia ingat saat berada di parkiran, saat dia mengutarakan isi hatinya pada gadis yang sudah empat tahun menjadi rekan kerjanya itu.

"Aku... Aku sudah lama ingin mendengar itu darimu."

AMBIVALEN [END]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum