forever to be

822 41 8
                                    

"Loe dengar kan apa tadi kata dokter? Loe kena maag, kelelahan dan stres berat yang berpotensi depresi. Penyakit loe borong semua Tom."

"Kayak bencana alam, berpotensi Tsunami."

Tommy masih duduk lesu menyandar pada kursi di kantin Rumah Sakit.

"Depresi Tom, depresi. Bukan Tsunami. Haduh.. Udah parah gini masih juga nolak dirawat."

"Oohh... "

Tommy masih memejamkan matanya sekali-kali untuk mengusir rasa pusingnya yang kadang masih datang.

"Kenapa loe bisa kena maag segala? Di rumah loe nggak ada makanan? Loe nggak ada uang buat makan di luar? Kenapa loe bisa stres berat segala? Apa yang bisa bikin seorang Tommy stres berat?"

Teddy memburu Tommy dengan banyak pertanyaan yang tak satupun masuk ke telinga Tommy, dia terlalu sibuk mengatasi pusing di kepalanya yang saat itu kembali datang.

"Heumm... "

"Vizzy lagi menebus obat loe, sekarang loe makan dulu! "

Teddy menyodorkan makanan ke hadapan Tommy dan mendudukkan Tommy agar tegak dan mau memakannya.

Tommy hanya menunduk dan enggan memakannya.

"Gue nggak lapar Ted."

"Loe nggak akan pernah ngerasa lapar, karena otak loe lebih lapar buat menyelesaikan semua masalah loe."

"Tapi beneran gue nggak lapar."

"Tetap aja badan loe butuh energi biar loe bisa berfikir dengan jernih dan bisa mengatasi semua masalah yang loe hadapi, loe nggak perlu sampai stres apalagi depresi."

Teddy semakin mendekatkan makanannya pada Tommy meskipun Tommy lagi-lagi mendorongnya menjauh.

"Nanti saja... "

"Mana boleh begitu, loe mau gue suapin?"

Tommy menatap Teddy yang serius dengan sendok di tangannya dan siap memasukkannya ke mulut Tommy. Tapi Tommy lagi-lagi menolaknya.

"Bawel banget sih loe jadi cowok."

"Makan nggak? Kalau nggak, gue suapin loe sampai habis, kalau perlu gue tambah lagi makanannya."

"Iya.. Gue makan sendiri."

Tommy menyerah dan mengambil alih sendok dari tangan Teddy dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

Tommy mengunyah lemah makanannya yang terasa hambar di mulutnya.

"Cinta memang bikin orang nggak bisa berfikir jernih."

"Kayak yang tau aja loe."

"Taulah gue, karena gue pernah ada di posisi loe. Tapi gue sadar, menyiksa diri dengan fikiran-fikiran negatif itu salah."

"Ngomong gampang Ted."

"Tapi seenggaknya loe bisa mencoba untuk menyelesaikannya, jangan menghindar."

"Loe menghindar juga kan Ted?"

Tommy meletakkan sendoknya dan mencoba untuk berhenti makan, tapi Teddy mengangkat kembali tangan Tommy agar meneruskan makannya dan Tommy pun terpaksa makan lagi.

"Gue nggak menghindar."

"Loe ninggalin rumah orang tua loe, itu artinya loe menghindar. Loe nggak berani menghadapi masalah juga kan."

"Loe tau?"

"Loe fikir gue sebodoh apa sampai nggak tau dengan sikap loe yang jelas itu."

"Tapi gue nggak sampai depresi."

AMBIVALEN [END]Where stories live. Discover now