Some hated (1)

2.7K 88 16
                                    

"Maksudku, ayahku orang yang keras, disiplin dan juga cerewet. Bawel banget, mulutnya seakan Mengeluarkan asap ketika bicara, bikin aku dan mungkin juga orang lain enggan mendengarnya."

"Ohh.... Lalu?"

"Kakakku seperti gedung tinggi itu! Dengan kaca-kacanya yang memantulkan cahaya yang hendak memasukinya." Tommy terdiam dan membuat Vizzy sedikit khawatir .

"Aku tidak ingin salah menebak lagi, sebaiknya kamu jelaskan maksudnya agar aku lebih faham."

"Memangnya kamu masih mau mendengarnya?"

"Tentu saja." Vizzy tersenyum meyakinkan.

"Kakakku itu selalu merasa tak pernah cukup, keinginannya mungkin terlalu tinggi hingga dia melupakan banyak hal. Dan banyak cahaya kebahagiaan yang tak dipedulikannya."

"Kurasa kakakmu hanya belum menyadari posisinya."

"Aku harap begitu, suatu hari dia tidak lagi menolak orang-orang yang ingin mendekatinya."

"Dia menutup diri pasti ada alasannya, kenapa tidak kamu coba cari tahu."

"Aku sudah coba tapi selalu gagal. Oh ya.. Ibuku seperti langit di atas sana." Tommy menengadahkan kepalanya menatap langit biru di atasnya.

"Indah... ."

"Iya Indah tapi sulit terjangkau. Terkadang warnanya biru menentramkan, kadang kelabu bahkan juga bisa menghitam. Dia sulit dimengerti... ."

"Tom... ."

"Dia bisa sangat baik dan pengertian, kadang tegas dan perhitungan tapi sering menghilang tak ditemukan, gelap... Segelap jika malam datang."

"Tapi gelapnya malam masih bisa terang dengan adanya bulan dan Bintang."

"Ya.. Sayangnya tidak ada bulan ataupun Bintang dikeluargaku... ."

"Kamu... ."

"Aku lebih seperti tanah yang terinjak-injak, tandus dan akhirnya digantikan semen dan beton."

"Tapi sebelum itu terjadi, kamu masih bisa membuat adikmu tumbuh dengan baik."

"Mungkin hanya itu fungsiku."

"Semakin kamu tumbuhkan pohon kecil itu, semakin besar kesempatanmu untuk mengubah kota gersang ini menjadi sejuk." Tommy menatap Vizzy, teman yang baru menjadi pacarnya.

"Adikmu bisa menjadi jalan untuk memperbaiki keindahan tanpa mengganggu semua yang telah diperjuangkan."

"Kamu benar Zy, beruntung aku mengenalmu. Tapi... Kamu seperti apa ya?" Tommy seakan serius berpikir.

"Jangan libatkan aku!"

"Tapi belum lengkap tanpa kamu."

"Dasar gila." Vizzy memukul Tommy manja.

"Aku memang gila, tapi cerdas."

"Mana ada gila yang cerdas."

"Ada... Aku." Tommy menepuk dadanya sendiri.

"Aku menyesal mengenalmu." Vizzy berlari meninggalkan Tommy menuju mobil.

"Yakin?" Tommy menyusul pacarnya itu.

"Sudah puas kumpul keluarganya?"

"Aku berpaling dulu padamu."

"Kamu palingkan selamanya padaku juga tidak masalah."

"Benarkah? Kalau begitu aku tarik kembali ucapanku tentang keluargaku. Mereka bukan kota yang penuh pencemaran ini."

Tommy tersenyum lega dan menggenggam tangan Vizzy, teman, rekan kerja dan juga pacarnya itu.

AMBIVALEN [END]Where stories live. Discover now