Some hated (2)

2.2K 77 29
                                    

Teddy dan Ferin masih berpelukkan, mereka kebingungan bagaimana harus menjelaskan tentang posisi badan mereka yang begitu erat agar Dedi tidak curiga dengan hubungan mereka.

"Ini... Euh.. Ded, ini... Adikmu mabuk. Mabuk berat, iya... ." Ferin buntu, hanya alasan itulah yang terlintas di fikirannya saat itu.

"Mabuk? Kapan aku pernah mabuk? Apa tidak ada alasan lain?"
Teddy berbisik di telinga Ferin sementara pelukkannya tak juga dia lepaskan.

"Apa kamu ingin aku bilang mendadak kamu mati?! Diamlah!!"

"Mabuk?" Dedi masih terdiam heran.

"Kenapa diam saja? Bantu aku!" Ferin meminta Dedi untuk membantunya karena Teddy sengaja melemaskan tubuhnya, membuat Ferin semakin berat menopang tubuhnya.

"Kenapa begini?" Dedi membantu Ferin memapah Teddy ke kursi.

"Mungkin mabuk di perjalanan jadi... ."

"Tapi dia kelihatan sehat."

"Kamu kan baru pulang ,diluar panas jadi penglihatanmu tidak jelas."

Ferin asal bicara sementara Teddy asik tiduran. Teddy seakan memanfaatkan situasi untuk bisa berdekatan dengan kekasihnya itu lebih lama lagi.

"Aku tidak merasa begitu, aku kan pakai mobil."

"Ambilkan obat, biar adikmu ini bisa menjelaskan alasannya pingsan mendadak!" Ferin gemas.

"Iya sebentar." Dedi meninggalkan Ferin dan Teddy untuk mengambil obat, sementara kesempatan itu dimanfaatkan mereka untuk berdiskusi.

"Aku kira kamu akan bilang kalau aku mabuk alkohol, baiknya kamu."

"Gombal." Ferin mengusap manja wajah Teddy, dia lupa.. Tangannya belum lama digunakan untuk mengolah cabai.

"Aduh panas." Teddy tidak lagi santai, dia jadi gelisah seketika.

"Oups, aku lupa tadi lagi motongin cabai. Tidak apalah ya biar lebih meyakinkan." Ferin malah mengusap lagi wajah Teddy gemas.

"Yahh... Rin, malah ditambah lagi... Perih banget ini."

"Kenapa dia jadi gelisah begitu?" Dedi datang keheranan sambil membawa sebutir obat.

"Sepertinya dia sudah tidak perlu obat lagi."

"Apa perlu kita bawa ke dokter Rin?"
Dedi jadi khawatir karena Teddy terus mengusap wajahnya dan air mata ikut menghiasinya.

"Tidak perlu... ."

"Panas, perih... Aduh, air... air... ."

"Tunggu sebentar!" Dedi panik dan segera mengambil segelas air.

"Gitu ya cari kesempatan."

"Beneran Rin, kena mata ini. Perih!"

"Ini airnya Ted." Dedi menyerahkan segelas air yang langsung dituangkannya ke wajahnya sendiri.

Merasa perihnya belum hilang, Teddy langsung ngacir ke kamar mandi dan membenamkan wajahnya di bak mandi.

Tentu saja Dedi dan Ferin hanya bisa saling memandang heran.

⭐⭐⭐

Keluarga yang sudah cukup lama dihindari Teddy telah berkumpul di ruang makan. Ayah dan ibunya yang dianggapnya lebih sayang pada kakaknya terlihat sangat bahagia dengan kedatangan anak bungsunya itu.

"Ibu mau kamu tinggal disini lagi Ted."
Ibu mengusap rambut Teddy dengan penuh kasih sayang.

"Benar, ngapain kost segala. Rumah ini lumayan besar dan masih di kota yang sama juga." Bapak seakan memohon pada anak bungsunya.

AMBIVALEN [END]Where stories live. Discover now